Hampir semalaman Archi nggak bisa tidur karena semakin resah mengenai keadaan Agust. Beberapa kali dia menoleh ke arah Agust untuk memastikan apakah Agust telah berubah lagi atau belum. Sementara orang - maksudnya kucing - yang diresahkan tertidur sangat nyenyak seolah tanpa beban.
Hingga jam 3 malam nggak ada tanda-tanda Agust akan kembali jadi manusia. Archi mulai putus asa.
Tanpa terasa Archi memejamkan matanya. Alarm dari handphone Archi di bawah bantal berbunyi. Waktu menunjukkan pukul 5.30 pagi. Karena sangat mengantuk akibat tidur menjelang shubuh sampai Archi tidak mendengar adzan shubuh.
Dengan mata masih terpejam Archi meraih handphone-nya untuk sekedar mematikan alarm. Saat itu dia merasa pergerakan badannya tidak leluasa. Seperti ada yang menahannya. Dia pun membuka sedikit matanya dan melihat Agust yang sudah menjadi manusia tanpa busana tengah memeluknya. Hanya bagian bawah tubuh Agust yang tertutup selimut.
"Waaa...!" jeritnya, melonjak kaget.
Gubraaaaakkk!!!!
Di ikuti suara badannya yang jatuh ke lantai. Karena tidur terlalu di pinggir tempat tidur membuat Archi jatuh dengan sekali gerakan.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Agust khawatir, menoleh dari atas tempat tidur.
"Aduuuh..." raung Archi kesakitan seraya memegang punggung bawah. "Apanya yang nggak apa-apa, sakit tahu!"
"Waah!!!" Ekpresi sakit Archi berubah seketika. Matanya berkilat, senyumnya mengembang. Archi berdiri dan segera menyeruduk memeluk Agust dengan kegirangan.
"Kamu bisa juga berubah lagi jadi manusia!" serunya sedikit terharu dari matanya yang berkaca-kaca.
"Seneng banget aku jadi manusia lagi!" ledek Agust sambil balas memeluk Archi.
"Iyalah...kalau kamu nggak berubah lagi, apa kata keluargaku nanti?" Archi melepas pelukannya, duduk bersila berhadapan dengan Agust sambil mengusap air mata di pipinya.
"Baru menikah sudah ditinggal kabur suaminya, terus aku jadi janda," sambung Archi, manyun. Agust pun membantu mengusap air mata Archi.
"Heum...kamu cuman takut jadi janda. Kirain takut kehilangan aku," keluh Agust.
"Ya itu juga," gumam Archi lirih.
"Apa?" tanya Agust yang tidak bisa mendengar ucapan Archi.
"Nggak kok...Udah mau jam 6, nanti aku telat ke kantor lagi," kata Archi menunjuk jam di dinding. Mengalihkan pembicaraan.
"Oh iya, belum salat juga, kan?" ucap Agust mengingatkan.
"Iya," Archi mengangguk. "Jangan bangun dulu! Aku ambilin baju kamu," Archi berjalan ke lemarinya.
"Kamu udah nggak risih lihat aku begini?" sindir Agust seraya menunjuk dengan mulut tubuh atasnya yang tidak tertutup kain.
Di hadapan lemari wajah Archi merah padam, ia tersipu malu seraya mengembangkan setengah senyumnya. Hatinya pun berdegup kencang.
"Apa sih kamu tuh..." elak Archi pura-pura kesal lalu menarik kaos hitam dan celana dari lemarinya.
Beberapa kaos, celana training dan pendek yang ada dilemari Archi sengaja dibelikan Ayah Archi untuk Agust kenakan. Jadi Agust tidak takut kehabisan baju lagi. Ayah pun membelikan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan Agust.
...****************...
Malam harinya, sepulang Archi bekerja dan setelah mereka makan malam bersama ayah dan ibu, Archi dan Agust masuk ke kamar mereka.
"Jadi apa yang harus kita lakukan pertama untuk menemukan masa laluku?" tanya Agust memandang keluar jendela. Sementara Archi duduk bersandar di tempat tidur.
Sejak menikah Archi tidak berani memakai tanktop dan celana pendek lagi. Dia lebih sering tidur menggunakan kaos dan celana ledging model aladin untuk berjaga-jaga.
