"Haduuuh...ampun deh!" keluh Ibu di halaman samping yang berada tepat di bawah jendela kamar Archi. Kebetulan Archi sedang menikmati pemandangan dari jendela kamarnya.
"Kotoran kucing dimana-mana. Jadi bau kan!" sambungnya menyerok kotoran dengan sendok semen dan memasukkannya ke plastik.
"Aaduuuh...!" Archi mengaduh tanpa suara dengan mengerutkan wajahnya. Perlahan-lahan dia memasukan kepalanya sebelum ibunya menyadari keberadaannya.
"Archi....! Sini kamu turun bantu ibu nyerok kotoran!"
"Ya ampun Bu! Masa liburan aku harus nyerok kotoran sih!" keluh Archi terpaksa mengeluarkan kepalanya lagi keluar jendela.
"Ya kan gara-gara kamu juga suka kasih makan kucing liar jadi mereka sering datang ke sini,"
"Ya ngasih makan kan termasuk sedekah Bu," jawab Archi terkekeh dan memasukan kepalanya lagi ke dalam.
"Kamu tuh! Buang kotoran di situ," omel Archi kepada Agust yang sedang menjilati badannya di atas tempat tidur.
"Wajarlah aku buang air di halaman, aku kan kucing. Daripada aku buang air di kamar ini," batin Agust kucing. Tanpa berhenti mandi jilat dan terkesan cuek, tidak peduli dengan Archi.
"Harusnya kamu tuh buang kotoran di kamar mandi!" sambungnya merengut.
Agust berhenti menjilati tubuhnya dan memandang Archi sinis,
"Kalau aku bulak balik ke kamar mandi, apa bukan malah bikin orang rumah curiga? Ampun deeh...!" gerutu hati Agust.
"Eh....berubah lagi dong jadi manusia! Kalau kamu jadi kucing terus gimana jadinya nanti?"
"Kalau aja aku tahu cara buat berubah lagi, aku pasti udah berubah dari kemarin," jawab hati Agust. Dan dia berdiri di empat kakinya dan meregangkan tubuhnya ke atas. Mulutnya terbuka lebar untuk menguap. Ia berputar mencari posisi yang pas untuk merebahkan tubuhnya. Dengan santai Agust meringkuk dan memejamkan mata.
"Huh...kucing tetap aja kucing. Cuek, tidur aja kerjaannya. Aku yang pusing nyari cara buat nutupin keadaan ini," Archi bangkit dengan wajah cemberut.
Karena Agust belum berubah jadi manusia Archi harus main kucing-kucingan dengan keluarganya. Sebisa mungkin dia tidak keluar kamar untuk menghindari keluarganya. Ketika jam makan dia tidak turun dan akan mengambil makan setelah yang lain selesai makan dan masuk ke kamar masing-masing.
Tok...tok...tokkk....
"Ka Agust...!" panggil Kenji dari luar kamar. "Katanya mau ajarin aku main basket," kata Kenji.
"Ka Agust...!" panggilnya lagi.
Archi membuka pintu sedikit lalu keluar dari sana.
"Ka Agustnya lagi tidur. Main basketnya besok aja ya? Sekarang juga kan udah sore," jawab Archi.
"Uuuggghhh...! Kak Agust tidur terus!" dumel Kenji sambil manyun. Archi nyengir sambil memegang pundak Kenji.
"Gimana kalau kita beli es krim aja?" lobi Archi mencoba membujuk adik kecilnya agar tidak ngambek lagi.
"Di kulkas ada es krim," jawab Kenji masih merajuk.
"Bukan es krim yang itu. Es krim yang ada bobanya itu loh,"
"Es krim Misune?" seru Kenji antusias.
"Iya, ayo jalan!" ajak Archi. "Sebentar kakak kunci kamar dulu," kata Archi mengunci pintu kamarnya agar tidak bisa dibuka dari luar.
Agar adik kecilnya tidak ngambek jadilah Archi membawanya ke kedai Misune yang ada di ruko depan komplek. Selain membeli untuk Kenji, Archi pun beli untuk ayah, ibu, kakak dan juga kucing putih alias Agust.
"Ibu aku beli es krim boba!" seru Kenji.
