Part Eighteen

"Hah? Nenek mau apa di sini? Jangan dekat-dekat." Dinda mengeraskan suaranya. Sedangkan Lidya dan Sisil masih tercengang dan linglung.

"Nak, kalian cucu Ijah kan?" tanya Nenek itu. Sisil tertegun dan hanya menganggukkan kepalanya, mengisyarakan memang nama Nenek mereka itu IJAH.

"Ne..nek ini namanya Aminah kah? Sahabat Nenek kami?" tanya Sisil memberanikan diri. Bagaimana pun ia harus memberanikan diri untuk menemukan kebenarannya.

"Iya betul saya Aminah, sahabat Nenek kalian, Nduk."

"Nenek mau apa datangi aku terus?" tanya Sisil.

"Sebenarnya Nenek butuh waktu mengumpulkan keberanian buat menyampaikan semua kebenarannya, Nak."

"Kebenaran apa, Nek?"

"Nenek mulai dari awal ya. Terserah kalian mau percaya atau nggak, meski ini berat itu yang harus dihadapi. Bermula kejadiannya 10 tahun yang lalu, Mirna itu Bibinya kalian, memiliki keluarga kecil. Maaf Nduk, kamu udah tau kalau kamu bukan putri Ibumu yang sekarang?" tanya Nenek Aminah begitu hati-hati. Sisil mengangguk pelan.

"Yah, syukur kamu udah tau sebelum Nenek bilang. Jadi maaf banget kalau ada kata-kata Nenek yang menyakitkan mu." Sisil dan diikuti Dinda memberi anggukan mengisyaratkan mengerti yang dimaksud lawan bicaranya.

"Bundamu Mirna, itu kebenaran yang pertama. Mirna dulunya lulusan S1 Fakultas Sosial dan Ilmu Politik di salah satu kampus swasta di Jakarta. Ia menyelesaikan dengan 3,5 tahun masa kuliah. Kemudian setelah beberapa bulan lulus, Mirna menikah dengan seorang pengusaha kecil-kecilan yang baru memulai karirnya di dunia perkulineran.

"Jadi Mirna sering ditinggal di desa ini bersama Nenekmu, Nenek juga sering kok main ke rumah. Sampai beberapa bulan usia pernikahannya dengan ayahmu, Mirna mengandung anak pertamanya yaitu kamu. Mirna begitu bahagia sampai kamu lahir, kalo nggak salah tahun 1993 ya. Nah, ayahmu mulai sering balik ke desa karena usahanya sudah mulai berkembang, jadi udah ada yang ngurusin di kota. Ayahmu dan Mirna sudah bisa membeli sepetak tanah dan perkebunan di atasnya. Sampai suatu kali permasalahan memuncak," jelas Nenek Aminah dengan simpel dan mudah dipahami.

"Permasalahan gimana, Nek?" tanya Lidya yang kini penasaran.

"Iya, dulu pernah ada pertambangan besar-besar di sini. Nyari pasir yang ada kadar emasnya gitu loh. Nah sampai beberapa tanah memang terdeteksi banyak kadar emasnya gitu, salah satunya daerah sekitar perkebunan ayahmu. Para penambang emas itu membayar tanah warga dua kali lipat dari pembeliannya dulu. Warga tak masalah dengan hal itu, jadi nggak ragu menjual tanahnya. Berbeda dengan Bunda dan ayahmu, mereka tidak mau karena hitung-hitungannya lebih banyak untung jika perkebunan jati itu terus dikembangkan."

"Alhasil, kepala desa harus menegur dan runding dengan bundamu beberapa kali karena desakan warga yang punya perkebunan di sekitar tanahnya. Bunda dan ayahmu bersikeras tidak mau, menggunakan ilmunya ia bantah kepala desa itu karena itu menjadi hak si pemilik tanah gitu." Nenek menjelaskan panjang lebar, ketiganya masih menyimak dengan seksama dan sesekali mengerutkan kening karena banyak hak yang tak dipahami mereka tentang urusan orang dewasa. Sisil tak menangis kali ini karena baginya hal ini hal yang serius.

"Warga desa mengucilkan keluarga Bunda dan nenekmu juga ikut-ikutan dijauhi. Saat itu kamu masih begitu kecil Sil dan belum mengerti apa-apa. Kalau kamu tau dulu bundamu sering ketika ke luar rumah dikata-katain, yang sok pintar lah, nggak guna sekolah tingginya dan masih banyak kata yang menyakitkan lainnya. Pasti saat itu hati bundamu sangat hancur. Sampai suatu kali pernah rumah yang kalian tempati sekarang itu di serang oleh warga. Warga desa sudah kesal dengan kekeraskepalaan Mirna dan suaminya mempertahankan tanah mereka. Yah gitu, tapi tetap saja tidak menemui titik terang."

"Malam itu warga desa mengeluarkan kata-kata kasar yang sangat menyakitkan dan Nenek saat itu terlambat datang, sehingga Nenek masuk ke kerumunan warga itu dan jadinya Ijah mengira Nenek juga membela para warga, ya gitulah tepatnya kesalahpahaman dan belakangan juga sepertinya Ijah udah tau, tapi dianya nggak enak buat nyapa gitu."

"Oiya pantesan Nenek waktu itu menghindar buat bahas Nek Aminah."

"Oh gitu? Ya namanya sahabat dari kecil Nduk, nggak bisa dibohongi Nenek juga ngerasa kangen banget sama nenekmu."

"Oh iya ada satu lagi yang Nenek belum Nenek Kasih tau. Kalau..." ucapan Nek Aminah terpotong setelah melihat Nenek Ijah dan Mama datang dari belakang posisi ketiga gadis itu duduk. Ia terus berlari semampunya untuk menghindari pertemuan dengan Ijah.

"Sil.. Din...," panggil Mama.

"Ami...?" ujar Nenek pelan kemudian fokus kembali kepada tiga gadis itu.

"Ayok pulang, udah mau sore," ajak Mama.

"Iya, Ma." Dinda berdiri dari posisi duduknya. Sementara Sisil masih saja duduk di batu itu.

"Ayo, Sayang," bujuk Mama sembari merangkul Sisil. Sisil melepaskan rangkulan mamanya, kemudian berdiri dan berjalan cepat meninggalkan siapa pun yang ada di tempat itu.

Mama tertunduk sedih, hatinya begitu hancur saat ini. Putri yang ia rawat dengan penuh cinta selama 10 tahun ini bersikap demikian. Hari ini adalah mimpi buruk yang selalu ditakutkan Mama. Namun baginya, Sisil terlalu cepat mengetahui semua ini maka Mama memutuskan untuk menahan semua kebenaran terlebih dahulu sampai Sisil siap. Meski pada akhirnya hal itu yang menjadi bumerang buat hubungan Mama dan Sisil.

"Maafin Sisil ya, Tan." "Lidya mengucapkan demikian sebelum ia berlari mengejar Sisil.

"Nggak apa-apa kok Ma, Ntar pasti Mama sama Kakak baikan lagi." Dinda menenangkan. Disaut anggukan Nenek di samping Mama.

"Ya Udah kita balik sekarang, keburu magrib." Nenek merangkul Mama dan ketiganya berjalan beriringan.

Hari telah malam, makan malam mereka begitu hening dan hambar. Meski sesekali Mama mengajak Dinda dan Lidya untuk mengobrol, tapi tak memberi daya tarik bagi Sisil untuk bergabung dalam cerita-cerita mereka. Sisil, Lidya dan Dinda pun tidur cepat karena besok harus berangkat sekolah dan memang Sisil yang tak memiliki mood lagi untuk berbicara dengan siapa pun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!