Bentakan Kedua

Merasa tidak terjadi apa pun dengan berpura pura bodoh sangat tidak mungkin dilakukan dalam kondisi ini. Rasa canggung pun selalu datang menghampiri seolah batas diri satu sama lain mempunyai batasan yang jelas dan tidak boleh di langgar. Akhirnya hanya dapat mencoba menahan diri sendiri walau ingin mencoba memeluknya.

“ Aaa aku bisa sendiri... Berikan padaku.. “ Ucap Freya sembari menahan sakit.

“ Jangan acuhkan goresan pisau bedah, kau tidak tahu itu seberapa dalam.” Balas Ardiaz.

Ardiaz mencoba melihat dengan lampu khusus yang digunakan dalam ruangan kerjanya untuk melakukan otopsi pembedahan.. Berbeda kasus, Freya yang terduduk dengan merasa semakin risih akan darah yang menitik masuk ke dalam pertengahan dadanya, semakin membuat Ardiaz memalingkan wajahnya sesekali untuk mengalihkan pikirannya.

“ Kenapa wajahmu merah?”. Tanya polos Freya pada Ardiaz dengan menatapnya.

“ Entah mengapa aku merasa panas, mungkin sebab itu wajahku memerah.” Balas Ardiaz spontan.

Teringat akan wajah tampan Ardiaz yang rata rata berwajah serius, merupakan pemandangan langka bagi Freya melihat reaksi Ardiaz yang seperti ini. Apa ini sisi lain dari Ardiaz yang hanya aku ketahui?. Ucap freya dalam hatinya sembari menundukkan kepalanya..

“ Aku tidak memikirkan Hal kotor di saat kau terluka seperti ini karenaku. Apa kau pikir aku akan menyerangmu?.” Ucap Ardiaz sesekali menghentikan tangannya saat mengobati Freya.

“ Apa?.. Tidak, tidak.. Aku, hanya merasa aneh melihat wajahmu memerah dengan jarak sedekat ini..” Balas Freya kembali dengan polos.

Wajah Ardiaz yang semakin terlihat memerah mendengar perkataan Freya, akhirnya menghentikan gerakan tangannya saat mencoba membalut luka di Pundak Freya. Memalingkan tubuhnya hanya untuk mengatur nafas, tanpa sadar Freya berniat turun dengan tangan yang tergelincir saat mencoba menggenggam pundak Ardiaz yang melangkahkan kakinya.

(ZRREEETTTT) Bunyi suara kemeja Freya yang semakin terobek. “ JANGAN MENOLEH!. Kemejaku terobek dan... POKOKNYA JANGAN MENOLEH!.” Freya melanyangkan tangannya ke arah Ardiaz agar menghentikan gerakannya dan mencoba membenarkan kemejanya kembali.

“ Pundakmu belum di perban. Jika hanya mengandalkan Kassa plester, lukanya akan semakin terbuka dan akan lama sembuh.” Balas Ardiaz dengan masih membalikkan tubuhnya, memberikan waktu bagi Freya membetulkan bajunya.

“ Kemejaku terobek parah.. Biarkan aku ganti baju dulu, lalu...”

“ Maaf.”

Dengan sigap Ardiaz melepas Jas putih kedokterannya dan membalut tubuh Freya dengan melingkarkannya pada setengah tubuh Freya.. Tangan Ardiaz bergerak cepat saat membalut perban dan memberikan obat terakhir agar keadaan canggung tidak berlangsung lama.

“ Sudah selesai. Bersihkan dirimu.” Ardiaz tidak menatap Freya dan hanya membereskan perlengkapan obat obatan.

“ Terima kasih.. Selamat bekerja kembali..” Ucap Freya sembari bersiap siap meninggalkan ruangan.

“ Selamat beristirahat. Tidur yang nyenyak.”

Mengundurkan diri dengan bersembunyi dari balik tembok, terdengar suara peralatan medis yang sedang Ardiaz bersihkan dan rapikan.. Jika saja aku tadi tidak datang, mungkin pekerjaannya tidak akan terhambat karena tingkah bodohku.. Ucap Freya kembali merasa bersalah dan akhirnya berjalan meninggalkan Gudang kayu menuju kamarnya.

