Sisil dan Dinda berjalan kembali ke rumah Nenek. Pikiran dari salah satu di antara mereka masih tertinggal pada posisi tadi, melihat wanita paruh baya di sungai yang seakan tak asing baginya. Mereka akhirnya sampai di rumah tepat waktu dengan keadaan napas yang tak teratur, sebab sepanjang jalan terus berlari.
"Hah... haah... hah..., capeknya," gumam Dinda memegangi lututnya.
"Iya capek banget, Din. Ayo langsung masuk pasti udah ditunggu," ajak Sisil.
"Ayo, Kak. Udah laper banget, cacing di perut Dinda udah bertengkar tonjol-tonjokan mereka," kelakar Dinda
sambil tertawa.
"Dek..., Dek, Adek siapa lah kamu nih," jawab Sisil yang jarang memanggil Dinda begitu.
"Tumben," ejek Dinda sambil berlari secepatnya meninggalkan Sisil.
"Kebiasaan," balas Sisil sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Sisil memang tak terlalu banyak bicara bila tidak dibutuhkan, tetapi melihat tingkah Dinda, selalu membuatnya merasakan sisi lain dari diri sendiri.
Sisil dan Dinda menuju meja makan dan benar saja semuanya telah siap di atas meja. Mama mengambil sendok dari dapur dan Nenek tengah menggeser kursi yang akan diduduki. Dinda yang telah sampai duluan dari Sisil, mulai merajela dengan tindakan - tindakan yang menunjukkan keceriannya.
"Yee, Dinda sampai duluan." Suara Dinda terdengar jelas oleh Sisil berada di ruang tengah. yang masih
Dinda langsung mengambil posisi di meja makan, Mama juga telah kembali dari dapur. "Ya Allah, Dinda. Suaranya terdengar sampai dapur."
"Hahaha... Maaf, Ma terlampau bersemangat dan lapar," jawab Dinda tersenyum senyum.
Sisil pun telah sampai di meja makan, tetapi sebelum duduk ia menuju dapur untuk mencuci tangan di wastafel. Setelah itu, semuanya telah duduk rapi untuk menyantap sarapan pertama mereka di rumah Nenek. Semua yang berada pada lingkaran meja makan itu begitu menikmati setiap suap nasi goreng yang dimasak dengan penuh cinta hingga sarapan tersebut selesai.
Kegiatan pagi itu berlanjut dengan membersihkan setiap sudut ruang yang ada di dalam rumah. Mama mulai membersihkan dapur yang cukup berantakan setelah memasak tadi, lalu mencuci piring dan juga pakaian. Sementara Dinda mendapat bagian tugas membersihkan barang-barang yang ada di rumah dari debu.
"Din, Kakak ke atas dulu, mau rapiin kamar. Abis itu nyapu lantai dua," tutur Sisil ketika hendak meninggalkan adiknya yang tengah berdiri di samping tangga kayu itu.
"Iya, Kak. Dinda sini aja, bersihiin foto-foto itu pakai ini," jawab Dinda sambil mengangkat kemoceng yang ada di tangannya dan menunjuk ke deratan foto yang terpajang di atas meja panjang hias.
"Oke, Din. Pintu depan kunci dulu ya," suruh Sisil.
"Siap Bos, Laksanakan." Tubuhnya langsung tegap dan memberi salam hormat pada kakaknya. Disaut tawa oleh mereka.
Sisil menaiki anak tangga dan pergi menuju kamar sambil menenteng sapu di tangan kirinya. Kemudian, merapikan koper yang masih berantakan sejak kemarin di sudut kamar. Hal itu terjadi karena ada beberapa pakaian yang belum di masukkan ke lemari ditambah ada beberapa kardus yang berisi boneka, mainan dan segala pernak pernik dari keduanya.
Ketika Sisil tengah asyik menyusun pernak pernik rambutnya di atas meja rias yang memiliki cermin besar itu, ia mendengar sesuatu dari balik Dinding kamarnya.
Suara dari balik dinding kamar itu tak begitu jelas terdengar, tetapi menarik perhatian Sisil mencari sumbernya. Ia mencoba diam dan menfokuskan semua inderanya tertuju hanya pada objek yang dicari.
Suara hasil kepalan tangan yang sengaja dihantamkan keras ke Dinding, mulai menghantui telinganya yang telah mampu fokus, keberadaannya pun semakin mengelabui pikiran belia yang tengah menenangkan diri ini.
Sisil berjalan menuju salah satu sisi kamar, suara itu sudah begitu jelas. Hingga ia mencoba mendekatkan wajah juga telinga pada dinding yang menjadi sumber biang keladi nyanyian kecemasannya itu.
"Dum... Aaaaa...kuuu...." Suara terdengar lirih dan serak.
"Siapa itu?" ujar Sisil yang penasaran dengan sesuatu yang terdengar mengerikan itu.
Tak ada apapun lagi balasan setelah pertanyaan aneh yang terlontar dari bibirnya. Namun, keingintahuan membawa Sisil keluar dari kamar dan menemui langsung seseorang yang mengganggunya sejak tadi. Ia selalu berpikir positif dengan beranggapan, ada seseorang yang ingin mengerjainya.
'Udah sejak kemarin di rumah ini, kenapa baru sadar ada kamar lain ya?' tanyanya di hati.
Sisil tak sengaja menemukan kamar yang berukuran kecil di sebelah kanan kamar yang tengah mereka tempati. Pintu kayu yang berukuran sama, tetapi memiliki ruang yang lebih sempit. Dan di pintu itu pula terpampang jelas huruf huruf yang mengisyaratkan nama Mirna, ya Mirna yang mana lagi kalau bukan bibinya Sisil.
Sisil yang penasaran dengan sumber suara aneh tadi dan sekalian berniat membersihkan kamar tersebut, mulai berusaha membuka pintu. Namun ia tak menemukan kunci yang tergantung ataupun terselip di depan kamar misterius itu. Namun Sisil seorang gadis yang pantang menyerah, ia terus berusaha mencari keberadannya.
Ia mencari di balik pot-pot bunga yang tertata rapi pada rak yang sengaja dibuat untuk menghiasi kepolosan dinding di lantai dua. Setelah hampir setengah jam gadis itu berada di sana, mata terseret fokus pada keset yang berada tepat di bawah kakinya. Sisil merasakan ada benda kecil yang terselip di balik itu, lalu hendak memastikan kebenaran atas apa yang ia rasakan.
Ketika hendak melihatnya, seseorang bertubuh kecil dan berambut pendek menegur Sisil
"Kak, Kakak lagi ngapain? tanya Dinda.
"Mau bersihkan kamar ini," tunjuk Sisil pada kamar yang ada di hadapannya.
"Ooh, kayaknya enggak usah deh, Kak. Seingatnya kemarin sore Nenek bilang kunci kamar itu sudah lama hilang dan Nenek juga enggak pernah mencoba membuka kamar itu lagi," pungkas Dinda sebelum kembali ke kamar.
"Yaaah,padahal Kakak pengen bersihkan kamar ini," kata Sisil. Ia berbohong padaadiknya untuk menutupi keingintahuan yang menggebu-gebu itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments