Jangan cari yang seharusnya tidak harus kita ketahui. Tanda-tanda sinyal kehidupan dunia lain tidak akan sama dan tetap menjadi teka-teki yang sulit di pecahkan. Dira membuka mata, kedua orang tuanya yangs empat berputus asa mengira anaknya akan tiada. Tangisan memeluk sambil berucap rasa syukur, Lilia tidak akan pernah sanggup jika kehilangan anaknya.
“Kita harus memindahkan anak kita dari sekolah itu. Banyak kasus yang terjadi menewaskan para murid. Ibu tidak mau anak kita menjadi korban.”
“Ya besok ayah akan mengurus surat perpindahannya bu.”
......................
Terakhir kali Yumi, Kokom dan Obe masih berusaha meraih buku setan di atas rak lemari. Tapi ketika mereka membuka mata, masing-masing telah berada di rumah. Yumi menuruni tangga, langkah terbata menekan kaki dan tanggannya yang masih sakit. Dia melihat ibunya memasak di dapur dengan bi Isanah, melihat jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi.
“Bu, hari ini Yumi nggak sekolah?” ucapnya duduk di kursi makan.
“Sekolah bagaimana? Hari ini kan hari libur. Duh kok jadi pikun anak ibu. Jangan lupa nanti habis sarapan kita pergi ke rumah bu Leli.
Ibu terlihat biasa saja, tidak ada pertanyaan atau mempermasalahkan. Dia yakin berhari-hari terdampar di gedung masa lalu. Dia menghabiskan satu piring nasi goreng dan segelas susu coklat hangat. Berlari menaiki tangga berkemas untuk pergi. Dia membawa buku catatan kecil, menulis semua ingatan yang tersisa akan kejadian pada waktu di dalam gedung bangunan SSMS.
“Dira, aku jadi mengkhawatirkan mu” gumam Yumi.
Sesampai disana Yumi di ajak Petrok ke bagian sisi samping rumah. Gerak-gerik melihat sekeliling, dia mengangkat sebuah pot besar lalu menggali tanah di bawahnya. Beberapa lembar kertas dan sebuah pensil tengkorak yang dia tunjukkan membuat Yumi terkejut.
“Dari mana kau mendapatkan semua ini Pet?”
“Stthh ! pelan kan suara mu Yum. Aku mendapatkannya dari loker olahraga Amat. Aku mendengar sikapnya semakin aneh."
“Kenapa kau mengambilnya? Kalau dia tau bagaimana?”
“Aku sengaja menunjukkannya pada mu. Aku tidak mau Amat memakai benda aneh ini. Lihat apa yang dia gambar.”
Selembar kertas gambar mirip ibu kepala sekolah. Yumi melotot bagaimana Amat mengetahui sosok sebenarnya si kepala sekolah hantu. Coretan hitam anak-anak yang menunduk berbaris rapi di depannya. Ada nama-nama yang tidak jelas tertulis di bagian atas kepala. Lembaran berikutnya, tergambar simbol aneh yang mirip di dahi Dira saat bu Pentol menekannya. Panggilan suara ibunya mempercepat Yumi membantu Petrok mengubur kembali semua benda itu.
“Senin kita akan berkumpul di perpustakaan. Aku akan mengajak Obe dan Kokom, mereka juga terkait di dalam insiden kehilangan siswa-siswi lainnya.”
Banyak orang tua dan wali murid gelisah memikirkan nasib anak-anak mereka. Pertemuan kedua sahabat itu membahas apakah anak-anak mereka masih layak bersekolah di tempat yang banyak menelan korban jiwa. Mereka sepakat memindahkan Petrok dan Yumi ke kota, walau jarak tempuh melebihi satu setengah jam lamanya.
Kekuatan si kepala sekolah hantu menahan semua yang ingin keluar dari dalam gedung itu. Apapun yang ingin menentang kehendak atau keluar sebelum batas kelulusan maka dia tidak akan pernah mengijinkannya. Dia mengirim hujan badai yang sangat lebat, banyak atap-atap rumah berterbangan, banjir masuk ke dalam rumah di tambah pemadaman listrik karena pepohonan yang tumbang. Jembatan penghubung antar kota dan desa terpisah, senin pagi kelabu menghentikan semua langkah orang tua dan wali murid memindahkan anak mereka dari sekolah itu.
“cepat naik ke atap!” teriak seorang pria dari atas pohon.
Suara teriakan lain, seorang ibu-ibu yang tidak kuasa melihat rumahnya hanyut terseret banjir. Harta masih bisa di cari lagi namun nyawa tidak bisa di ganti. Sosok anak kecil berteriak minta tolong , dia terbawa arus yang sangat deras. Jembatan putus itu mengambil nyawa membuat bencana mengerikan.
Posko-posko darurat di tegakkan, bantuan untuk korban di berikan hingga penanganan pengobatan di dalam tenda semakin bertambah. Setengah rumah habis beserta isinya, mereka tidak lagi memikirkan perpindahan berujung menunggu pihak sekolah mengeluarkan anak-anaknya karena tidak sanggup lagi membayar uang sekolah.
Untuk menarik simpati orang tua dan wali murid, si kepala sekolah hantu memberikan sumbangan kepada murid yang terkena banjir. Keanehan pada teras depan bagian sampai halaman sekolah sangat cepat surut dari banjir. Nek Eda dan bu Grigi berperan penting membentuk kepanitian melibatkan beberapa warga sekitar.