"Kalian jalan berdua aja?" tanya Ayah terlihat bingung. "Ayah pikir sama Agust juga,"
"Ka Agust tidur. Padahal Kenji mau main basket sama Kak Agust," cakap Kenji duduk di sofa sambil menikmati es krimnya.
Archi tersenyum dipaksakan. "Aku ke atas ya Ayah, mau bangunin Agust," dalih Archi membawa gelas cup es krim yang dia belikan untuk Agust sebelum ayahnya bertanya lebih jauh lagi.
Archi masuk ke kamarnya dan tidak lupa mengunci pintu dari dalam.
"Hufh...! Aku pikir kamu udah berubah lagi jadi manusia," keluh Archi menaruh es krim di wadah datar agar bisa dimakan Agust.
"Jangan banyak-banyak nanti kamu sakit perut," larangnya lalu memakan es krim sisa yang tidak ditaruh di wadah datar.
"Meong...!" Agust mengeong seolah meminta Archi memberikan es krimnya lagi.
"Nggak boleh..., ini buat aku. Kucing bisa sakit perut kalau kebanyakan makan es krim,"
"Meooong...!" Agust memaksa.
"Sedikit aja ya," Archi menaruh sesendok es krim di wadah.
"Lebih baik kamu cari cara biar bisa berubah jadi manusia lagi. Sampai kapan aku bisa nyembunyiin kamu dari keluargaku,"
"Kalau aku tahu juga aku pasti merubah diri," sahut hati Agust.
"Mungkin ada mantra sihirnya yang bisa bikin kamu berubah? Atau kaya putri duyung yang bakal berubah jadi manusia kalau ekornya di keringin. Kalau kamu kira-kira apa?" tanya Archi bingung. Menaruh telunjuknya di bibirnya yang manyun.
"Atau jangan-jangan di suatu tempat ada yang jagain lilin kamu tapi dia ketiduran terus lilinnya mati jadi kamu nggak bisa berubah lagi jadi manusia,"
"Memang dia pikir aku ini babi ngepet, eu..., bukan, maksudnya kucing ngepet," batin Agust.
"Nggak... Nggakk... Aku nggak suka kemungkinan yang itu. Celakalah aku kalau kamu nggak bisa berubah lagi jadi manusia lagi," sergah Archi sendiri menghempas kemungkinan terburuk dalam perjalanan hidupnya itu.
"Walau aku nikah terpaksa sama kamu tetapi aku juga nggak mau terpaksa harus jadi janda. Haduuuh... Gimana dong?" Archi mencengkram rambutnya kuat-kuat.
"Yang dia pikirin jadi janda aja terus! Dia lebih peduli statusnya ternyata daripada sama akunya," sesal batin Agust merasa kecewa.
Hari Sabtu pun tiba, hari ke 3 Agust tetap menjadi kucing putih. Bau-bau kejanggalan mulai tercium keluarga Archi. Mereka mulai curiga karena tidak melihat sosok Agust sekalipun dalam tiga hari ini.
"Archi... Agust baik-baik aja kan?" tanya Ayahnya ketika berpapasan di dapur.
"Iya Ayah, dia baik kok!" Wajah Archi terlihat tegang dan pucat. Dia tidak bisa menutupi kegugupannya.
"Tetapi kenapa dia di kamar terus?" tanya Ayah. Pandangannya menyelidik.
"Eu..., itu... Dia sakit mata ayah, jadi dia malu kalau harus keluar dengan mata merah dan bengkaknya," jawab Archi berbohong.
"Kalau dia sakit, kenapa nggak kamu bawa ke dokter, Archi?"
"Dia malu Ayah. Dia bilang nanti juga sembuh sendiri daripada harus keluar rumah dengan matanya yang begitu,"
"Ya sudah..., Ayah aja yang coba periksa," kata Ayah berdiri dari duduknya di kursi meja makan.
"Ayah..., nggak usah... Jangan!" cegah Archi mengikuti Ayahnya menuju ke tangga.
