"Jadi pernikahan akan dilaksanakan secepatnya," ucap ayah.
Mata ibu terlihat berkaca-kaca, bibirnya kelu tetapi seperti ada yang ingin dia sampaikan.
"Ayah akan meminta bantuan teman ayah untuk mengurus segala legalitas Pria ini. Yang pasti Minggu depan pernikahan itu akan dilaksanakan," sambung pria bertubuh kurus dan tinggi itu.
"Apa ada yang mau kamu sampaikan anak muda?" tanya Ayah menatap pria putih.
"Nggak ada tuan." jawab pria putih.
"Baguslah. Nggak akan ada pesta resepsi, apa kamu keberatan Archi?"
"Nggak ayah. Itu lebih baik," jawab Archi lesu.
"Jadi kita semua sudah sepakat." kata Ayah tanpa ada yang menanggapi.
"Tetapi karena kita juga memiliki keluarga Ayah akan tetap mengundang sanak saudara kita. Hanya yang dekat saja. Terutama Kakek dan Nenek kalian," sambung Ayah.
"Jangan dong Yah. Aku malu kalau banyak yang datang." jawab Archi keberatan.
"Malu kenapa? Kalian menikah secara sah, secara agam dan negara. Pria itu juga ganteng, bisa untuk dibanggakan." jawab Ayah.
"Ya terus aku harus jawab apa tentang pria ini? Dia aja nggak tau identitas dia. Terus aku juga harus ngaku aku nikah karena dia ada dikamar aku tanpa busana gitu?"
"Ya nggak gitu Atuh Archi!" Ayah menimpali.
"Kamu jawab saja, dia ini dijodohkan oleh Ayah kepadamu. Dia itu anak yatim dari teman ayah. Kan bisa jawab seperti itu," kata Ayah menjelaskan rinciannya.
"Terus pasti ada yang nanya dia kerjaannya apa?" tanya Archi lagi.
"Bilang aja wiraswasta. Berdagang atau apalah gitu," jawab Ayah.
"Kalian berdua juga!" Ayah menunjuk Kakak dan Ibu. "Jangan bicara atau membocorkan tentang alasan pernikahan ini yang sebenarnya. Walau bagaimanapun kita ini keluarga. Bila satu terkena aib pasti yang lain juga kena."
"Aib...jadi mereka benar-benar menganggap aku ini aib?" inner Archi kesal.
"Paham kalian semua?" tanya Ayah untuk semuanya.
"Paham, Ayah!" jawab seluruhnya berbarengan.
Setelah itu di kamar ayah dan ibu.
Ayah bersiap untuk pergi bekerja. Memakai kemeja dan celana panjang. Dan kacamata minusnya yang tidak pernah ketinggalan.
"Ayah...apa ayah yakin akan menikahkan mereka?" tanya ibu matanya masih berkaca-kaca.
"Iya," jawab ayah singkat, terdengar dingin sambil memakai dasi motif abstraknya sendiri.
Biasanya Ibu akan membantu, namun karena kejadian ini Ibu yang selalu galau dan gundah gulana menjadi tidak semangat untuk melakukan apapun. Dia hanya memikirkan Archi dan nasibnya yang dirasa tidak beruntung.
"Tetapi ayah...nggak ada yang tahu kalau pria itu ada di kamar Archi selain kita. Ayah...ibu mohon kita gagalkan pernikahan ini. Kita usir saja pria itu dan semua akan aman. Archi nggak perlu menikah dengan dia," mohon ibu mulai menitikan air mata.
Ayah menghela napas lalu merangkul lengan atas ibu, "Ibu, ini bukan hanya karena nggak ada orang lain yang tahu, tetapi kewajiban kita menjaga putri kita. Sekarang kita tahu Archi berani membawa pria ke kamarnya. Kalau itu kita biarkan bagaimana kalau dia terus mengulanginya dan sampailah dia hamil tanpa menikah? Apa ibu mau seperti itu?"
"Ayah...,ibu mengenal Archi meski ibu nggak mendukung perkataan Archi tetapi ibu yakin Archi nggak akan berbuat zina. Archi bukan orang seperti itu,"
"Kalau dia nggak seperti itu. Sekarang bagaimana ibu bisa menjelaskan bagaimana pria itu bisa ada di sana, tidak berpakaian lagi?" tanya Ayah
"Laki-laki dan perempuan dalam satu kamar tanpa busana. Astagfirullah...Ayah nggak bisa teruskan," tambahnya.