"Gimana ya? Bingung juga kalau nggak ada petunjuk," jawab Archi menaruh buku yang sedang dia baca.
"Apa nggak ada bayangan ingatan kamu yang bisa kita pakai untuk jadi petunjuk?" sambung Archi.
"Yang terbayang oleh aku hanya saat aku sedang terlunta-lunta di jalanan dan aku juga pernah disiram ibu warung karena mencuri ikannya,"
"Apa kamu tahu jalanan itu dimana? Dan warungnya juga?" tanya Archi.
"Di depan komplek perumahan kamu kalau aku nggak salah. Karena jalanan itu aku lalui juga sebelum kita bertemu,"
"Gitu, ya. Ya sudah, kita coba saja telusuri dulu. Mungkin dari situ kita bisa dapatkan petunjuk lain," saran Archi.
"Kapan kita akan mencari tahu?" tanya Agust menyuruk kehadapan Archi dengan semangat.
"Ya kalau aku libur atuh," jawab Archi sambil merebahkan badannya di kasur. "Sekarang aku mau tidur. Capek. Besok masih harus kerja,"
"Hufh...padahal aku udah nggak sabar mau tahu aku ini sebenarnya apa," dumel Agust memandangi Archi yang sudah memejamkan mata.
Pagi pun tiba . .
Setelah semua orang berangkat kerja, tinggalah Agust, Kenji dan Ibu di rumah. Ketika Agust masuk ke dalam rumah setelah mengantar Archi berangkat kerja, dia melihat Kenji telah siap dengan seragam TK nya, berwarna biru muda, memakai bucket hat berwarna kuning, tas slempang berwarna jingga dan kotak bekal di tangan. Terlihat sangat imut.
"Kenji belum berangkat ke sekolah?" tanya Agust merunduk di hadapan Kenji yang merengut duduk di sofa depan televisi.
"Belum, Ka. Ibu sedang membetulkan pipa air kitchen sink di dapur, bocor," kata Kenji masih manyun, kesal.
"Benarkah? Sebentar ya!" Agust bergegas mengecek ke dapur.
Agust melihat ibu Archi sedang mengutak-ngatik pipa air di bawah meja kithen sink. Dan air terlihat menggenang di bawah mejanya.
"Ibu mertua!" panggil Agust gugup. Ini pertama kalinya dia bicara dengan Ibu.
Ibu Archi mengeluarkan kepalanya dari kolong meja.
"Kalau nggak keberataan biar saya aja yang benerin keran airnya. Ibu mertua bisa mengantar Kenji sekolah," kata Agust menawarkan diri dengan sopan dalam nada suaranya yang lirih dan gemetar.
Karena Agust menyadari bahwa Ibu Mertuanya belum menerimanya jadi menantunya. Jangankan menganggap menantunya, bahkan Ibu belum pernah berbicara dengan Agust. Wajahnya selalu sinis dan menunjukkan ketidak sukaan kepada Agust. Agust benar-benar seperti orang asing di hadapan Ibu Archi.
"Kamu? Mau membetulkan pipa ini?" Ibu merasa ragu.
"Iya bu. Kasian Kenji kalau terlambat ke sekolah," jawab Agust.
Ibu berpikir sejenak. Dengan terpaksa akhirnya dia menerima tawaran Agust karena dia tidak punya pilihan lain daripada Kenji terlambat ke sekolah.
"Ya sudah. Tetapi hati-hati ya. Kalau nggak bisa kamu tinggal aja," pesan Ibu.
"Baik ibu mertua!" jawab Agust.
Ibu bergumam dalam hati, "Apa dia bisa membetulkan pipanya, ya?" Ibu menoleh sebelum keluar dari dapur. Memandangi Agust yang bersiap memeriksa pipa.
Kemudian Agust sudah memasukan setengah badannya ke kolong meja kitchen sink dengan kunci inggris di tangan.
"Dia aja nggak bisa ingat apa-apa sama hidup dia. Apa dia bisa tahu cara membetulkan pipa?" sambung Ibu bertambah ragu dan resah. Takut-takut kalau Agust malah akan membuat pipa itu bertambah rusak dan membuat dapurnya jadi kolam air.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments