Tragedi Tak Terduga

“ Aku bisa berjalan sendiri..” Ucap Freya yang merasa malu saat melihat Adhi tersenyum jahil.

Kaki Ardiaz terus melangkah dengan masuk ke dalam rumah melewai Adhi begitu saja dan tidak mendengarkan perkataan Freya saat menggendongnya bagai putri raja. Tertunduk merasa malu Freya mencoba untuk melihat apa pun di sekitarnya hanya agar tidak menatap mata Ardiaz yang terlihat begitu serius.

“ Duduklah, tunggu sebentar.” Ucap Ardiaz berlalu pergi setelah membantu Freya terduduk di sofa.

“ Adhi, kenapa tidak masuk?”. Tanya Freya saat melihat Adhi berjalan memutari Cottage menuju halaman belakang.

“ Biarkan saja.” Ucap Ardiaz dari kejauhan.

Tangan Freya mulai terasa dingin karena merasa canggung, Apa yang harus kulakukan? Kenapa aku merasa tidak nyaman saat ini?, apa yang sedang Ardiaz pikirkan?. Gumam hati Freya saat melihat Ardiaz kembali berjalan mendekatinya dengan membawa kotak obat.

“ Bukankah bajumu juga basah karena keringat? Jika tidak di ganti, kau bisa masuk angin..”

“ Berbalik dan diamlah.”

Ardiaz kembali tidak menghiraukan perkataan Freya yang semakin membuat Freya merasa canggung. Dengan tanpa berkata Ardiaz membuka beberapa kancing dan sedikit menarik kerah kemeja Freya untuk mengobati luka di pundaknya yang kembali terbuka.

“ Sakit?”. Ucap Ardiaz saat membasuh luka Freya dengan antiseptic.

“ Ti....dak..” Balas Freya sembari mengerutkan keningnya menahan rasa perih.

“ Masih berlagak sok kuat?, jika sakit bilang sakit. Aku tidak memiliki indra keenam yang bisa membaca isi hatimu.” Gerutu Ardiaz pada Freya.

“ Bagaimana kau bisa tahu aku ada disana?” ucap Freya yang tiba tiba teringat.

“ Mencarimu di kota tengah pulau tidak membuahkan hasil, aku langsung mencoba mencari ke sekitar pinggir kota..” Balas Ardiaz spontan.

“ Hanya... itu?”. Freya menatap Ardiaz sembari mengangkat kedua alisnya.

“ Jawaban apa yang kau inginkan?.” Balas Ardiaz kembali secara spontan.

Freya pun kembali membalikkan tubuhnya tanpa berkata dan membiarkan Ardiaz mengobati lukanya. Dalam hati Freya pun mengumpat, Tunggu dulu.. Kenapa dia terlihat kesal?. Dia marah?. Bukankah tadi dia meminta maaf bahkan memelukku begitu erat?. Kemana perginya pria itu?.. Dasar Labil!.

Selepas selesai mengobati Freya, Ardiaz langsung berdiri dan meninggalkan kotak obatnya begitu saja diatas meja serta Freya yang masih terduduk di sofa yang menatapnya penuh kebingungan. Freya yang lama lama merasa tingkah Ardiaz menyebalkan, berjalan dan masuk ke dalam kamarnya dengan sedikit membanting pintu kamarnya.

“ Kau, tidak meminta maaf padanya?”. Ucap Adhi menghampiri Ardiaz saat melihat Freya yang kesal membanting pintu kamarnya.

“ Sudah. Tapi entah mengapa, aku merasa kesal. Bukan padanya, melainkan pada diriku sendiri.” Balas Ardiaz dengan sedikit menundukkan kepalanya, berujung pada Adhi yang menepuk pundak Ardiaz seraya menghiburnya.

*******

-Keesokan Harinya-

Ardiaz kembali menyiapkan sarapan dan langsung menghilang, namun kali ini Ardiaz menyibukkan dirinya dengan bekerja di Gudang kayu. Freya mencoba mengerti, hingga keesokan harinya pun Ardiaz masih seperti itu. Tak urung pada jam kerja Freya yang beberapa kali berakhir tengah malam pun, Ardiaz masih menunggunya untuk menjemput dan pulang bersama.