"Kenapa jangan? Kamu tega emang membiarkan suami kamu sakit terus matanya,"
"Tapi ayah..., itu...,"
"Ayah..., katanya ayahnya harus ke pabrik jam 4? Ini dah mau jam 4 loh," Ibu mengingatkan Ayah tentang panggilan mendadak dari pabrik Ayah bekerja.
"Ya ampun..., ayah telat kalau gitu!" kata Ayah menepuk dahi. "Ayah akan periksa Agust nanti. Setelah ayah kembali dari pabrik," ujar Ayah pergi ke kamarnya.
Archi menghela napas lega. Kali ini dia beruntung lagi dalam menuntupi kebenaran soal Agust. Tetapi tanpa dia sadari ternyata kakaknya di ruang tamu tengah memperhatikan gelagat anehnya.
"Kamu kenapa?" tanya Kakak, menyelidik.
"Nggak kenapa-kenapa? Memangnya kenapa?" jawab Archi gugup.
"Itu kamu kenapa bersikap aneh begitu? Mencurigakan," sahut Kakak berdiri dan menghampiri Archi.
Kakak melipat tangan di dada, "tetapi dipikir-pikir, aneh juga nggak sih? Agust nggak keluar kamar selama tiga hari ini? Ini pasti ada sesuatu deh," Kakak memicingkan matanya.
"Ya namanya juga orang sakit,"
"Kita satu rumah Archi. Sesakit sakitnya kita, kita pasti keluar kamar untuk ke kamar mandi misalnya. Tetapi aku nggak pernah berpapasan sama dia sama sekali. Padahal kita satu lantai, di atas,"
Bola mata Archi bergerak tak menentu.
"Kamu pasti menyembunyikan sesuatu dari kami, kan?" tuding Kakak seraya menunjuk Archi.
Mata Archi membesar, "Mana ada!" pekiknya.
"Kalau gitu aku bakal cari tahu sendiri," kata Kakak setengah berlari menaiki tangga.
"E...Kak... Jangan!" Panggil Archi menyusul kakaknya.
"Kalau nggak ada sesuatu kenapa nggak boleh?" dalih kakak hampir sampai ke depan kamar Archi.
Tangannya sudah hampir meraih gagang pintu namun dengan cepat dihalangi oleh Archi.
"Darimana kakak tahu dia nggak ke kamar mandi? Memang Kakak penjaga kamar mandi, bakal tahu pasti dia ke kamar mandi atau nggak?"
"Kalau memang nggak ada apa-apa kenapa kamu kelihatan takut banget nunjukin Agust? Dia kan cuman sakit mata, coba kakak mau lihat minggir!" perintah kakaknya.
"Nggak...!" Archi merentangkan tangan dan kakinya di mulut pintu yang tertutup.
"Archi... Kamu benar-benar mencurigakan kalau begini sama aku. Pasti benar ada yang terjadi. Suamimu kabur dari rumah ya?" terka Kakak langsung
"Nggak kok,"
"Ya udah suruh Agust-nya keluar kalau dia memang ada di kamar,"
"Dia lagi tidur sekarang,"
"Tidur terus. Dia lagi cosplay jadi putri salju ya? Atau lagi berhibernasi kaya beruang? Awas Archi! Aku cuman mau memastikan suamimu ada atau tidak,"
"Kalian ini kenapa sih? Kaya anak kecil!" tegur Ibu yang baru datang dari lantai bawah.
"Iya ini, aneh Bu, selama tiga hari si Agust nggak kelihatan ada di rumah ini, kan?"
"Iya benar kata kakakmu. Ibu juga lagi kepikiran itu," dukung Ibu mendekati kakak dan Archi.
"Suamimu baik-baik aja, kan?" tanya Ibu.
"I-iya...dia baik-baik aja,"
"Coba buka pintunya!" titah Ibu. Kali ini Archi tidak bisa mengelak lagi. Mau tidak mau dia harus membukakan pintu karena ibunya yang memintanya.
Archi gemetar, jantungnya berdegup lebih kencang, keringat dingin keluar dari tubuhnya. Jemari-jemari kurusnya begitu berat untuk sampai ke gagang pintu.
"Aaah...lama!" geram kakak menekan kebawah gagang pintu dan membukanya lebar-lebar.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Diana Amalia
aduh nangis kalii aku
2023-09-02
1