*******

-3 hari kemudian pada siang hari-

2 malam sudah, Freya bekerja melebihi jam kerjanya karena kondisi Resto Bar yang ramai dan tak urung membuat Ardiaz menjemput Freya hingga membuat pekerjaannya pun terhambat karena menunggu Freya menyelesaikan pekerjaannya. Dengan merasa malu, Freya meminta libur 1 hari dan ternyata Sopha memberikan ijin mengingat kerja keras Freya selama beberapa hari.

“ Apa dia masih berada di Gudang kayu?”. Ucap Freya sembari menatap Gudang dari jendela belakang saat selesai memasak menu makan siang di dapur.

Kaki Freya melangkah dan mencoba untuk mengetuk pintu, namun keberanian Freya menciut mengingat pekerjaan Ardiaz yang terhambat karenanya.. Freya akhirnya memutuskan untuk membawakan makanan dan minuman yang sengaja dia tutup dan letakkan di depan pintu Gudang kayu dan berjalan jalan mengitari pantai pasir putih.

“ Apa yang dilakukan Nona Fawwas disini?”. Ucap Adhi dengan tersenyum jahil, tiba tiba datang menghampiri Freya.

“ Adhi.. Kau mengejutkanku.. Lagi pula Namaku Freya Arghani.. Dan dia, Ardiaz Fawwas..” Balas Freya dengan mengacuhkan Adhi berjalan melewatinya.

“ Meski pernikahan kalian terpaksa terjadi, tidak menutup kemungkinan perasaan akan tumbuh bukan?”. Adhi berjalan melewati Freya dan terhenti,  tersenyum saat menatapnya.

Freya yang juga mengetahui bahwa hanya Adhi yang mengetahui kondisi sebenarnya yang terjadi antara dia dan Ardiaz pun memberikan reaksi penolakan dengan menundukkan kepalanya dan terduduk di atas pasir putih, menatap hamparan laut biru.

Terlihat beberapa kapal nelayan yang mencoba mengarungi samudra luas menyeramkan dengam ombak yang menghempas kuat pada badan kapal.. Bunyi suara burung laut dan desir angin yang menjadi ciri khas kehidupan pantai, Aaahh, apa aku sudah terbiasa dengan semua ini?.

Adhi yang masih tersenyum pun akhirnya menempatkan badan dengan cara melipat kedua lutut, bertumpu pada telapak kaki, dengan pantat tidak menjejak tanah serta menunggu Freya mengutarakan apa isi hatinya.

“ Kau terlihat begitu mengerti wanita.. Apa kau sudah mempunyai kekasih?, atau seorang buaya darat?”. Tanya Freya menatap dan tersenyum jahil pada Adhi.

“ AHAHAHAA.. Bisa di bilang, karena KARISMA ini, bagaimana aku harus mengatakannya?”. Ucap Adhi sembari mengibas rambut pendeknyanya ke belakang.

“ Aaahhh... Yaaa yaa..” Balas Freya sembari memalingkan wajahnya dari Adhi.

“ Hmm.. Adik perempuanku meninggal  2 tahun lalu pada hari menjelang pernikahannya karena penyakit yang di derita.. Mungkin kerana itu aku cukup mengerti..” Cerita Adhi dengan masih tersenyum.

“ Maafkan aku sudah bertanya..”

“ Ayolah, jangan terlalu serius Freya.. Dengar, aku tahu kau pasti berat menjalani ini semua. Tapi percayalah, aku sangat mengenal Ardiaz.. Dia selalu memikirkan dan bersikap serius atas keputusan yang dia ambil. Jadi, baik pernikahan ini terjadi secara paksa atau bukan, aku yakin Ardiaz sangat yakin sehingga berani memilihmu.” Ucap Adhi kembali dengan masih tersenyum pada Freya.

Tak kala hati inimencoba mengerti dengan arti kata Pengorbanan. Dalam hal ini pengertian atau bisa di bilang Toleransi adalah ungkapan yang tepat jika ingin terus menapakkan kaki. Tersadar akan perasaan yang sebelumnya tidak pernah singgah, ternyata terasa menyesakkan.

Jam berapa sekarang?, berapa lama aku terduduk disini dan tidak menghiraukan Adhi yang sudah pergi?. Gumam Freya dalam hatinya, dengan langsung berdiri dan bergegas untuk kembali ke dalam Cottage saat matahari mulai tenggelam.

