Bab 20-Pertemuan Tak Terduga

Kantor dengan bangunan yang sangat besar menyambut pandangan Sally, begitu ia sampai di alamat yang diberikan Devian. Kantor sebesar ini milik Devian, bahkan ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kantor yang dimiliki Devian. Sungguh hebat menurutnya, tidak salah ia pernah mengidolakan Devian waktu itu.

Sally bergegas turun dari taksi, setelah ia mengeluarkan uang untuk membayarnya. Kaki jenjangnya pun melangkah mendekati bangunan besar itu. Ia hendak menuju lobby kantor untuk bertanya pada resepsionis ruangan Devian.

"Permisi, saya sudah membuat janji dengan Pak Devian untuk bertemu." Sally menjelaskan pada sang Resepsionis.

"Baik, atas nama siapa? Biar saya sampaikan ke Pak Devian."

"Sally," balas Sally.

Resepsionis itu mengangguk dan menelepon Devian, untuk memberitahunya. "Selamat pagi, Pak. Di sini ada yang ingin bertemu dengan Bapak, atas nama Bu Sally."

"Oh, iya. Langsung suruh ke ruangan saya aja, ya."

"Baik, Pak." Resepsionis itu pun menutup panggilannya. Ia menoleh pada Sally, dan berkata, "Langsung ke ruangan Pak Devian aja, Bu Sally. Ruangannya ada di lantai sepuluh, di situ cuma ada satu ruangan. Nah itu ruangannya, Pak Devian."

Sally mengangguk, setelah berterima kasih ia pun bergegas menaiki lift dan menekan tombol angka sepuluh untuk ke ruangan Devian. Begitu sampai di lantai sepuluh, ia pun keluar dan melangkah menuju satu-satunya ruangan yang ada di situ.

Setelah berada di depan pintu, Sally pun mengetuk pintunya pelan.

"Masuk."

Mendengar ucapan dari dalam, Sally pun perlahan membuka pintunya dan masuk ke dalam. Suasananya tampak hening, hingga suara langkah kakinya saja dapat terdengar.

Ia terus melangkah hingga menemukan lelaki yang ia kenali, tengah duduk sambil membuka beberapa dokumen.

"Assalamu'alaikum," ucap Sally kikuk, karena takut mengganggu.

Devian menoleh begitu mendengar suara Sally. "Wa'alaikumussalam. Duduk, Sal!" balas Devian sembari tersenyum.

Sally pun duduk di kursi yang ada di depan Devian. "Maaf ya, aku ganggu kamu ya?" Sally merasa tidak enak melihat Devian yang tampak sibuk.

Devian menggelengkan kepalanya, ia justru kembali tersenyum. "Enggak, kok. Saya kan emang nyuruh kamu ke sini, pas waktunya lagi gak terlalu sibuk."

Sally tersenyum lega, ia pikir telah mengganggu kegiatan Devian. "Jadi, apa yang mau kamu omongin?" tanya Sally tanpa basa-basi.

Devian terkekeh pelan mendengar pertanyaan Sally yang langsung pada intinya. "Oke, saya mau ngebahas soal lamaran kamu waktu itu. Temen saya udah liat, tapi dia masih mau liat dulu tulisan skenario kamu buat mastiin lagi diterima atau enggak. Soalnya yang dia cari ini kan buat proyek besar, jadi pasti dia carinya yang terbaik."

Sally mengangguk mengerti, wajar saja jika sedikit rumit. Namun jika dia bisa mendapatkan proyek besar ini, pasti hasilnya akan besar juga. "Aku ngerti, tapi masalahnya aku belum pernah buat skenario. Jadi aku butuh referensi buat nulis itu, cuma aku pasti bakal lakuin yang terbaik buat bikin skenario itu." Sally berucap dengan semangat.

Devian lagi-lagi tersenyum. "Karena itu saya minta kamu ke sini. Saya udah cari beberapa skenario film, sinetron, yang bisa kamu jadiin referensi kalo kamu mau."