"Percayalah sama ayah bu, ini demi kebaikan Archi," ayah mencoba menenangkan Ibu.
Meskipun hanya sebatas ayah sambung bagi Kakak dan Archi namun Ayah sangat menyayangi mereka seperti anak kandungnya sendiri. Ayah tidak pernah membedakan mereka satu sama lain, dan tetap memberikan perhatian yang sama.
"Siapa yang nggak sedih melihat anak gadis yang dia besarkan harus menikah dengan cara seperti ini?" ibu kembali menangis. "Ibu ingin Archi mendapatkan pasangan yang lebih baik, asal usulnya jelas, dan menikah dengan cara baik seperti anak gadis lainnya. Di rayakan besar-besaran. Apalagi dia putri bungsu kita."
"Kalau hanya ibu ingin Archi menikah besar-besaran. Ayah siap membiayainya. Apa itu yang ibu mau?"
Ibu hanya menggeleng.
"Ayahpun sedih jadinya harus seperti ini. Tetapi ayah yakin ini adalah keputusan yang terbaik. Lagipula ayah lihat pria itu juga pria yang baik. Jadi ibu tenanglah," ayah menepuk pundak ibu lembut dan mengambil tas kerjanya.
"Bagaimana aku bisa tenang?" batin ibu. "Aku akan bicara sekali lagi kepada Archi,"
Ayah berangkat ke tempat kerjanya. Ibu mengantar Ayah sampai di depan rumah. Lalu
Ibu menemui Archi di kamarnya. Di sana masih ada pria putih yang sedang mengobrol dengan Archi. Ibu menatap pria putih dengan sinis, penuh kebencian.
"Archi ibu ingin bicara!" pinta Ibu, suaranya datar namun tegas.
"Aku permisi," pamit pria putih keluar dari kamar. Dia menoleh ke arah Archi sebelum benar-benar keluar dari pintu kamar. Dia berjan ke lantai bawah menuju kamar Kenji.
"Kamu mengatakan kamu nggak mengenal pria itu, tetapi kamu mengobrol dengannya berduaan di kamar?" tuding Ibu kini terdengar geram.
"Aku memang nggak mengenalnya tetapi karena kami akan menikah, aku perlu mengenal dia lebih dekat dengan cara sering mengobrol," dalih Archi memberi alasan.
"Apa yang kamu mau kenali, dirinya sendiri saja nggak mengenal dirinya," cela Ibu.
"Ibu...," tiba-tiba kakak datang masuk ke kamar. "Ibu, aku ada siaran live hari ini. Aku pergi bekerja dulu ya bu," pamitnya seraya mencium tangan Ibunya.
"Iya sayang. Hati-hati di jalan," pinta ibu mencium kening kakak.
Kakak menedengkan tangannya di hadapan wajah Archi dengan enggan Archi mencium tangan kakaknya.
Setelah kakak pergi,
"Ibu lihat kamu nggak keberatan menikah dengan pria itu?" nada suaranya sinis.
"Apa yang bisa aku lakukan ibu? Kita sama-sama tau bagaimana ayah. Ayah sudah memutuskan apakah aku bisa melawannya? Apa ibu bisa merubah pendirian ayah?"
Ibu terdiam memandang ke langit-langit.
"Kalau ibu bisa melakukannya, aku akan melawan ayah dan mengatakan aku nggak akan menikah dengan pria itu. Tetapi Ibu nggak bisa, kan? Apa ibu ingin aku diusir saja agar aku nggak jadi menikah?"
"Nggak. Ibu nggak bisa melihat mu pergi dari sini." jawab Ibu buru-buru.
"Akan aku lakukan apa saja untuk ibu. Asal ibu bisa bahagia," tatapan Archi sendu, matanya berkaca-kaca seraya menggenggam jemari ibunya dengan getir.
"Kita nggak ada pilihan lain selain menuruti keinginan ayah. Ibu doakan saja aku agar aku bahagia dengan pria itu," pinta Archi.
Ibu memeluk putri bungsunya itu sambil menangis. Archi pun tak kuasa untuk ikut menangis.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
YouTube: hofi_03
anaknya ibu pasti bahagia tenang aja bu 😁 keputusan ayah sudah sangat tepat 😁😁
2023-10-09
1