Kepala Sekolah Hantu
Desember kelabu, seorang guru menangis di balik kelas. Dia di pecat tanpa hormat, alasan yang tidak logis dengan segala tuduhan dan fitnah yang mengarah padanya. Jasmin melangkah naik ke atas langit-langit gedung kelas. Dia merentangkan tangan, lompat dari ketinggian enam meter, suara jatuh patahan tulang bersimbah darah terdengar keras mengagetkan para siswa siswi yang sedang melakukan kegiatan olahraga di lapangan.
“Arggh! Bu Jasmin!”
Jeritan histeris murid-murid yang melihat jasadnya.
“Perhatian, anak-anak di harapkan tenang dan segera masuk ke dalam ruangan kelas masing-masing” teriak pak Berman memberikan pengumuman.
Kejadian itu tidak akan pernah di lupakan penghuni sekolah, terutama beberapa murid yang mendengar kabar kejahatan pak Rinal. Salah satu orang tua murid pernah memergokinya mendatangi rumah seorang dukun. Sosok dukun itu masih ada kaitan keluarga sehingga bisa menanyakan maksud kedatangannya.
Mengguna-guna Jasmin, membawa fotonya untuk membuat dia di campakkan dari sekolah. Sosok Rinal yang sangat membenci Jasmin karena kepintarannya dan kinerja menjalankan segala tugas guru semaksimal mungkin melebihi dirinya. Rinal membenci segala kelebihan yang di miliki wanita itu.
“Kenapa kakek melancarkan niat jahatnya. Guru itu tidak bersalah kek” ucap Ita.
“Aku tidak tau kalau wanita itu seorang guru. Lagian ini memang profesi ku mencari makan bu..”
“Huhhh__”
Total tiga puluh Sembilan dukun yang dia datangi. Kejahatannya terlaksana pada dukun ke empat puluh. Dia tertawa terbahak-bahak sepulang dari proses penguburan Jasmin. Pria itu terpaksa ikut melayat di rumah duka, Rinal membuat pencitraan agar terkesan ikut berkabung seperti guru lainnya.
“Hahah, kini aku sudah puas membunuh mu! aku tidak punya saingan lagi di sekolah itu” gumamnya melihat papan nisan Jasmin yang di taburi dengan bunga.
Membunuh satu nyawa merupakan sebuah dosa besar yang sulit termaafkan. Bisa saja dosa terhapus jika manusia itu benar-benar bertaubat, meminta ampun pada Allah SWT dan mengakui dosanya. Tidak dengan pria yang bekerjasama dengan sosok iblis yang dia anut. Peran kepala sekolah yang seharusnya menjadi suri teladan malah berbalik membuat suasana sekolah seperti di neraka.
Kota Madu Sari, 23 Desember 2000.
Sang kaka kala berkibar di langit mendung, gumpalan awan hitam. Nyanyian barisan paduan suara tenggelam di bawah guyuran air hujan yang deras. Kepala sekolah tetap berdiri memberi hormat ke arah bendera yang basah.
Tidak ada guru dan staf pegawai lainnya yang berani meninggalkan lapangan. Murid-murid mulai menggigil kedinginan, satu persatu pingsan. Pak Ilyas memberanikan diri mendekati kepala sekolah untuk meminta ijin menghentikan upacara. Langkah mundur meninggalkan mimbar Pembina upacara, dia sangat cepat menghilang tidak terlihat.
“Apakah ibu kepala sekolah sedang banyak pikiran? Atau sengaja mengukur batas kesabaran kita? Apa kata orang tua murid nanti kalau tau anak mereka di guyur hujan selama berjam-jam!” pak Edison mengeraskan suaranya.
Para guru lain tidak berani berkata apapun, terutama guru honorer yang hanya bisa diam mematuhi semua aturan dan perintah atasan. Di kantor guru, mereka sibuk mengeringkan rambut dengan tisu hingga memakai taplak meja yang terpasang di meja mereka. Sepatu basah, tanpa alas kaki mereka masuk ke kelas memulai pelajaran.
Pak Edison mengetuk pintu ruangan kepala sekolah. Dia mau meminta penghapusan peraturan melangsungkan upacara saat cuaca mulai mendung. Pintu itu tiba-tiba terbuka, dia mengintip sedikit melihat ke dalam tidak ada kepala sekolah di kursinya.
“Haahh..” suara aneh menelisik telinga.
“Bapak cari ibu kepala sekolah?” tanya pekerja yang biasa membersihkan ruangan.
“Nek Eda, iya nih kok ibu nggak ada ya? Nenek tau dimana ibu kepala sekolah?”
“Ibu baru saja pergi, apa bapak ada pesan? Nanti saya sampaikan kalau ibu kembali..”