#Terima kasih, masakanmu enak sekali#. Sebuah pesan Note pada sebuah kertas yang tertempel pada pintu kulkas. Tersenyum hanya karena hal kecil yang dapat dikatakan langsung, Freya mencoba mengacuhkan dengan kembali menyiapkan menu makan malam.. Aaah, Dia bahkan mencuci sendiri semua piring dan gelas.. Luar biasa Ardiaz.. Gumam hati Freya sembari tersenyum.

( BRAAAKKK BRAAKKK TRAAAKKK ) Suara jatuhan beberapa barang dari arah belakang dapur

“ Astaga, apa ini?! Bagaimana aku harus membereskannya?”. Ucap Freya saat melihat tumpukan barang yang usang dan berdebu penuh pasir.

Kaki yang melangkah seketika terhenti dengan adanya keraguan hati.. Berjalan memutar mencoba mengacuhkan namun ternyata tidak bisa lepas dari pikiran yang selalu menuntut untuk mengarah kembali. Bagaimana ini? Apa Ardiaz akan marah jika aku menyentuh barang barangnya tanpa ijin?. Gumam Freya pada dirinya sendiri. Sudahlah, bersihkan saja. Gumamnya kembali.

Disaat membereskan, Freya menemukan sebuah kotak kayu dengan penampilan layaknya kotak para perompak yang berisi harta karun. Berkali kali mencoba mengacuhkan, namun tetap tidak bisa membuat rasa penasaran di dirinya menghilang.. Debu pasir pun di bersihkan olehnya dan membuat kotak itu akan lebih mudah untuk terbuka.

“ Haruskah ku buka?. Tidak, tidak!. Buka saja?.. Tidak!”. Freya berjalan memutari kotak tersebut dengan menggigit kuku jarinya sesekali merasa ragu.

Keputusan akhir, Freya lebih memilih untuk meninggalkan kotak itu dan hanya menutupinya dengan tali tambang seperti sebelumnya. Namun tak sengaja tertarik karena terlilit kaki Freya yang hendak melangkah, kotak itu pun tiba tiba terbuka sehingga dengan jelas Freya melihat isi di dalamnya.

“ Aaap paa ini??”. Ucap Freya terkejut.

Freya menemukan 2 setelan baju dengan plastik transparan dimana baju itu di penuhi noda darah dan terlihat kotor. Beberapa Map usang yang sengaja di tempatkan dalam 1 wadah kotak plastik lainnya dimana lembaran kertas tertumpuk di dalamnya. Dan yang lebih mengejutkan Freya adalah saat menemukan 2 senjata api yang penuh dengan isi peluru di dalamnya.

“ Freya?.. Kau sudah pulang?.” Ardiaz memanggil dengan lembut.

GILA!. KAU SUDAH GILA FREYA!. CEPAT UTUP DAN BERESKAN SEBELUM DIA MELIHATMU!. Teriak hati Freya dengan langsung bergegas membereskan barang barang dan meletakkannya lagi pada tempatnya semula sebelum Ardiaz melihatnya. Namun ternyata Freya melupakan satu barang yang akhirnya terlihat oleh Ardiaz saat Freya mencoba menaruhnya kembali.

“ Apa yang, sedang kau lakukan?.” Ardiaz menatap Freya terkejut saat melihatnya membuka kotak kayu dan mencoba mengambil atau memasukkan sesuatu.

“ Ardiaz.. ini... Aku... tidak.. Aku...” Freya merasa gugup untuk menjelaskan.

Tatapan wajah Ardiaz seketika berubah, kedua tangannya mengepal, dan hembusan nafasnya pun terlihat berat. Memalingkan wajahnya untuk menahan emosi di hatinya, ternyata percuma disaat Freya dengan polos mencoba untuk menjelaskan.

“ Maaf, Aku tidak bermaksud untuk...”

“ Freya, kau pikir kau siapa?.” Ucap Ardiaz kasar berwajah marah.

“ Apa?... Maamaaf.. Aku tadi mendengar suara benda jatuh dan mencoba membereskan, lalu.. lalu..” Freya berhenti menjelaskan karena sudah mulai merasa takut melihat ekspresi Ardiaz.

