Tanpa mau berbalik menghadap ke dalam kamarnya, Archi hanya memejamkan mata dan mengernyitkan wajahnya kuat-kuat. Bersiap menerima serbuan pertanyaan lain dari kakak dan ibunya yang penasaran.
"Agust...kamu?" kata-kata kakak terhenti. Archi bisa mendengar nada terkejut dan heran dari suara kakaknya.
"Haduuuh...!" ratap Archi lirih.
"Apa kamu baik-baik aja, Agust?" tanya Ibu masuk ke dalam kamar disusul kakak kemudian.
"Iya Ibu Mertua," terdengar suara berat seorang pria yang Archi kenali.
Archi menoleh perlahan dan mendapati pria itu tengah berdiri memakai kacamata hitam.
Bahunya terkulai lemas, seolah seluruh beban di pundaknya terangkat semua. Wajah lesunya terlihat sumringah. Archi bisa merasa nyawanya terbang ke langit ke tujuh sekarang.
"Hanya mataku merah dan bengkak kemarin, tetapi sekarang udah mendingan," jawab Agust menyunggingkan senyum.
"Syukur alhamdulilah. Kalau masih sakit pergilah ke dokter. Minta Archi mengantarmu," pesan Ibu.
"Iya, terimakasih Ibu Mertua,"
"Istirahatlah lagi!" ucap ibu lalu berbalik menuju pintu.
Archi memasang wajah angkuh penuh kemenangan ketika Kakaknya melewatinya.
Kakak dan Ibu keluar dari kamar Archi dan berjalan menuju tangga. Segera Archi menutup pintu dan melompat memeluk Agust dengan melingkarkan tangannya di leher pria yang lebih tinggi darinya itu. Archi melompat-lompat kecil kegirangan.
"Eeeh...lepasin!" seru Agust menarik kepalanya kebelakang dan wajahnya yang meringis menahan tawa dalam pelukan Archi.
Cekleekk....
Pintu kamarnya terbuka lagi, terlihat kakak di sana. Archi dan Agust yang terkejut karenanya kehilangan keseimbangan dan jatuh berpelukan ke atas tempat tidur. Mata mereka saling memandang.
"Ya ampun....!" gerutu kakak. "Baru ditinggal sebentar udah bermesraan aja!" sambungnya jengkel. Dengan wajah memerah Agust dan Archi bangkit berdiri.
"Ibu manggil tuh!" kata kakak. "Aku nggak percaya kalau mereka sebelumnya nggak saling kenal," gumam Kakak dongkol sambil menggeleng dan berbalik pergi dari kamar Archi.
...****************...
Ketika makan malam tiba keluarga Archi berkumpul di meja makan tanpa terkecuali.
"Kamu sudah membaik Agust?" tanya Ayah di sela makannya.
"Sudah Ayah. Sudah sembuh total." Agust nyengir seraya menunjuk matanya yang cerah.
"Alhamdulilah kalau begitu,"
"Mmm..., Ayah...," Archi terdengar ragu dalam bicaranya. Ada yang sedang dia pikirkan dan ingin di sampaikan namun itu terasa berat untuknya.
"Ada apa Archi?" tanya Ayah menatap lembut ke arah Archi. Begitu pula semua mata di meja makan beralih menatapnya.
"Ayah..., sekarang aku kan sudah menikah." Kali ini suaranya terdengar lebih mantap dari sebelumnya. "Aku ingin meminta izin untuk bisa hidup mandiri," sambungnya.
"Maksudmu hidup mandiri bagaimana Archi?" tanya Ayah yang sesungguhnya sudah tahu arah pembicaraan Archi hanya saja dia ingin Archi memperjelasnya.
"A..aku.., aku ingin mengontrak rumah untuk kami," jawab Archi.
"Apa?" pekik ibu terkejut. Matanya terbelalak, begitupun ekpresi Agust dan Kakak yang tidak menyangka Archi akan meminta hal itu. Sementara Ayahnya yang tenang bergeming.
"Kamu nggak boleh keluar dari rumah ini," tolak Ibu buru-buru.
"Maaf Archi. Tetapi Ayah juga nggak bisa mengizinkan kalian mengontrak rumah sendiri," jawab Ayahnya.
"Tetapi kenapa Ayah? Kami juga kan perlu privasi," sanggah Archi.
"Privasi katanya. Bilang aja kamu mau berduan terus sama suami kamu," ketus kakak. "Kamu bohong kan, soal awalnya kamu nggak kenal dia. Kamu memang bawa dia masuk ke kamar kamu,"
"Kok jadi bahas itu?" sungut Archi.
"Lihat aja sekarang, kamu bucin banget sama dia. Tahu nggak? Kalian itu nggak kelihatan kaya orang asing," tandas kakak.
"Sudah...sudah....! Jangan ribut di meja makan!" tegur Ayah. "Kamu kan tahu Agust itu amnesia. Dia kehilangan ingatan masa lalunya sampai-sampai tidak tahu keluarganya dimana. Akan berbahaya kalau dia ditinggal sendirian di kontrakan." jawab Ayah sangat bijaksana.
"Jadi jangan berpikir untuk tinggal berduaan saja di rumah kontrakan. Lebih aman kalau Agust tinggal bersama kita di sini," sambung Ayah.