“ Sudah makan malam?”. Tanya Freya pada Ardiaz saat mengemudi menuju Cottage.

“ Sudah.” Balas Ardiaz spontan.

“ Apa pekerjaanmu lancar?”.

“ Ya.”

“ Bagaimana hari ini? Apa sudah menemukan bukti baru?”.

“ Belum”.

Pekerjaannya lancar, namun belum menemukan bukti baru?. Aaah, terlihat sekali tidak ada niat untuk berbicara denganku!. Dasar menyebalkan!. Gumam Freya kembali dalam hatinya merasa kesal akan sikap Ardiaz yang semakin terlihat menjaga jarak.

Pada pertengahan malam, Freya di kejutkan melihat Ardiaz yang terduduk dihalaman belakang sembari menatap kotak kayu yang menjadi awal pertengkaran mereka saat Freya mencoba mengambil minum karena merasa haus. Freya memutuskan berjalan mendekati Ardiaz untuk mencoba mencairkan suasana diantara mereka.

“ Belum tidur?”. Tanya Freya.

Ardiaz tidak membalas perkataan Freya dengan hanya menundukkan kepalanya dan terdiam. Merasa khawatir Freya mendekatkan tubuhnya untuk duduk disamping Ardiaz yang baru disadari Freya, Ardiaz sedang demam dan sedikit terhuyung hilang keseimbangan tubuh.

“ Kenapa tidak memanggilku?!.  Sudah minum obat?”. Ucap Freya saat menyentuh wajah Ardiaz yang memerah dengan kening mulai terasa panas.

Ardiaz kembali tidak berkata dan hanya menggelengkan kepalanya bagai anak kecil. Sontak membuat Freya khawatir dan langsung berdiri berniat mencari obat untuk meringankan kondisi Ardiaz.. Namun, belum melangkahkan kakinya, Ardiaz menarik tangan Freya untuk kembali duduk bersamanya.

“ Ada yang ingin ku ceritakan padamu..” Ucap Ardiaz dengan setengah kesadaran dirinya.

“ Kau demam, kita bicara besok saja setelah kau membaik..”

“ Dalam kotak ini berisi kenangan terburukku dimana rasa malu, penghinaan, kehilangan, dan semua caci maki tepat berada di dalamnya.”

“ Apa?”

“ Apa kau tahu Sanksi seperti apa yang didapatkan oleh Dokter yang diketahui melakukan Praktek ilegal?. Bisa kau bayangkan bagaimana ibuku yang juga akhirnya ikut terlibat?.. Sedangkan aku?. Bagaimana denganku yang harus pindah sekolah beberapa kali dan tidak ada Rumah sakit yang mau mengakui akademikku.”

“ Ardiaz...”

“ Dalam kotak itu juga, berisi setelan baju yang dikenakan kedua orang tuaku saat  terjadi kecelakaan mobil yang hanya dinyatakan sebagai kecelakaan lalu lintas, disaat aku menemukan 2 senjata api dan sebuah peluru yang ternyata bersarang di dada mereka..”

“ Cukup Ardiaz, aku mengerti...”

“ Maaf aku membentakmu. Aku hanya merasa harga diriku yang.... Tapi konyol sekali melampiaskan semuanya padamu!. Maaf Freya.”

“ Ardiaz, Kita masuk ke dalam..” Ucap Freya menutup pembicaraan dengan menarik tangan Ardiaz untuk berdiri dan membantu memapahnya berjalan menuju kamar.

Freya memberikan obat pereda demam lalu mengompres Ardiaz hingga tubuhnya mengeluarkan begitu banyak peluh. Freya mengganti bajunya dan selalu menjaga suhu dan kondisi Ardiaz hingga tanpa sadar semalaman terjaga dan tertidur pada dini hari saat demam Ardiaz menghilang.

“ Lagi lagi kau.” Ucap Ardiaz saat terbangun dan melihat Freya yang tertidur disampingnya dengan memegang Thermometer dan sebuah handuk kecil ditangannya.