Mata Sally berbinar mendengarnya, Devian sungguh baik mau membantunya sampai seperti ini. "Aku pasti mau, makasih banyak ya, udah mau bantuin. Padahal tugas kamu cuma cariin penulis skenario doang, tapi kamu malah bantuin cari referensinya juga."

"Sama-sama, saya cuma mau bantuin kamu aja kok. Saya tau kamu pengen banget dapet kerjaan ini. Kamu bisa tulis skenario sesuai referensi saya, nanti kalau udah selesai bakal saya koreksi dulu. Misalnya masih ada yang kurang saya bakal bantuin, sampe beneran sempurna." balas Devian sembari menatap manik mata Sally.

Entah hati Devian terbuat dari apa, kenapa ada orang sebaik ini. Padahal mereka baru bertemu beberapa kali, tetapi Devian sangat tulus membantunya. "Makasih, Dev. Aku gak tau harus berapa ratus kali ngucapin terima kasih, kalo kamu sebaik ini." Sally terkekeh pelan di ujung kalimatnya.

Devian tertawa mendengarnya. "Sekali aja cukup, kok. Tapi gantinya temenin saya buat beli kado adek saya, gimana?" canda Devian.

"Boleh," balas Sally.

Devian mengerutkan keningnya tidak percaya. Tadinya ia hanya ingin bercanda saja, tidak berharap Sally mau menerimanya. "Ini, serius kamu mau?" tanya Devian memastikan.

Sally mengangguk pelan. "Dua rius, malah. Kamu udah baik banget, jadi ya gak ada salahnya aku juga bantuin kamu kan."

Devian tidak bisa menyembunyikan senyumya mendengar jawaban Sally, ia pun beranjak dari kursinya dengan semangat. "Sebentar, saya ambil dulu referensi skenarionya." Devian melangkah menuju lemari kaca yang berisi dokumen-dokumen. Ia mengambil lembaran-lembaran yang ia dapatkan kemarin, setelahnya ia pun memberikannya pada Sally.

"Ini kamu bisa bawa, buat referensi kamu nulis nanti." Devian menyodorkan referensi skenario yang dipegangnya pada Sally.

Sally menerimanya dengan antusias, matanya berbinar melihat contoh skenario di tangannya. "Makasih, Dev."

Devian mengangguk sembari tersenyum, ia ikut senang bisa membantu Sally. "Jadi, mau sekarang?" tanya Devian.

Sally mengalihkan pandangannya pada Devian, kemudian tersenyum sebagai jawaban. "Ayok, kalo kamu lagi gak sibuk mah."

"Enggak, kebetulan hari ini lagi gak terlalu sibuk kok."

Sally pun beranjak dari kursinya sembari membawa skenario di tangannya. "Yaudah, ayok."

Devian mengangguk, lalu melangkah mendahului Sally. Tepat di pintu ruangannya, ia membuka pintunya dan menahannya agar Sally keluar lebih dulu.

"Makasih," ucap Sally.

Begitu sampai di luar ruangan, keduanya berjalan beriringan menuju lift untuk turun ke lantai bawah. Keduanya masih bercengkrama di sepanjang jalan, hingga mereka memasuki lift.

***

"Zico, menurut kamu ini bagus gak?" tanya Aletta sembari memperlihatkan boneka yang dipegangnya.

"Bagus," jawab Zico sambil mengangguk.

Aletta kembali mengambil boneka yang berbeda, lalu menanyakan lagi pendapat Zico. "Kalo yang ini?" tanya Aletta lagi.

Zico menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia paling tidak bisa berkomentar soal seperti ini. Masalahnya memang ia tidak handal dalam memilih hal-hal yang disukai perempuan. "Bagus juga."

Aletta mengambil boneka yang tadi ia tunjukkan, lalu memperlihatkan dua boneka yang ia pegang pada Zico. "Jadi bagusan yang ini atau yang ini?" Aletta menunjukkan kedua boneka itu secara bergantian.

"Bagus semua," jawab Zico bingung.

