Bab 13-Sah Menjadi Suami Istri

Tidak terasa resepsi yang melelahkan itu akhirnya berakhir. Zico memang sengaja mengadakan resepsi hanya tiga jam saja sejak pukul sepuluh pagi tadi. Agar siangnya ia bisa beristirahat, lagi pula ia juga tidak ingin berlama-lama hingga seharian penuh hanya untuk pernikahan, itu sangat melelahkan menurutnya.

Alhasil siang ini ia sudah berada di kamar hotel yang dipesannya pagi tadi. Ia sengaja memesan kamar hotel, agar bisa langsung beristirahat setelah acara pernikahannya selesai. Baru besoknya ia kembali ke rumahnya.

Zico menoleh tatkala mendengar suara pintu terbuka, memang tadi ia yang masuk pertama ke kamarnya. Sementara Sally masih melepaskan gaun dan aksesoris yang dipakainya di ruangan lain. Kini Sally sudah mengenakan pakaian santainya saat masuk ke kamar Zico.

Zico dan Sally tidak sengaja bertatapan saat perempuan itu berbalik setelah menutup pintu. Namun Sally dengan cepat mengalihkannya, ia masih merasa canggung berada di kamar yang sama dengan Zico. Untuk menutupi rasa canggung yang ada di pikirannya, Sally masuk tanpa memandang Zico sama sekali.

Sally melangkah menuju kasur dan beranjak untuk beristirahat. Untungnya ia sudah melaksanakan salat zuhur sebelumnya, jadi sekarang ia bisa bersantai.

Zico terperanga melihat Sally yang sudah berada di kasur. Dengan cepat Zico melangkah menuju kasur yang ditempati Sally, perempuan itu sudah merebahkan tubuhnya membelakangi Zico. "Woi, siapa yang nyuruh lo tidur di kasur? Yang bener itu lo tidur di sofa, gue yang tidur di kasur."

Sally yang belum sepenuhnya memejamkan matanya, membuka matanya dengan malas. "Di mana-mana cewek itu tidurnya di kasur bukan sofa, lagian masa gak mau ngalah sih jadi cowok." Sally melanjutkan tidurnya setelah mengatakan itu.

"Yee enggak bisa dong, kalo gue tidur di sofa yang ada badan gue sakit semua. Udah deh mending lo aja yang ngalah, gue udah capek mau istirahat." Zico menarik tangan Sally agar perempuan itu mau bangun dan berpindah tempat tidur.

Sally menahan tubuhnya sekuat tenaga agar tetap pada tempatnya, ia benar-benar sudah lelah. Namun Zico justru menganggunya. "Siapa suruh tadi malah duduk di sofa, bukannya di kasur. Udah deh yang nempatin duluan lah yang menang, lagian cuma sehari doang tidur di sofa gak bakal bikin sakit." Sally membalas masih dengan mata terpejam, ia terlalu malas untuk membuka matanya yang rasanya sudah mengantuk.

"Kalo tidur di sofa sehari gak bikin sakit, kenapa gak lo aja? Kenapa harus gue?" ucap Zico tidak mau kalah. Ia masih berusaha menarik tangan Sally.

Sally menggerutu pelan, ia terpaksa membuka matanya dan membalikkan tubuhnya menghadap Zico. "Kenapa harus kamu? Ya karena kamu cowok. Cowok macam apa yang gak mau ngalah sama cewek, anak bocah aja ngerti!" sungut Sally kesal.

Zico melepaskan tangan Sally dengan raut wajah kesal, Sally tersenyum puas melihatnya. Akhirnya Zico mau juga mengalah. Ia baru saja kembali memejamkan matanya, tetapi sontak ia membuka matanya tatkala merasakan kasur di sebelahnya bergerak.

Sally reflek menoleh ke samping, matanya membulat sempurna melihat Zico yang tidur di sebelahnya dengan jarak yang sangat dekat dengannya. "Aaaaaaa, kenapa kamu malah di sini sih!" teriak Sally sembari berusaha mendorong Zico.

Zico tersenyum miring, tangannya yang panjang dengan santainya ia rentangkan hingga berada di atas tubuh Sally. "Kalo lo gak mau pindah, ya udah terserah. Gue juga gak mau tidur di sofa, karena gak ada yang mau ngalah mending kita tidur bareng aja."

Sally membelalakkan matanya, tentu saja ia tidak mau. Ia menggeleng dengan cepat. "Enggak, aku gak mau tidur bareng. Kamu gak bisa ngalah sekali aja apa? Aku udah sering ngalah buat kamu, masa kamu sekali aja gak mau." Sally mengambil tangan Zico yang ada di atas tubuhnya, lalu menjauhkannya darinya.