Sinar matahari pagi terasa begitu menyilaukan. Tersadar akan tubuh hangat yang tersentuh sepanjang malam dan menghilang secara tiba tiba, membuat mata ini pun terbuka lebar dengan mencoba mencari keseluruh penjuru ruangan memastikan kondisinya apakah baik baik saja.

(TOOKKK TOOOKKK TOOKKK)

“ Sudah bangun?, bersihkan dirimu lalu kita sarapan bersama..” Ucap Ardiaz yang kembali tersenyum saat mengetuk pintu kamar.

“ Kau... Bagaimana demammu?”. Tanya Freya dengan sedikit terkejut melihat Ardiaz yang terlihat baik baik saja.

“ Aku pernah mengalami hal yang lebih buruk dari itu. Tapi, terima kasih sudah merawatku.” Balas Ardiaz kembali dengan tersenyum pada Freya.

Tanpa berkata Freya mengambil handuknya yang tergantung dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.. Ardiaz yang melihat itu pun tersenyum dan kembali menyiapkan sarapan untuk mereka santap bersama sama.

Freya sedikitmenundukkan kepalanya dengan tersenyum kecil mengingat sudah lama sejak terakhir kali mereka duduk bersama di meja makan pada pagi hari.. Ardiaz pun menatap Freya dengan tatapan yang sudah lama tidak Freya lihat, hingga akhirnya Freya memutuskan suatu keputusan penting dan memberitahukannya pada Ardiaz.

“ Aku, sudah berhenti bekerja mulai hari ini.. Jangan bertanya! Oke?!. ”

“. . . . . .” Ardiaz pun akhirnya hanya terdiam dan menatap Freya.

“ Tenang saja, keputusanku ini bukan di paksa oleh apa pun terlebih karenamu.. Aku hanya berpikir mungkin sebaiknya aku berhenti bekerja disana..”

“ Lalu, apa yang akan kau lakukan?.”

“ Hhmm.. Bukankah aku sudah berkata sedang menunggu kabar untuk menyelesaikan sidang skripsiku?. Aku mau mencoba fokus kembali pada studiku mengingat hampir 2 bulan ini aku lepas..”

“ Kalau begitu, tanpa mengurangi rasa hormat.. Ijinkan aku memberikan ini padamu.”

Ardiaz mengeluarkan sebuah Kartu digital dengan 6 digit angka Pin yang tertulis di atasnya.

“ Ardiaz, ini??”. Ucap Freya terkejut.

“ Sejujurnya dari awal aku berniat memberikan ini padamu. Tapi karena kejadian waktu itu dan kau yang tiba tiba memutuskan untuk bekerja, aku mengurungkan niatku.”

“ Apa?”

“ Kau adalah istriku dan tanggung jawabku. Jadi gunakan uang didalamnya untuk membeli keperluan yang kau butuhkan. Tentu, biaya akademikmu pun harus kau bayar dengan itu dan jangan meminta pada Tante Maya lagi.” Ardiaz menjelaskan sembari melirik tajam dengan meminum secangkir kopi.

“ Apa ini, serius untukku?. Kau tentu tahu bukan, jika wanita mendapatkan kartu seperti ini akan melakukan pencurian besar besaran?”.

“ Kau mau merampokku seberapa banyak?”. Ardiaz berpura pura terkejut dengan menghentikan gerakannya saat meminum kopi.

“ Berapa banyak uang di dalamnya?”. Balas Freya dengan nada jahil dan alis yang terangkat.

“ Jauh dari batas bayanganmu.” Ardiaz membalas dengan berbisik dan tersenyum kecil.

Tanpa berkata dan tidak berniat menghabiskan sarapannya, Freya langsung menarik tangan Ardiaz dan mengambil kunci mobil dan langsung membawa Ardiaz pergi.. Ardiaz yang terkejut saat mengetahui Freya yang ternyata juga mengemudikan sebuah mobil, membuatnya tersenyum lepas dan mereka pun menikmati alunan musik sepanjang perjalanan menuju kota tengah pulau.