"Ih gimana, dari tadi kamu bilang bagus mulu." Aletta menggerutu sembari mengerucutkan bibirnya.

"Ya abis gimana, emang bagus semua." Zico membalas dengan santainya, ia sungguh tidak mengerti dengan selera perempuan.

Aletta kembali menaruh bonekanya. "Ke sana aja, yuk. Kayaknya pilihannya lebih bagus, deh." Aletta menggandeng tangan Zico keluar dari toko sebelumnya dan pergi ke toko lain.

Zico hanya mengangguk pasrah, membiarkannya dibawa ke tempat yang Aletta mau. Keduanya pun berjalan beriringan menuju toko lain yang lebih lengkap, tidak hanya ada boneka saja. Namun juga ada segala pernak-pernik lain.

Aletta melangkah menuju rak bagian pernak-pernik. Ia mulai kembali fokus memilih pernak-pernik yang bagus dan cocok untuknya.

Sementara Zico yang mulai bosan, mengalihkan pandangannya ke arah pintu toko. Ia memperhatikan ke sembarang arah, untuk mengusir rasa bosan. Namun saat ia sedang memperhatikan jalan di depannya, tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Zico menajamkan pandangannya untuk memastikan penglihatannya dan ternyata yang dilihatnya benar.

Ia mengerutkan keningnya melihat dua orang yang sangat ia kenali, yang mana mereka juga sedang menuju toko yang sama dengan Zico dan Aletta. Zico terus memperhatikan mereka, hingga mereka sampai di toko yang sama dengannya. Mereka tampak sibuk memilih-milih barang sembari saling tertawa.

Oh jadi Sally yang bilang mau pergi tadi pagi, perginya sama Devian, batin Zico sembari memperhatikan dua orang di seberangnya.

"Zico, kalung ini cocok gak sih sama aku?" Pertanyaan Aletta membuat Zico kembali mengalihkan pandangannya.

"Cocok, itu bakal cantik kalo kamu yang pake." Zico membalas sembari tersenyum ke arah Aletta.

Aletta tersenyum senang mendengarnya, ia pun mengambil kalung itu untuk ia bayar nanti. Namun ia kembali memilih aksesoris lain, karena merasa masih kurang jika hanya membeli kalung itu saja.

Zico kembali mengalihkan pandangannya ke dua orang yang tadi. Keduanya tampak masih sibuk memilih barang-barang yang ada di sana, tetapi matanya mendelik saat laki-laki yang ia kenali itu hendak memasangkan bando yang di tangannya ke seseorang di sebelahnya.

Di sisi lain Sally yang terkejut tiba-tiba Devian memasangkan bando itu ke kepalanya, merasa sedikit gugup.

"Bando ini kayaknya cocok kalo buat adek saya, di kamu aja cantik gini." Devian tersenyum tipis.

Sally ikut tersenyum, ia mengerti sekarang. Devian memasang bando itu untuk melihat cocok atau tidaknya jika dipakai adiknya. "Adek kamu cewek, ya? Pasti cantik banget." Sally tersenyum membayangkan wajah adiknya yang mungkin akan semanis Devian.

"Dia emang cantik banget, sama lah cantiknya kayak kamu." Devian tertawa pelan di ujung kalimatnya.

Sally tertawa mendengarnya, ia hanya menganggap ucapan Devian sebagai candaan semata. "Oh iya, kalo gitu aku mau pilihin buat adek kamu. Boleh gak?" tanya Sally meminta persetujuan Devian.

"Boleh, dong. Kamu pasti lebih ngerti apa yang bagus," balas Devian.

Sally pun melangkah ke arah rak boneka dan memilih boneka yang sekiranya cocok untuk perempuan berumur dua belas tahun. Devian sudah menceritakan banyak mengenai adiknya dan mendengarnya membuat Sally ingin membantu Devian untuk memilihkan hadiah ulang tahun adiknya.

"Menurut kamu, ini bagus gak?" tanya Sally sembari menunjukkan boneka sapi di tangannya.