Melihat tangannya dipindahkan oleh Sally, Zico tidak kehabisan akal ia beralih pada kakinya. Kakinya yang panjang itu pun ia letakkan di atas kaki Sally, biar saja perempuan itu tidak bisa bergerak karena ditahan kakinya yang berat.

Sally melotot kesal ke arah Zico, ia mencoba mengangkat kaki Zico dengan kakinya. Akan tetapi tidak bisa, karena kaki Zico begitu kuat menahannya. "Zico, lepasin gak!" pekik Sally masih dengan usahanya menjauhkan kaki Zico darinya.

Zico justru tersenyum penuh kemenangan melihatnya, ia yakin setelah ini pasti Sally akan memilih pindah untuk tidur di sofa. Zico pun memejamkan matanya dengan santai, sambil menunggu Sally yang tidak tahan lalu beralih ke sofa.

Sally berdecak kesal karena lagi-lagi usahanya sia-sia. Ia menoleh ke samping, matanya mendelik sebal melihat Zico yang justru tidur dengan santainya. Tidak mau hanya ia yang tersiksa, Sally menaruh kakinya yang satunya di atas kaki Zico yang menimpa kakinya yang satu lagi. Ia menjepit kaki Zico dengan kesal.

Zico meringis kesakitan saat merasakan kakinya dijepit, ia membuka matanya dengan kesal. Zico memandang Sally yang kini tersenyum ke arahnya, sepertinya perempuan itu masih belum menyerah. Masih dengan rasa sakitnya, ia ikut menaruh kakinya yang satu lagi di atas kaki Sally.

Kini berganti Sally yang merasakan berat di kakinya. Zico memang tidak menjepit kakinya, tetapi tetap saja kakinya tidak bisa bergerak menahan berat kaki besar Zico.

"Gue lepasin, tapi lo pindah gimana?" tawar Zico tersenyum puas.

"Yaudah oke, aku pindah!" balas Sally sembari menatap sinis Zico.

Zico bersorak dalam hatinya, ia pun melepaskan kembali kakinya agar Sally dapat berdiri.

Sementara Sally bangkit dari kasurnya dengan rasa kesal yang luar biasa, waktu istirahatnya jadi terganggu akibat ulah Zico. "Dasar gak mau ngalah, huu!" cemooh Sally kesal.

Jika biasanya Zico selalu menanggapi ucapan Sally yang mengejeknya, kini laki-laki itu hanya diam. Ia lebih memilih melanjutkan tidurnya, lagipula ia sudah mendapatkan apa yang ia mau.

Sally masih saja menggerutu mengingat Zico yang tidak pernah mengalah padanya. Ia pun terpaksa melangkah ke sofa yang ada di seberangnya, tepat di sebelah kasur yang ditempati Zico. Akan tetapi saat ia sudah dekat dengan sofa, kakinya terasa keram tiba-tiba karena beratnya kaki Zico tadi. Alhasil tubuhnya pun oleng, hingga ia terjatuh. Reflek Sally memejamkan matanya.

Sally harus rela tubuhnya ambruk ke lantai, tetapi tunggu. Kenapa rasanya ia bukan terjatuh di lantai, dengan cepat Sally membuka matanya tepat di saat Zico juga membuka matanya. Keduanya sama-sama terkejut begitu membuka mata, pasalnya kini ia terjatuh tepat di atas tubuh Zico.

"Lo ngapain sih? Walaupun kita udah nikah, maaf nih tapi gue gak suka sama lo. Gak usah nyari kesempatan deket-deket gue," ucap Zico sembari mengibaskan tangannya agar Sally menjauh dari tubuhnya.

Sally memutar bola matanya malas. "Siapa juga yang mau deket-deket, ini gak sengaja jatoh. Inget ya jatoh bukan mau deket-deket," balas Sally menekankan kalimat terakhirnya.

Tidak mau berlama-lama Sally langsung bangkit menjauh. Namun entah karena ia sedang sial atau bagaimana, lagi-lagi ia tergelincir selimut yang ada di bawah kakinya. Kali ini ia berusaha agar tidak terjatuh di dekat Zico.

Zico yang masih kesal hanya menatap datar pada Sally yang akan terjatuh. Namun entah kenapa tangannya justru reflek menarik tangan Sally agar tidak terjatuh, berbanding terbalik dengan perasaannya yang tidak berniat menolong Sally.

Sally yang tidak mau terjatuh di atas tubuh Zico untuk kedua kalinya, memilih menarik tangannya agar terlepas dari tangan Zico. Namun tanpa ia duga hal itu justru membuat Zico ikut terjatuh dari kasur.

Mata Sally lagi-lagi terbelalak tatkala melihat Zico berada tepat di atasnya. Untungnya laki-laki itu sigap menahan tubuhnya agar tidak menimpa tubuh Sally. Namun tetap saja jarak posisinya dan Zico masih sangat dekat.

