"Apa?" pekik Archi seraya berdiri. "Aku nggak mau menikah ayah. Apalagi menikah sama orang yang nggak aku kenal." Archi mendelik sinis ke arah Pria asing itu.
"Masih saja seperti itu. Nggak ada alasan lagi. Kamu harus menikah," tegas ayah. Tidak dapat diganggu gugat.
"Ibu aku mohon, bu!" Archi bersimpuh di kaki ibunya. "Ibu sangat mengenalku, kan bu? Aku nggak mungkin berbuat seperti yang dituduhkan," kata Archi mengiba dengan kilauan air mata di kedua matanya.
"Ibu lebih percaya dengan yang ibu lihat Archi. Ibu nggak bisa membelamu kali ini. Karena kamu memang bersalah. Lebih baik kalian cepat menikah daripada harus menikah karena kamu hamil duluan," ibu menangis membuat Archi tidak tega, tetapi dia pun tidak bisa terima dituduh seperti itu.
"Pulanglah ke rumahmu, anak muda. Katakan pada orangtuamu untuk datang dan melamar putri kami," perintah ayah kepada Pria putih Itu. Pria itu bingung dan celingak celinguk dibuatnya.
"Aku nggak tahu rumahku di mana," jawab pria putih.
Sebutannya pria putih aja ya sebelum terkuak namanya. Karena kulit pria itu memang putih banget.
"Apa? Bagaimana bisa kamu nggak tahu rumah kamu dimana? Mana kartu identitas kamu?" pinta kakak.
"Aku nggak punya kartu identitas," jawab pria putih lagi.
"Lihat kan! Dia memang orang aneh. Masa kalian tega menyuruhku menikah dengan orang asing yang aneh ini," tukas Archi menunjuk pria putih dengan emosi.
"Aneh atau nggak, kamu yang udah bawa dia masuk ke rumah dan tidur bersama di kamar kamu." Ayah meringis, menepis pikiran akan kenyataan putrinya tidur bersama pria di kamarnya. "Kamu harus bertanggung jawab dengan yang kamu lakuin Archi." pungkas Ayah.
"Yang aku bawa semalam itu kucing, bukan orang ini. Makanya aku nanya kemana kucing itu sekarang?" Archi bersikeras dengan pernyataannya.
"Kucing itu lincah dan luwes dia bisa keluar dari rumah bagaimanapun caranya. Kenapa kamu malah mengkhawatirkan kucing itu sih," omel kakak.
"Hufh..." Archi hanya bisa mendengus. Dia bingung untuk bicara apa lagi. Karena keyakinannya dia memang nggak pernah membawa Pria itu ke dalam kamarnya. Yang dia bawa adalah kucing bukan manusia berjenis kelamin laki-laki itu.
Dibalik itu semua Archi pun bingung dan tidak habis pikir bagaimana pria itu bisa ada di dalam kamar dan tidur di atas tempat tidurnya. Mungkinkah dia jatuh dari langit? Atau seseorang yang menjebak nya dengan membawa pria itu masuk ke dalam kamar.
"Kalau dia nggak punya identitas, bagaimana caranya kita menikahkan mereka, ayah?" tanya ibu dengan suaranya yang getir.
"Itu bukan masalah. Ayah akan meminta bantuan kepada teman Ayah di Pemerintahan untuk membuatkan kartu identitas resmi untuknya," jawab Ayah memberi solusi.
"Kenapa harus seperti ini?" Ibu duduk terkulai sambil menangis lagi. Kakak merangkul ibu untuk menguatkannya. "Seenggaknya kalau kamu sudah ngebet mau menikah cari laki-laki yang jelas, kenapa kamu seperti ini sayang!" ibu mengurut dadanya sambil terus menangis.
"Kamu memang berbeda dengan kakakmu. Ibu sedih bila orang selalu membandingkan kalian. Tetapi sekarang ibu mengakui penilaian orang-orang itu benar
"Kakakmu selalu bisa membanggakan kami dengan prestasinya dan attitude nya yang baik. Sementara kamu, kamu nggak punya prestasi akademik dan kamu juga hanya membuat aib bagi kami," kata ibu terisak dalam tangisnya.
Sedih sekaligus kecewa, Archi tidak kuasa menahan airmatanya. Dia sudah tidak bisa berkata-kata, apalagi membela diri. Semua dirasa percuma sekarang. Nggak ada yang mempercayainya lagi.
