Part Twelve

'Sampai susah gini buka pintunya, kayaknya Nenek beneran nggak pernah buka pintu ini deh. Karena terlalu sedih mungkin kali ya, untuk diingat-ingat tentang Bibi' batin Sisil.

Sisil telah masuk ke ruangan berbentuk persegi panjang itu. Terdapat rak buku besar, tempat tidur dan meja baca. Mata Sisil terfokus pada sebuah foto yang di pigura rapi di atas meja.

'Berdebu banget semuanya, ini foto siapa?' Sisil memegang foto itu lalu membersihkan nya dengan salah satu lembar kertas yang berserakan di lantai.

"Nah kan jelas fotonya. Hmm," ucapnya sendiri sambil memiringkan kepala fokus pada foto tersebut.

'Ini foto Bi Mirna, kalau yang ini kayaknya Om tapi ini kok ada foto aku waktu kecil ya dan ini Bibi Mirna lagi hamil, terus sekarang anaknya mana?'

Sisil begitu penasaran dengan foto itu, ia terduduk di atas ranjang kamar dan mulai memperhatikan wajah yang ada pada foto satu persatu. Ketika hendak duduk, tak sengaja telapak kakinya menginjak benda keras di bawah kolong tempat tidur yang ia duduki.

"Apa itu?" lirihnya dengan keadaan terkejut.

Sisil menundukkan tubuhnya yang tinggi itu, melihat benda apa yang tak sengaja ia injak tadi.

"Ha? Album foto?" Ia mulai merasa khawatir.

Kekhawatiran Sisil bukan karena mamanya yang tiba-tiba saja datang atau Nenek yang memarahinya masuk ke kamar ini, tapi yang ia khawatirkan adalah kebenaran yang akan terjadi setelah menemukan bukti-bukti ini.

Rasa penasaran mulai menggerogoti jiwanya yang telah lelah dihantui teka-teki kenyataan, lalu ia mulai memberanikan diri untuk menyentuh dan membuka lembaran album foto yang memungkin ia menemukan kebenarannya.

Tangan sisil sudah membuka dengan pelan sampul album foto yang sudah usang itu, nyaris hampir terlihat halaman pertamanya.

"Aku nggak sanggup." Menutup paksa album itu dengan keadaan mata tertutup.

Perasaanya tak karuan, ia yakin akan sebuah kebenaran yang akan menyakitkan baginya pula. Lantas Sisil memutuskan untuk menyimpan album foto dan bingkai foto tadi untuk dilihat dan diamati ketika ia benar-benar siap.

Sebab telah larut malam, Sisil mencoba melupakan rasa penasarannya ini dan kembali ke kamar tidurnya. Dengan berjalan pelan, sisil mencoba menenangkan diri. Tubuhnya mulai tampak gemetar dan pikirannya tak karuan. Dengan perlahan Sisil melangkahkan kaki semampainya untuk keluar dari kamar misterius itu.

Ketika telah sampai di pintu kamar, ia menemukan handuk kecil berwarna putih yang cukup menarik perhatiannya di balik pintu. Sebab penasaran Sisil mengambilnya dan suatu fakta yang membuat ia semakin yakin bahwa dia anak dari Bi Mirna pun tak bisa dihindari malam itu. Terdapat tulisan di ujung handuk putih yang menggunakan benang berwarna emas itu, Casilda putriku.

Hatinya begitu hancur menerima kebenaran ini dan tak yakin pula atas hal itu. Dengan menahan rasa terkejutnya ia kembali ke kamar tidurnya. Tampak Dinda telah tertidur pulas. Sisil mencoba menutup mata untuk mengistirahatkan hati dan pikirannya yang tengah kalang kabut menerima kenyataan ini.

Ketika menutupkan matanya yang indah dengan berbulu mata panjang dan bolanya yang cokelat itu, suara hatinya menentang.

'Aku yakin itu pasti handuknya Mama bukan Bi Mirna, pasti kelupaan dulu.' Sebutnya di hati berusaha positif thinking.