Sementara Zico yang tadinya ingin memarahi Sally, justru terpaku pada mata coklat terang milik Sally. Sampai tidak sadar bahwa ia memandangi Sally tanpa berkedip.

Sally mendorong tubuh Zico menjauh darinya, ia menatap tajam lelaki itu. "Kamu ngapain sih, bukannya cepet-cepet bangun malah ngelamun lagi."

Zico tersadar begitu merasakan tubuhnya didorong. Dengan cepat ia bangkit lalu duduk di kasurnya. "Ya elo ngapain narik gue? Gara-gara lo gue ikut jatoh, kan. Oh apa jangan-jangan lo sengaja biar gue ikutan jatoh terus nimpa badan lo kayak tadi?" selidik Zico memicingkan matanya curiga.

Sally mengerutkan keningnya. "Sorry, tapi aku gak berminat kayak gitu sih. Aku narik tanganku ya biar gak jatoh di atas badan kamu lagi kayak tadi, lagi ngapain sih segala narik tanganku segala." Sally melemparkan selimut yang tadi membuatnya terpeleset itu pada Zico. Ia tidak mau dibuat jatuh lagi hanya gara-gara selimut.

"Bukannya makasih malah marah-marah, padahal niat gue baik narik tangan lo biar gak jatoh. Eh lo malah narik tangan gue juga," keluh Zico.

Sally tidak membalasnya, ia sudah terlalu lelah meladeni Zico. Ia memilih melangkahkan kakinya ke arah sofa dan mulai merebahkan tubuhnya di sofa tersebut. Ia memiringkan tubuhnya membelakangi Zico, agar ia tidak lagi mendengarkan ocehan Zico.

Karena terlalu lelah, tidak butuh waktu lama bagi Sally untuk tertidur lelap. Dalam sekejap saja ia sudah tertidur dengan pulas, walaupun dalam posisi yang tidak nyaman tidur di sofa yang tidak seempuk di kasur tadi.

Zico mengernyit heran melihat Sally yang cepat sekali tidurnya, ia memperhatikan perempuan itu dalam diam. Ia sedikit kasihan melihat Sally, perempuan itu pasti sangat lelah.

Dalam hati ia bertanya-tanya kenapa Sally bisa sekuat itu, di pernikahannya Zico tidak melihat sedikit pun kesedihan pada wajah Sally. Padahal yang menjadi wali pernikahannya bukanlah Ayah perempuan itu, Ibunya pun juga tidak mendampingi Sally. Namun kenapa Sally tidak sedih atau teringat pada orang tuanya. Mungkin kalau Zico yang ada di posisi Sally, belum tentu Zico mampu bersikap sama seperti Sally.

Zico mengambil selimut yang tadi dilemparkan Sally padanya dan bantal. Ia melangkah ke arah sofa dan menyelimuti Sally dengan selimutnya. Ia mengangkat sedikit kepala Sally untuk menaruh bantal yang dibawanya tadi. Zico tersenyum tipis melihat wajah polos Sally ketika tidur, sangat tenang berbeda saat perempuan itu mulai mengoceh panjang lebar.

Zico berbalik hendak menuju kasurnya kembali, namun langkahnya terhenti tatkala merasakan tangannya dipegang seseorang. Zico kembali berbalik untuk melihat apa yang terjadi.

"Ayah ... Ibu jangan tinggalin Sally, Sally mau ikut." Sally mengigau sambil memegang erat tangan Zico.

Hati Zico terenyuh mendengarnya, dengan sedikit ragu ia mengusap pucuk kepala Sally. Baru saja ia memikirkan Sally dan orang tuanya, ia langsung melihat Sally seperti ini. Apa selama ini Sally hanya berpura-pura tidak sedih di depannya.

"Ayah, Ibu ... jangan tinggalin Sally lagi. Sally gak mau sendiri, Yah." Lagi-lagi Sally mengigau dengan nada lirih, tangannya masih digenggam erat.

Zico merasa prihatin melihat Sally, ia belum pernah melihat perempuan itu dengan kondisi lemah seperti saat ini. Ia kembali mengusap pucuk kepala Sally yang masih tertutup jilbab, berharap Sally dapat kembali tenang.

Akhirnya hal itu berhasil, Sally kembali tenang dalam tidurnya. Tangannya yang tadi digenggam pun sudah dilepaskan sekarang. Zico menaikkan selimut Sally agar perempuan itu tidak kedinginan. Lalu ia kembali melangkah menuju tempat tidurnya.

Zico sempat melirik Sally sejenak, sebelum akhirnya ia memejamkan matanya untuk mengistirahatkan pikirannya sesaat. Tidak lama Zico pun terlelap dengan pulas.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!