Terhenti pada toko swalayan besar milik Bu Nisa dan Pak Danu, Freya langsung melayangkan aksinya bagai anak kecil yang diperbolehkan untuk membeli coklat atau permen kesukaannya.. Tak hayal, Ardiaz yang hanya berdiri diam, membiarkan Freya kesana kemari mengundang pengunjung lainnya bahkan Bu Nisa dan Pan Danu pun tersenyum malu pada pasangan muda yang baru saja menikah itu.

“ Bu, bagaimana jika kita beri kejutan untuk mereka berdua?”. Ucap Pak Danu pada istrinya.

“ Dimana? Tempat biasa?”. Balas Bu Nisa yang terlihat antusias.

“ Tentu saja.. Bapak akan coba memberitahu yang lain..” Pak Danu langsung menghubungi seseorang menggunakan Hanphonenya.

Selesai berbelanja, Freya dan Ardiaz dihentikan dengan Bu Nisa yang tiba tiba menarik tangan Freya dan Pak Danu yang menarik tangan Ardiaz berjalan berlawanan arah dan menjauh tanpa mereka sadari.

Suatu tradisi di kepulauan pun kembali harus Ardiaz dan Freya lakukan dimana mereka harus menemukan barang yang dipinta pimpinan adat lalu bertemu kembali di suatu tempat yang sudah ditentukan dimana pesta jamuan makan besar menanti pasangan yang baru menikah itu.

“ Kayu Cendana?. Dimana aku harus menemukan benda ini?”. Ucap Freya pada dirinya sendiri.

Di satu sisi lainnya, Ardiaz yang sudah mengenal dan mengetahui kepulauan pun dapat dengan mudah menemukan Anggrek Hitam yang terdapat pada sebuah hamparan lahan yang tak jauh dari tempat akan diadakannya jamuan makan besar yang akan diadakan warga pulau untuk Ardiaz dan Freya.

Berbeda dengan Freya yang berjalan kesana kemari dan menanyakan pada warga sekitar dimana sekiranya dia dapat menemukan Kayu Cendana ini.. Hingga seorang warga yang merasa kasihan saat melihat Freya sudah kelelahan pun memberitahukan salah satu tempat dimana Freya bisa menemukan barang itu.

“ Jalan Cendana blok VI, belokan pertama ke kiri.. Apa ibu itu tidak salah?.. Kenapa aku terhenti pada sebuah bangunan tua?.” Ucap Freya dengan nafas tersenggah melihat pada kanan kirinya.

Merasa tidak ingin menunggu lama, dari kejauhan Freya memang melihat beberapa Pohon Cendana yang terlihat kokoh dan lebat.. Melangkahkan kakinya dengan membuka pagar besi ternyata hal yang cukup sulit mengingat Tubuhnya yang kecil dan harus mengangkat pagar tersebut.

(BRREEKKK) Suara robekan baju Freya bagian bawah karena terkait besi yang menonjol keluar.

“ Bagus sekali.. Apa ada yang lebih baik dari ini?!”. Ucap Freya kembali bergumam kesal pada dirinya sendiri sembari membenarkan bajunya yang terobek.

Tanpa sadar saat baru beberapa langkah Freya masuk ke dalam menuju ke arah Pohon Cendana, tiba tiba terdengar beberapa mobil terhenti di depan pelataran bangunan tua tersebut dan Freya pun melihat dengan sangat terkejut disaat mengetahui beberapa pria masuk kedalam dan menatap Freya dengan tatapan membunuh.

“ Bu, dimana Freya?”. Tanya Ardiaz sembari tersenyum pada Bu Nisa.

“ Sabar, sabar.. Tunggu saja dia pasti sebentar lagi sampai..” Balas Bu Nisa dengan memukul tangan Ardiaz yang terlihat tidak sabar ingin melihat Freya.

Ardiaz terduduk pada sebuah bangku dimana semua orang tertawa bahagia dan berbagai makanan dan minuman pun mulai tersaji di meja panjang.. Semua tampak begitu bersemangat untuk memberkahi pasangan yang baru menikah ini, namun tidak bagi Ardiaz yang terlihat begitu gugup dan gelisah melihat kearah pintu gerbang yang terbuka.