“ Apa aku pernah menyentuh barang barangmu tanpa kau ijinkan?.”

“ Tidak.. Ardiaz, maaf.. Akan aku bereskan ini semua dan...”

Bukan merasa senang, Ardiaz semakin merasa naik pitam saat melihat Freya membereskan barang barang itu. Hingga kemarahan Ardiaz pun memuncak disaat Freya menyentuh 2 Senjata api yang sengaja dia bungkus hanya menggunakan seutas kain dan mengingat Senjata api yang terisi penuh dengan butir peluru di dalamnya.

“ HENTIKAN!.”

“ Ardiaz, kumohon jangan marah.. Aku benar benar minta maaf.. Aku akan membereskannya..” Ucap Freya dengan mulai menitikkan air matanya dengan terus membereskan barang.

“ CUKUP FREYA!! PERGI DARI SINI SEKARANG JUGA!!.” (BRAAAKKKKK PRAANNGGGG)

Ardiaz yang sudah tidak bisa membendung marahnya, membantak Freya dengan membanting meja di depannya hingga piring dan gelas terpecah di lantai.

Tangan dan kaki Freya membatu, tangisan di matanya terus mengalir deras tanpa bersuara, tubuhnya seolah menggigil dengan tangan yang bergetar. Tanpa menunggu waktu lama, saat melihat Ardiaz mencoba menahan emosinya, Freya berlari melalui belakang Cottage dan menghilang di kelapnya malam tanpa bersuara sama sekali.

Kakinya terus berlari dan berlari di malam yang terlihat menyeramkan, seorang diri, tidak membawa apa pun bahkan uang, dengan hanya menggunakan pakaian yang dia kenakan dan sepasang sendal rumah. Freya menghentikan tangisnya saat melihat keramaian dengan berpura pura berjalan seperti orang yang mencari udara segar, mencoba tidak menimbulkan masalah lainnya..

(BRRAAAKKKK) “ Aaad ada apa ini Ardiaz?”. Ucap Adhi yang berlari masuk ke dalam Cottage saat selesai menerima panggilan telephone Ardiaz.

“ Apa kau ada melihat Freya?”. Ucap Ardiaz tanpa memalingkan wajah untuk menatap Adhi.

“ BAGAIMANA MUNGKIN AKU MELIHATNYA?!, Kenapa dia pergi?”. Tanya Adhi khawatir.

“ Dia, melihat isi kotak itu, dan... Aku. Aku, kehilangan kendali.” Balas Ardiaz dengan menundukkan kepalanya dan kedua tangan yang mengepal.

“ APA?.. Lalu, bagaimana? Haruskah aku sebarkan kabar kepada warga?.. Ardiaz ini sudah tengah malam!!”. Tanya Adhi kembali.

“ Barusan aku sudah mencari sekitar sini kembali dan juga sudah mengunjungi Sopha dan Gerry, tapi dia ternyata tidak mengunjungi mereka.” Ucap Ardiaz yang akhirnya menatap pada Adhi penuh gelisah dan bersalah.

“ Lalu kemana dia?.”

“ Adhi, aku akan menggunakan mobil ke tengah pulau, mungkin dia ke kota. Maukah kau membantuku mencarinya sekitar sini?.” Balas Ardiaz penuh memohon.

“ Baik, pergilah.. Akan aku hubungi jika menemukannya.”

“ Terima kasih, maaf merepotkanmu.”

Ardiaz berlari menuju mobilnya dan menancapkan Gas berlalu secepat mungkin. Sepanjang pejalanan matanya tidak teralih sedikit pun pada semua yang mungkin menjadi tempat singgah untuk Freya beristirahat. Kegelisahan Ardiaz semakin memuncak disaat melewati perbatasan kota dengan keramaian orang di tengah malam yang masih penuh dengan para Turis.

Freya, kau dimana?. Kau dimana Freya?!. Kumohon.. Jangan sampai terjadi sesuatu padamu. Ucap Ardiaz saat memakirkan mobilnya dan langsung berlari mengitari kota di tengah pulau. Berkeringat dengan bernafas berat, masih saja Ardiaz belum bisa menemukan Freya.

“ Maaf, apa kau melihat istriku?”. “ Sorry, have you seen this woman?”. Ucap Ardiaz yang bertanya pada warga sekitar atau kepada para turis yang berlalu lalang.