“Ini aneh bukan, hanya dia orang yang seolah menjadi orang kepercayaan bu kepsek. Kita malah tidak tahu menahu atau ikut mengatur semua kegiatan di dalam sekolah” ucap pak Sesem mengerutkan dahi.
“Sudahlah pak, kemungkinan besar ibu kepsek tidak mau menambah beban kita yang terkena banjir. Katanya hari ini ada rapat jam tujuh malam. Aku mau pamit pulang dulu ya nanti balik lagi” kata pak Edison pergi berlalu.
Ada tiga posko yang di tegakkan, satu khusus untuk warga sekitar, posko kedua orang tua dan wali murid dan posko ketiga khusus para dewan guru dan semua pekerja sekolah. Sebelum rapat, semua guru di wajibkan mengambil bungkusan di posko ketiga. Mereka yang sudah mengambilnya kemudian duduk di kursi menunggu rapat di mulai.
Inem yang tidak sabar melihat isi amplop yang terasa tebal itu langsung membukanya. Dia tersenyum menghitung-hitung lembaran uang ratusan di dalamnya. Lima juta rupiah di tambah bahan pangan satu plastik besar. Inem menunjukkan isinya ke yang lain.
“Wah-wah, ibu kepala sekolah memang sangat perhatian. Isi amplopnya nggak tanggung besarnya!”
Bi Inem tersenyum tidak sabar membawa pulang.
“Banyak juga bu isinya, saya malah ada tambahan seratus ribu rupiah” ucap bu Sarma.
Kantor guru ricuh membicarakan isi amplop, tidak sabar melihat isi di dalam plastik, pak Ali membuka isinya. Dia tidak berani mengeluarkan satu persatu di atas meja melihat kepala sekolah memasuki ruangan. Rapat di mulai, semua guru yang hadir hening menunggu instruksi dan perintah darinya. Kepsek tampak memberikan pengarahan singkat, ucapan simpati atas bencana banjir dan memberikan kata-kata motivasi penguatan.
Tidak ada sesi tanya jawab mengenai kapan sekolah kembali beroperasional dan kegiatan proses belajar mengajar. Jabatan tangan juga di lewatkan, pada malam itu sosok kepala sekolah yang memakai baju hitam keluar pintu tanpa memperlihatkan seluruh wajahnya. Topi hitam lebar dan jas hujan yang menyeret lantai menutupi kakinya.
“Bu Wila, sejujurnya aku merinding melihat bu Pentol” bisik Hena mengusap tengkuknya.
“Jangan bilang begitu bu..”
Bungkusan plastik pemberian bu Pentol.
Rinal mendengar isi amplop dan plastik yang terbilang cukup menarik perhatiannya. Dia meminta dua plastik pada bu Grigi dengan alasan akan memberikan satunya lagi pada siswa di kelasnya. Dia terlalu bersemangat membawanya, di dalam kamar dia tersenyum merobek plastik sambil menghidupkan lilin.
“Duh kesal deh lama banget pemadaman listriknya. Untungnya ada bonus beginian jadi mala mini ada kegiatan yang nggak buat suntuk!” umpatnya mengeluarkan bahan pangan di dalam plastik.
Bungkusan terakhir berwarna hitam, dia mencium aroma amis yang sangat menyengat. Membuka plastik yang penuh kejutan, dia menjerit keras melihat bangkai ayam di dalamnya. Berlari keluar rumah, tangannya menyentuh gagang pintu. Suara wanita yang mirip nada panggilan Jasmin membuat dia jatuh pingsan.
Ruangan kepala sekolah.
Lembab dinding mengeluarkan bercak tangan-tangan setan yang memberi tanda darah setan. Atap bergelantungan kelelawar besar. Posisi tidur terbalik, sosok hewan predator sesekali membuat Grigi meringis. Dia baru saja bekerja dua kali dua puluh empat jam, sosok bu Pentol merekrutnya melalui panggilan jalur penempatan di sekolah favorit. Dia mengundang sosok Sarjana muda yang baru saja wisuda itu membuat Grigi bertanya kaitan Pentol dengannya.
“Ibu ini sebenarnya siapa? Kenapa aku harus melakukan kegiatan aneh ini?”
“Saudara ku, kita hanya berbeda ibu. Dari dulu aku memperhatikan mu berkecukupan. Aku sangat lama menjadi budak mu, membantu semua keperluan mu di sekolah. Nah, sekarang kau harus di posisi itu. Ayah kita sudah meninggal dan di kala itu kau membiarkan ku habis terbakar”
“Tidak seharusnya aku menerima undangan penipuan ini" ucap Grigi mengepalkan tangan.
“Semua sudah terlambat Grigi. Bagaimana kinerjanya dia bi Eda? Kalau dia mengulah, aku menyerahkan pisau kesayangan ku ini untuk memberi peringatan padanya. Ahahah..”
“Semua akan saya lakukan bu.”
Senyuman bi eda yang mengerikan, Grigi terpaksa mematuhi karena takut akan di bunuh. Dia mengingat semua kekejamannya pada Pentol dahulu kala
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Kang Halu
ceritanya ga mengecewakan. buat pembaca ga sanggup tidur
2023-06-26
0
😈nge-game
mulai mikir gimana bentuk rambut bu pentol.
2023-06-24
0
tudung saji
gegara banyak yg mw pindah jadi banjir ga jelas. pentol pecel!!
2023-06-24
0