Devian tersenyum melihat pilihan Sally. "Bagus, bonekanya lucu. Abel pasti bakal suka banget," balas Devian.

Mendengar itu Sally tersenyum senang, ia merasa lega pilihannya disetujui Devian. "Boneka sama bando yang tadi kayaknya bakal bagus buat dijadiin kado Abel, tapi kira-kira dia suka gak ya?" Sally merasa takut jika pilihannya kurang disukai Abel.

"Dia pasti suka, kok. Apalagi yang milihinnya kamu, nanti saya bakal bilang 'Abel, ini yang milihin Kakak cantik lho, khusus buat kamu' dia pasti seneng dengernya." Devian berusaha menenangkan Sally, agar percaya pada pilihannya.

Sally tertawa mendengar ucapan Devian saat mencontohkan perkataannya pada Abel. "Semoga Abel suka, ya. Ini boneka sama bandonya, Dev." Sally memberikan boneka dan bando yang dipegangnya pada Devian.

"Saya mau bayar ini dulu, ya. Oh iya, kalo ada yang kamu mau ambil aja. Nanti biar saya yang bayar."

Sally lantas menggeleng mendengarnya. "Gak usah, aku lagi gak pengen apa-apa, kok."

Devian mengangguk perlahan, kalau memang Sally tidak mau ia tidak akan memaksanya. "Yaudah, kamu tunggu sini sebentar ya." Setelah Sally mengangguk, Devian pun berlalu dari hadapan Sally.

Sepeninggalan Devian, Sally pun menyibukkan diri untuk melihat-lihat barang-barang yang ada di toko tersebut. Ia masih asik memperhatikan pernak-pernik di toko itu, sampai matanya berhenti di satu titik.

Ia melihat Zico dan Aletta yang tampak asik memilih pernak-pernik di toko yang sama dengannya. Rupanya Aletta ke rumah Zico pagi tadi untuk mengajak laki-laki itu pergi. Melihat keduanya, lagi-lagi membuat hatinya sakit. Namun Sally sadar, ia bukanlah siapa-siapa di hidup Zico. Bahkan Aletta lebih lama mengenal Zico, dibanding ia sendiri. Wajar saja, jika Zico selalu memprioritaskan Aletta dalam keadaan apa pun.

Tepat saat Sally ingin mengalihkan pandangannya, tatapannya bertemu dengan manik mata Zico. Namun tidak lama, karena Sally buru-buru mengalihkan pandangannya. Ia pun melangkah ke arah lain, untuk menyusul Devian.

Zico yang melihat Sally hendak pergi, ingin mengejarnya. Namun tangannya dicekal oleh Aletta.

"Zico, kamu mau ke mana?" tanya Aletta saat tahu Zico hendak pergi.

"Aku mau ke toilet sebentar," balas Zico singkat, lalu langsung pergi tanpa menunggu jawaban Aletta.

"Zico!" panggil Aletta kesal, karena ditinggalkan begitu saja.

Sementara Zico melangkah mencari Sally, karena masih di toko yang sama seharusnya tidak sulit untuk mencari Sally. Benar saja, tidak butuh waktu lama ia menemukan Sally yang hendak menuju kasir. Sebelum Sally benar-benar ke arah meja kasir, ia langsung menahan tangan Sally.

"Apaan sih, kamu ngapain si di sini. Kenapa gak fokus aja sama Aletta," ucap Sally kesal.

Zico memandang Devian yang berada di meja kasir, lalu kembali menatap Sally. "Ikut gue," tukas Zico sembari menarik tangan Sally menjauhi toko yang ia singgahi tadi.

"Zico, lepas gak! Sakit," ketus Sally sambil berusaha melepaskan tangan Zico.

Zico mengendurkan tangannya, begitu mendengar Sally kesakitan. "Maaf," balas Zico merasa tidak enak.

Sally berdecak pelan, ia menarik tangannya dari tangan Zico. "Kamu ngapain sih bawa aku ke sini, kenapa gak sama Aletta aja di sana. Kasian, dia pasti nungguin kamu."