Berlari dan berlari lagi memutar hingga kesekian kalinya hingga membuat Ardiaz bermandikan keringat dan rasa haus, tak hayal membuat Ardiaz mengulurkan niatnya untuk mencari Freya. Merasa di keramaian kota Freya tidak ada, Ardiaz memutuskan untuk kembali mengendarai mobilnya dan mencari disekitar pinggir kota kembali.

Apa yang kulakukan?!. Ardiaz, kau harus sangat menghukum dirimu sendiri jika terjadi sesuatu padanya!. Freya.. Kumohon, tunjukan dirimu. Kau ada dimana?. Gumam hati Ardiaz kembali sembari fokus mengendarai mobilnya dan melihat disekelilingnya.

Seketika Ardiaz menghentikan mobilnya saat melihat seorang wanita tertelungkup duduk di sebuah pemberhentian halte bis seorang diri. Tertunduk dengan menggigit salah satu bibirnya, Ardiaz meremas kemudi stir mobilnya karena merasa kesal dan dengan nafas yang masih tersenggah, ia keluar dari dalam mobil dan berjalan menhampiri wanita itu.

Terlihat dari kejauhan, sendal yang digunakannya terputus dengan kakinya yang dipenuhi oleh pasir dan kotor hitamnya aspal jalanan.. Ia pun menyentuh luka di pundaknya yang terlihat masih berbekas noda merah akibat lukanya yang kembali terbuka, memeluk dirinya sendiri karena merasa kedinginan di tengah malam seorang diri..

“ Kau harus membayar mahal karena melakukan hal ini padanya!!.” Ucap Ardiaz pada dirinya sendiri merasa kesal dan marah.

Kaki yang melangkah dengan penuh rasa bersalah.. Mencoba memohon permintaan maaf yang entah apa akan di dapatkannya atau tidak, cukup bagi Ardiaz untuk menghukum dirinya sendiri. Hingga tatapan matanya tersadar akan kehadiran Ardiaz yang tiba tiba melipat salah satu kakinya, membungkukkan tubuhnya, dan menatap pada wanita di hadapannya..

“ Kita pulang?”. Ucap Ardiaz sembari menadahkan salah satu tangannya kepada Freya.

“ . . . . . . .” Freya yang terdiam dan hanya menitikkan air matanya menahan suara tangisnya.

“ Aku salah. Aku lagi lagi membentakmu. Maaf, tidak akan aku ulangi lagi. Maaf Freya.” Ucap Ardiaz dengan menatap Freya dalam dan penuh penyesalan.

Freya yang terdiam dengan masih menitikkan airmatanya pun akhirnya memalingkan wajahnya karena perasaan tak jelas yang merasuki hatinya.. Dimana perasaan bersalah, bertanya, marah, sedih, kesepian, datang bagai menamparnya beberapa kali dari seorang pria yang menjadi tujuan hidupnya dan tanpa sadar menjadi sosok pria yang sangat dia butuhkan.

“ Maafkan aku Freya, kumohon..” Ardiaz melipat kedua kakinya dan menyentuh wajah Freya yang dingin dengan kedua tangan hangatnya dengan lembut, memohon agar Freya mau menatapnya.

“ Aku, tidak berniat untuk melihat dan juga me....”

“ Aku tahu, aku tahu. Ini Salahku!. Maafkan aku, Freya.. Maaf.”

Ketakutan ini masih jelas terasa dan bagai trauma terberat bagiku di tempat dimana tidak ada seorang pun yang ku kenal atau bagaimana aku harus berjuang hidup.. Tapi pelukan erat darinya dengan baju  penuh peluh saat mencariku dan nafasnya yang masih tersenggah, aku pikir cukup sebagai hukuman untuknya.

“ Kau menyebalkan!.”

“ Aku tahu..”

“ Tukang marah!. Bossy!!. Dasar pria Labil!!.”

“ Aku tahu..”

Meski seperti itu, entah mengapa pelukan darinya cukup membuatku merasa seperti aku telah menemukan tujuan dimana tempat hati seharusnya berada.

Terpopuler

Comments

Diana Amalia

Diana Amalia

semangat up thor..

mampir juga yuk😄

2023-08-20

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 62 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!