Tetapi Dia tidak pernah menyangka bahwa hal seperti ini bisa terjadi kepadanya. Dan yang lebih menyakiti hatinya, keluarganya sendiri tidak bisa mempercayai dirinya.
Merasa tidak ada yang bisa dibuatnya lagi di situ dan dia harus pasrah dengan keputusan ayahnya yang sudah pasti tidak dapat dirubah, Archi berjalan menuju ke tangga dengan bahu terkulai. Pria tanpa identitas itu bingung dengan kondisinya, memutuskan mengikuti Archi dari belakang.
"Hey...kamu mau kemana?" pekik kakak Archi menghentikan langkah pria putih.
"A-aku ingin ikut dia," tunjuk pria putih ke arah Archi.
"Ya ampun...!" Kakak menepuk dahi. Ayah menggelengkan kepalanya.
"Antar dia ke kamar Kenji, Levina!" titah ayah. "Sementara dia akan tinggal di kamar Kenji." putus Ayah mencari yang terbaik untuk saat ini.
"Ayo ikut aku!" ajak Kakak memimpin Agust berjalan ke kamar Kenji.
Pria putih mengikuti Kakak ke kamar Kenji. Pria putih menatap sekeliling memperhatikan sekitar rumah Archi yang terasa asing baginya. Di kamarnya Kenji baru saja bangun tidur.
"Kenji..." sapa kakak, tersenyum manis menghampiri Kenji.
"Kenji, kamu mau kan berbagi kamar dengan kakak ini?" tanya kakak duduk sambil merangkul kenji di tempat tidur. Dan tangan satunya menunjuk ke arah Pria putih.
Kenji mengusap matanya yang mengantuk dan memandang pria. Matanya segera terbuka, berbinar dengan riang.
"Aku akan tinggal dengan kakak laki-laki, ka?" tanyanya antusias. Kakak mengangguk.
"Hore...Kenji punya kakak laki-laki!" soraknya turun dari tempat tidur dan segera memeluk pria putih itu. "Kakak mau kan bermain bola sama aku?" tanya Kenji menengadahkan kepalanya untuk menatap pria putih
"Iya mau," jawab Agust tersenyum pada anak kecil berkulit putih itu.
"Baguslah kalau Kenji suka," sambut kakak tersenyum lalu berdiri. "Kakak keluar dulu, ya Kenji? Kenji bermain saja dengan kakak ini," ucap kakak sambil berjalan. Saat melalui pria putih,
"awas kamu jangan macam-macam!" peringati kakak dengan tatapan menusuk.
Membuat pria putih bergidik takut.
"Sini Kak!" ajak Kenji menarik tangan Pria putih duduk di atas tempat tidur.
Sementara di kamarnya, Archi berbaring tertelungkup dan masih menangis memeluk bantalnya.
"mengapa jadi begini?" rengeknya. "Aku aja nggak tahu dia siapa dan kenapa tiba-tiba dia bisa ada di kasurku tanpa berpakaian? Tetapi mereka menuduh ku sudah berbuat yang iya-iya," keluhnya dalam tangis.
"Apa ini semua karena aku membawa kucing liar masuk rumah? Biasanya kucing hitam yang membawa sial, tetapi yang aku bawa kucing putih dan nasibku tetap sial," innernya bicara sendiri.
"Huaaaa....kenapa aku jadi nyalahin kucing. Nggak ada kucing yang bawa sial. Hanya nasibku saja yang nggak bagus." sambungnya.
Di luar dari pria itu tampan, menikah secara tiba-tiba bahkan dengan pria yang belum dia kenal sama sekali itu membuatnya terasa berat. Apalagi bagi Archi yang belum memikirkan soal menikah. Jangankan menikah, diusianya yang sekarang saja dia belum pernah punya pacar. Sulit bagi Archi menerima keputusan yang akan menentukan masa depannya ini. Bagaimanakah nasib Archi ke depannya?
"Sekarang aku harus bagaimana? Menuruti keinginan ayah untuk menikah dengannya? Atau aku kabur saja?"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
YouTube: hofi_03
jangan2 kucingku kalau malem berubah jadi kucing ganteng ya 😬
2023-10-09
1
PORREN46R
Samangat terus ya author
2023-07-04
1