Archi melipat wajahnya, "iya ayah. Aku mengerti," jawabnya lirih.
Selesai makan Archi dan Agust kembali ke kamar.
"Mengapa tiba-tiba kamu meminta tinggal di kontrakan?" tanya Agust yang masih bingung.
"Kalau kita tinggal berdua doang itu lebih memudahkan aku kalau kamu lagi berubah jadi kucing," suara Archi meninggi. "Aku nggak perlu main umpet-umpetan sama keluargaku buat nutupin yang sebenarnya."
"Maaf ya, aku jadi ngerepotin kamu." Agust yang merasa bersalah menunduk tampak bersedih. Melihatnya Archi jadi merasa tidak enak hati.
"Nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah apa-apa kok. Ini juga kan diluar kendali kamu," jawab Archi menyesali perkataan sebelumnya.
"Aku berharap bisa mengingat semua secepatnya jadi kita bisa mencari cara untuk bisa merubahku lagi," Agust mengangkat wajahnya.
"Merubahmu lagi jadi apa? Kalau kamu aslinya kucing lalu pernikahan ini bagaimana?" pikir Archi memandang nanar.
"Kalau dalam cerita Beauty and the Beast dan Pangeran Kodok bagaimana tokoh utama mematahkan kutukannya?" tanya Agust tiba-tiba.
Semburat warna merah memenuhi wajah Archi mengingat jawaban dari pertanyaan Agust.
"A...apa?" tanya Archi berpura-pura tidak mengerti.
"Bagaimana cara Beast dan Pangeran Kodok berubah jadi manusia lagi?" Agust menyederhanakan pertanyaan agar bisa langsung di jawab Archi.
"I..itu...," Archi terlihat salah tingkah dibuatnya.
"I-tu apa?" cecar Agust tidak sabar mendengar jawaban Archi.
"Yaa aku kan sudah bilang, karena mereka menemukan cinta sejati mereka," jawab Archi secara klise.
"Benarkah? Hanya seperti itu?" tanya Agust tidak yakin karena melihat wajah Archi yang tegang.
"Iya,"
"Ayolah...! Aku tahu ada hal lain. Iya kan?" paksa Agust menarik-narik lengan Archi.
"Beast berubah menjadi manusia karena Belle menyatakan perasaan cintanya," jawab Archi terasa enggan.
"Kamu mencintai aku nggak?" tanya Agust membuat wajah Archi benar-benar matang oleh warna merah.
"Pertanyaan macam apa itu? Mana bisa perasaan cinta muncul tiba-tiba," jawab Archi tidak mau menatap Agust.
"Kalau kamu mengatakannya mungkin aku bisa menjadi manusia lagi." Agust menghadapkan wajahnya ke wajah Archi lagi.
"Mengatakan cinta bukan asal bilang cinta tetapi harus dari hati. Belle menangis saat Beast sekarat karena serangan babi hutan lalu dia mengatakan Beast jangan pergi karena dia mencintai Beast," jelas Archi.
"Gitu ya. Susah juga. Kalau Pangeran Kodok bagaimana cara dia berubah?"
"Udah ya... Aku ngantuk mau tidur," Dalih Archi melarikan diri dari pertanyaan Agust.
"Hey...jangan gitu. Katakan dulu bagaimana?" cecar Agust mengikuti Archi ke tempat tidur.
"Ya sama aja kaya kisah Beauty and the Beast," jawab Archi sambil merebahkan badannya di tempat tidur dan menarik selimutnya ke dada.
"Huuuh...aku cari tahu sendiri aja. Di kamar Kenji banyak buku dongeng. Aku pasti menemukan dongeng itu juga," kesal Agust berjalan keluar kamar Archi.
"Nyaris aja!" kata Archi bernapas lega karena berhasil lolos dari pertanyaan Agust.
Dia memikirkan kembali jawaban yang harusnya dia berikan kepada Agust tentang Pangeran Kodok. Bagaimana Pangeran berubah lagi menjadi manusia karena di cium sang Putri.
Dalam bayangannya mereka saling berhadapan dan saling mendekatkan wajah. Dia bisa merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Ketika mereka semakin dekat Archi menggeleng, menghempas pikiran itu secepatnya.
"Aaaaaa.....!" pekiknya seraya menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Dia terus menggeleng dan jadi malu sendiri.
"Apa yang aku pikirkan itu. Aduuuh nggak boleh, itu nggak boleh!" tekannya lalu dia berbaring dan menutup seluruh wajahnya sampai kepala dengan selimut. Hingga tanpa terasa dia memejamkan mata.
Esok paginya saat Archi bangun dari tidurnya dia melihat Agust yang sudah mandi dan bertingkah cukup aneh. Curi-curi pandang, Agust melihat Archi dan senyum-senyum malu.
"Kamu kenapa? Mengapa menatapku seperti itu?" tanya Archi merasa aneh.
"Nggak...," jawab Agust menunduk sambil tersipu. Dia menoleh ke balik punggungnya dan melihat buku cerita tentang Pangeran Kodok digenggaman tangannya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Diana Amalia
wah gajadi nangis
2023-09-02
1
naina
kok q curiga sama ayah y...
jangan2 ayah sebenarnya tahu sesuatu hehe... 😁😁
2023-07-24
1