“Tidak ada nek. Terimakasih.”
Beberapa guru PNS meminta ijin pulang. Sebenarnya perihal tingkatan kelas Pegawai negeri sipil atau honorer sama rata kalau harus berhadapan praktek belajar mengajar di kelas. Hanya saya guru yang secara resmi tercatat sebagai aparatur sipil negara banyak memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan sendiri. Di sisi ini bisa saja para honorer mengikuti peran contoh yang salah. Sekarang kembali lagi ke diri masing-masing. Menelaah sikap tenggang rasa dan saling menghargai.
Kelas-kelas banyak yang free les. Suara Guntur mengagetkan mereka, sementara sebagian murid yang bandal memilih berlari ke luar kelas bermandikan air hujan. Mereka dengan bebas tertawa riang gembira, bu Sarma bertolak pinggang memperhatikan kelakuan nakal mereka memberi perintah agar masuk ke dalam kelas.
“Anak jaman sekarang di lihat guru malah ketawa. Berbeda dengan jaman dulu yang sangat takut melihat kehadiran gurunya karena menjaga nilai kesopanan dan mematuhi segala peraturan sekolah” gumamnya menggeleng kepala.
Kalau di katakan, dampak dari perkembangan pengaruh globalisasi membuat banyak orang terkena dampak buruk penggunaan teknologi yang tidak di batasi. Peraturan sekolah berpegang teguh pada nilai mencerdaskan anak bangsa dan membimbing akhlak budi pekerti. Guru jaman sekarang harus ekstra memeras hati, tenaga dan pikiran menghadapi berbagai macam tingkah pola kenakalan muridnya.
Sudah di beri peraturan larangan bawa hand phone ke sekolah lalu di langgar itu namanya sepele dengan sekolahnya. Main handphone sampai berujung kehilangan handphone di kelas, tangisan Jupentus pecah mencari-cari dimana ponselnya berada.
“Maafkan saya bapak ibu, saya meninggalkan kelas sekitar sepuluh menit pergi ke Toilet. Jarak lokasi penyebrangan cukup jauh karena Toliet di sudut ruangan penuh berdesakan guru lainnya. Saya tidak mengira ada siswa yang membawa handphone berujung hilang” ucap Wila mengernyitkan dahi.
“Ini bukan keteledoran guru atau kesalahan di limpahkan sepenuhnya ke guru. Anak itu saja yang salah bu berani membawa sampai main hp di waktu jam pelajaran. Sudah biarkan saja bu, biar dia jera” ucap Bu Inem sambil sibuk mengeringkan rambutnya.
Kalau cuaca mendung dan langit mulai berganti malam, makhluk halus lebih mudah memperlihatkan wujud. Kali ini sosok kepala sekolah masuk ke salah satu kelas memberikan arahan agar tetap tenang. Sistem penerapan waktu sampai melewati senja karena terlalu banyak tambahan jam pelajaran dan kegiatan ekstrakulikuler.
Para wali dan orang tua murid ramai menunggu kepulangan anak-anak mereka di depan gerbang sekolah. Tinggal satu kelas yang tersisa, kelas 7 G yang lokasinya di area belakang sekolah. Bu Hena masuk ke dalam kelas terlihat semua murid di dalamnya hening seperti sedang mendengarkan arahan dari depan. Meja guru kosong, lampu ruangan yang putus. Bu Hena mengeluarkan mereka satu persatu dengan senyuman di sela ketakutannya.
Salah seorang murid masih tetap duduk di kursi, dia memperhatikan menatap lurus. “Nak kamu nggak pulang?”
“Saya masih mendengarkan bu kepala sekolah berbicara bu..”
Jawaban Yumi membuat bulu kuduk Hena berdiri. Dia bergetar melihat bayangan hitam berdiri jelas di depan. Antara mau menjawab bahwa tidak ada kepala sekolah atau mengatakan yang di lihatnya adalah hantu. Hena mendekati mengambil tasnya untuk di sangkutkan di pundak.
“Bu Kepala sekolah juga mau pulang kok, yuk ibu temenin keluar ya..”
Kaki Hena lemas, dia sesekali memegangi dinding, pandangan beralih memalingkan wajah mengabaikan penampakan yang terlihat. Yumi menoleh ke belakang, sosok kepala sekolah itu menghilang dalam kegelapan.
“Haduh, hampir saja aku pingsan tadi!” gumam Hena berusaha menstabilkan jantungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Centi meter ⚡
pentol
2023-08-08
0
anak sekolah
seram! malam jumat hujan ☔ dah maafkan diriku skip hanya suka tayangan pembuatan topi😏kalau pembuatan setan request di gambarin tor
2023-07-26
0
peta konsep
kenapa dia bisa jadi. kepsek?
2023-07-24
0