20 menit sudah jarak kedatanganku dan Freya masih belum saja sampai kemari?. Kemana dia?. Gumam Ardiaz dalam hatinya dengan terus menatap jam yang berada ditangannya. Ardiaz mulai merasa ada yang tidak benar disaat menit ke 30, Freya masih saja belum datang.

“ Bu, benda apa yang Pak Farhan inginkan untuk Freya temukan?”. Tanya Ardiaz yang mulai khawatir pada Bu nisa.

“ Kayu Cendana.. Benda itu mudah ditemukan disini. Kau juga tahu itu dimana..” Balas Bu Nisa.

Ada 2 tempat di pulau ini, Freya kau menuju Lahan belakang atau Gedung tua?. Gumam Ardiaz kembali dalam hatinya dengan terus melayangkan pikirannya. Tak lama wanita yang memberitahukan Freya akan letak dimana bisa menemukan Kayu Cendana pun datang dan menegur Ardiaz.

“ Istrimu belum kembali?. Padahal sudah lama aku memberitahunya..” Ucap wanita itu.

“ Maaf, ibu mengarahkan Freya kemana?” Tanya Ardiaz penuh sopan.

“ Gedung tua tentunya.. Banyak sekali Pohon Cendana di sana..”

“ APA?!”.

Kaki yang mulai gugup dan mulut yang tertutup tak mampu untuk bersuara terlebih berteriak. Rintihan hati yang berharap semoga terdengar olehnya, membuat kedua tangan mengepal menahan rasa takut yang datang semakin menjadi detik demi detik.

“ Siapa kau?!”. Tanya salah satu pria pada Freya.

“ Maamaaf paman.. Aaaaku hanya berniat mengambil beberapa batang pohon kayu cendana itu..”

“ Tunggu!. Apa aku pernah melihatmu?”. Ucap salah satu pria lainnya menhentikan Freya yang hendak melangkahkan kakinya.

“ Paman.. Pernah melihatku?”. Ucap Freya kembali dengan nada bergetar.

Beberapa pria itu pun mencoba untuk berdiskusi, dimana Freya mulai mengamati lingkungan sekitarnya jika ada hal yang terjadi diluar batas perkiraannya. Sedang mengamati kemana kakinya harus melangkah, seorang pria itu berjalan mencoba mendekati Freya dan menatap Freya begitu dalam hingga tiba tiba tersenyum miring dengan alis yang terangkat mengatakan,

“ Kau adalah gadis itu.. Kau yang kukejar saat di toko souvenir hari itu dan kau juga yang merekam kami. Benar?”.

Diluar batas pemahaman Freya, kejadian yang selalu ditakutkannya yang berharap hanya dalam mimpinya terjadi begitu saja. Freya melangkah mundur dan selangkah lagi mundur, hingga melihat sebuah pintu yang terbuka dan langsung berlari secepat mungkin untuk bersembunyi.

“ BODOH!. DIA GADIS ITU?!. CEPAT KEJAR DAN TEMUKAN DIA!” Ucap Baron sang pimpinan.

“ BAIK BOSS!”

Lemparan barang, teriakan, dan pukulan pada benda tumpul yang terpecah semakin membuat keadaan menjadi begitu menyeramkan. Kaki yang tak sanggup menumpu tubuh, akhirnya terduduk terlipat dengan tangan yang kembali memeluk diri sendiri dan membungkam mulut untuk tidak berkata, berharap seseorang datang dan menyelamatkan nyawanya.

Kau ada dimana... Hey.. Kau pikir bisa kabur dari kami??... Gadis kecil, kau dimana.. KAU DIMANA BER#NGSEK!!. (BRRAAAKKK). Ucap salah satu anak buah Baron yang mengenal Freya melempar sebuah bangku pada dinding karena merasa kesal.

Tidak ada kata yang mampu terucap selain, Ardiaz.. Kumohon, selamatkan aku.. datanglah..

Episodes
Episodes

Updated 62 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!