"Lo yang ngapain di sini? Mana sama Devian lagi, lo gak inget kata-kata gue waktu itu?" hardik Zico kesal.

Sally tersenyum miring. "Kenapa? Takut reputasi kamu rusak gara-gara berita istrinya pergi sama orang lain? Kamu sadar gak sih, harusnya kamu ngomong kayak gitu ke diri kamu sendiri! Aku sama Devian pergi karena sama-sama punya urusan, sedangkan kamu? Kamu pergi sama Aletta tanpa alasan. Oh ada sih alasannya, alasannya karena kalian saling cinta."

Zico menatap tajam Sally, ia merasa ucapan Sally sudah keterlaluan. "Apa maksud lo ngomong kayak gitu? Lo mau nyalahin gue? Lo inget kan, kita itu cuma nikah buat sementara. Kalaupun misalnya gue suka sama Aletta itu bukan masalah. Toh kita juga bakal pisah."

"Iya, gak masalah. Aku cuma gak mau kamu standar ganda, gak usah ngelarang kalo kamu sendiri aja ngelakuin. Udahlah, aku capek tau gak debat mulu." Sally sudah benar-benar lelah berdebat, ia pun melangkah pergi begitu mengatakan hal itu pada Zico.

Hanya saja lagi-lagi Zico menahan tangannya, laki-laki itu tampak mengontrol emosinya dengan mengembuskan napas panjang. "Oke, gue akuin gue salah. Gue minta maaf, kita atur ulang lagi perjanjiannya. Lo ataupun gue boleh aja pergi sama orang lain, kalau ada urusan. Cuma sebisa mungkin jaga diri buat gak narik perhatian media," ucap Zico dengan nada yang sudah melunak.

Sally yang sudah lelah berkomentar, hanya mengangguk sebagai jawabannya. Ia hendak kembali melangkah untuk pergi, namun tangannya masih saja ditahan Zico.

"Udah, kan? Apalagi sekarang?" tanya Sally lelah.

"Lo pulang bareng gue," balas Zico.

Sally membelalakkan matanya, ia menggeleng dengan kesal. "Gak usah, aku bisa pulang sendiri. Kamu bareng aja tuh sama Aletta."

"Gue gak nerima penolakan, lagian emang lo mau pulang sama siapa? Sama Devian lagi? Suka lo sama dia? Seneng banget kayaknya pas di deket Devian," sindir Zico.

Sally mendelik sebal, laki-laki itu baru saja mengajaknya berdamai. Sekarang dengan mudahnya kembali mengajaknya bertengkar. "Apa sih, tuh kan ngeselin lagi. Ini yang bikin aku males, nanti kalo pulang bareng kamu kita pasti ribut lagi di jalan." Sally mengembuskan napas lelah.

"Yaudah oke, gue gak bakal bahas ini lagi." Zico bergeming setelahnya, ia tidak lagi membahas hal yang membuat mereka ribut.

Sally malas sebenarnya pulang dengan Zico, tetapi karena Zico sudah mengatakan tidak akan lagi membahas hal ini. Sally pun menerima dengan pasrah. "Ayok pulang," ucapnya dengan raut wajah datar.

Zico tersenyum tipis, ia pun mengangguk dan melangkah bersisian dengan Sally di sampingnya. Walaupun wajah Sally masih terlihat kesal padanya, namun setidaknya mereka sudah tidak lagi berdebat. Meskipun berakhir saling diam di sepanjang jalan, keduanya sama-sama lelah dengan semua drama yang terjadi hari ini.

Entah apalagi yang akan terjadi selanjutnya, mungkin akan lebih melelahkan dari hari ini? Atau mungkin di depan mereka sudah menunggu banyaknya rintangan yang akan menerpa Sally dan Zico? Semuanya masih sulit ditebak, hanya satu hal yang pasti. Keadaan mereka akan jauh lebih berat ke depannya.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!