'foto itu juga pasti karena rasa sayangnya Bibi, jadinya aku ikut foto keluarga' suara hatinya kian kuat.

"Tapi, kenapa semua mimpi itu mengarah kalau aku anak Bi Mirna, aku nggak mau.'

'pokoknya aku nggak mau. Nggak mungkin Mama Bohong!' ia memarahi keadaan. Meski kebenaran akan tetap saja demikian.

"Aku nggak mau----" Kali itu suara muncul dari bibirnya langsung dengan air mata yang membasahi pipinya yang tidak berisi itu.

Malam kian larut, matanya mulai terpejam dalam keadaan hati yang sedang tidak baik-baik saja. Meski matanya tampak tertutup rapat, Sisil belum benar-benar tertidur. Satu jam, dua jam berlalu, Sisil akhirnya tertidur dengan kondisi pipinya yang basah. Dan kali ini tidak ada mimpi atau gangguan aneh yang terjadi pada tidurnya.

Keesokan paginya, rutinitas pagi sedikit terlambat dilakukan. Satu rumah tertidur begitu pulas, padahal kedua putri kecil di rumah itu akan berangkat sekolah pada jam biasanya. Keadaan rumah pagi itu begitu penuh drama ketergesa-gesaan.

"Ayo Din, udah telat ini!" ujar Mama dari luar rumah.

"Iya, Ma. Ini Dinda udah turun." Dinda berlari di tangga kayu rumah klasik itu.

Mama masuk ke mobil mengambil posisi biasanya,. Mama begitu lihai memutar balikkan bagian depan dari mobil tersebut. Di samping Mama, Sisil tampak duduk lesu dan hanya terdiam. Tak ditemukan satu patah kata pun yang ia lontarkan kepada Mama pagi ini. Namun, Mama tidak heran dengan kondisi ini ditambah memang keadaan rumah pagi ini begitu kacau. Sehingga tak ada kesempatan mereka untuk bicara satu sama lain.

"Ayo, Din," imbau Mama pada Dinda yang tengah memperbaiki posisi sepatunya di kaki.

Dinda langsung berlari menuju mobil dan membuka pintu belakang.

"Ih nggak enak banget diburu-buru." Mukanya terlihat masam.

"Maaf Mama nggak dengar alarm bunyi tadi, makanya telat gini. Maaf ya, Nak!" Sesal Mama lembut dan begitu merasa bersalah. Dinda hanya membalas dengan anggukan, karena ia memang juga bersalah pada kondisi ini.

Mama kemudian melajukan mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi dari biasanya. Bagaimana tidak, dua puluh menit lagi bel berbunyi dan keduanya harus sampai di sekolah masing-masing sebelum jam tersebut.

Langit tampak gelap, sepertinya hujan lebat akan mengguyur Desa tersebut. Sepanjang jalan, warga juga tak begitu ramai berlalu lalang seperti biasanya. Barangkali takut terkepung hujan di sawah atau ladang mereka.

Setelah 12 menit perjalanan akhirnya sampai di sekolah Sisil. Sebelum Sisil turun dari mobil, ia menyalami mamanya tanpa berucap apa-apa. Mama mulai terlihat heran dengan respons Sisil yang tak seperti biasanya.

"Dah, Kak...," ucap Dinda.

"..." Sisil hanya mengangkat tangan kanannya dan terus berjalan tanpa berbalik arah melihat Dinda.

"Semangat belajarnya, Sayang,"ucap Mama menimpali. Namun, Sisil tak merespons.

Mama yang harus Mengantarkan Dinda pula, tak ingin ambil pusing dengan sikap Sisil pagi ini. Mama kemudian menjalankan mobil dengan tenang. Di lain Sisi, Dinda tampak mengecek tas nya dengan keadaan buku yang tidak tersusun rapi kemudian merapikannya.

Terpopuler

Comments

Toti

Toti

suka

2023-06-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!