Bab 14-Hal Baru Yang Mengejutkan

Malam terakhir di Hotel Sally habiskan dengan menikmatinya, sebelum besok ia akan pulang. Berbicara mengenai pulang, besok ia harus pulang ke rumah siapa? Sally baru mengingat tentang itu.

Sally memutuskan untuk bertanya pada Zico, ia melangkah mencari-cari Zico yang sudah tidak ada sejak ia bangun sore tadi. Kemana laki-laki itu, jangan-jangan Zico sudah pergi dan ia ditinggalkan sendiri di hotel ini. Sally menarik napas panjang, berusaha tidak memikirkan yang aneh-aneh.

Semua sudut kamar sudah ia cari, tetapi ia tidak kunjung menemukan Zico. Sally akhirnya memutuskan untuk mencarinya di luar. Ia melangkah menuju lift untuk turun ke lantai bawah. Mungkin saja Zico ada di luar hotel, karena tepat di luar hotel terdapat taman yang cukup besar.

Sally masih mengenakan pakaian tidur, tidak peduli ia diperhatikan banyak orang di sepanjang jalan. Ia tetap melangkah keluar hotel, walaupun ia sedikit malu karena ada banyak orang di sekitar lobby hotel. Hingga akhirnya ia pun sampai di taman, ia mulai menjelajahi taman tersebut.

Sally mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Zico, tetapi tetap saja ia tidak menemukannya. Karena tidak kunjung menemukan, Sally menelepon nomer Zico. Hanya saja nomer tersebut tidak aktif. Sally mendengus pelan, lelah mencari Zico yang entah pergi ke mana.

Sally duduk di kursi panjang yang ada di belakangnya, sembari kembali mengedarkan pandangannya ke setiap sudut.

"Sally?"

Mendengar namanya dipanggil, lantas Sally menoleh ke sumber suara. Ia sedikit terperanga melihat orang yang tiba-tiba ada di sampingnya. "Devian? Kamu ... disini?" tanya Sally terkejut.

Devian tersenyum membalasnya, oh tidak manis sekali senyum lelaki itu hingga Sally terpana melihatnya. Namun itu hanya beberapa detik, sampai Sally akhirnya tersadar.

"Saya ke sini, karena ada urusan. Kebetulan tadi sama temen saya, cuma temen saya lagi beli makanan. Jadi ya saya niatnya mau tunggu di taman," jelas Devian.

Sally mengangguk mengerti, setiap kali ia mendengar suara Devian rasanya tenang sekali. Karena setiap kali Devian berbicara, nadanya selalu halus terdengarnya. Sangat jauh berbeda dengan ketika Zico yang berbicara.

Sally mengangguk mengerti. "Mau duduk?" tawar Sally yang melihat Devian masih berdiri.

"Boleh?" tanya Devian tidak enak.

Sally justru tertawa mendengarnya, pertanyaan bodoh macam apa itu. "Ya boleh," balas Sally sembari menggeser tubuhnya agar tidak terlalu dekat jika Devian duduk.

Devian pun duduk di samping Sally dengan sedikit berjarak. "Kalo kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Devian.

Sally memandang lurus ke depan, bingung ingin menjawab apa. Karena rasanya ia masih tidak nyaman menyebut mengenai pernikahannya, tetapi sayangnya itu sudah menjadi kenyataan yang tidak bisa ia elakkan. "Aku-" Belum sempat Sally menyelesaikan kalimatnya, seseorang memotongnya.

"Dev, lo kenapa gak masuk aja? Malah nunggu di sini," ucap seseorang yang suaranya terdengar familiar.

Sally lantas menoleh dengan cepat, ia terkejut melihat orang yang tadi memotong pembicaraannya. Orang itu pun juga tampak terkejut tatkala Sally menoleh padanya.

"Zico?" Sally mencoba menyambungkan dengan ucapan Devian tadi yang berkata sedang menunggu temannya. Apa jangan-jangan teman yang dimaksud itu Zico.

Devian mengerutkan keningnya, ia melihat Sally dan Zico secara bergantian. "Kalian saling kenal?" tanya Devian terkejut.

Zico berdeham pelan untuk menetralkan kembali pikirannya, ia memasang senyum lebar pada Devian. "Kenal, kenal banget malah. Sally itu istri gue," jawab Zico dengan santainya.

Devian terbelalak mendengarnya, ia kembali menoleh pada Sally dengan raut wajah seakan tidak percaya. "Sal, ini beneran?" tanya Devian memastikan.

Sally mengangguk pelan. "Iya," balas Sally singkat. Ia sendiri pun masih terkejut dengan Devian yang ternyata adalah teman Zico.

"Gue malah gak tau kalo lo kenal sama Sally, kenal di mana lo?" tanya Zico penasaran.

Devian kembali menetralkan keterkejutannya, ia mengalihkan pandangannya pada Zico. "Di taman, gak sengaja sih itu juga. Gue waktu itu lagi butuh penulis skenario, kebetulan Sally denger terus langsung nyamperin gue. Dia nawarin buat ngelamar diposisi itu, yaudah dari situ kita kenal."

Zico mengangguk mengerti, ia memperhatikan Devian dan Sally yang masih duduk di hadapannya. Ia rasa keduanya seperti sudah akrab satu sama lain, tidak hanya layaknya partner seperti yang dijelaskan Devian. "Kita ngobrol di atas aja, Dev. Daripada di taman malem-malem, banyak nyamuk."

Devian bangkit dari kursinya, Sally pun ikut berdiri melihat Devian. "Lain kali aja deh, gue masih ada urusan. Ngomong-ngomong selamat ya buat kalian, semoga pernikahan kalian langgeng. Maaf ya, tadi siang gue gak bisa dateng karena masih ada urusan."

Zico menepuk bahu Devian. "Santai, tapi akhirnya lo ke sini juga kan. Eh ini beneran mau langsung pergi lo?"

Devian mengangguk pelan. "Iya, lain kali deh gue main ke rumah lo. Yaudah gue pergi duluan ya," ucap Devian sembari menyalami Zico. Ia beralih memandang Sally dan menyatukan kedua tangannya di depan dada. "Pulang duluan ya, Sal. Selamat sekali lagi," sambung Devian.

Sally menyatukan kedua tangannya, lalu tersenyum pada Devian. "Makasih," balas Sally ramah.

Devian pun berlalu setelah mengucapkan salam pada Zico dan Sally. Punggungnya semakin lama semakin menjauh, hingga akhirnya tidak terlihat lagi dari pandangan Zico dan Sally.

Sally yang melihat Devian sudah pergi, hendak kembali ke kamarnya. Namun tangannya ditahan oleh Zico. "Apa, sih!" geram Sally kesal, karena ia ingin cepat-cepat kembali ke kamarnya.

Zico tidak berucap apa-apa, ia menarik tangan Sally agar duduk di kursi yang tadi ditempati Devian dan Sally.

"Tadi katanya mau ke atas, kenapa malah duduk lagi?" sungut Sally tidak habis pikir dengan Zico.

"Lo kayaknya deket banget sama Devian, suka lo sama dia?" sindir Zico.

"Hah?" Sally mengernyit mendengar sindiran Zico padanya.

"Lo kalo sama dia senyum terus perasaan. Sama gue aja sinis mulu lo, lo inget kita itu udah nikah di mata publik. Kalo sampe ada orang yang liat lo deket sama Devian, bisa masuk berita gosip yang ada. Apalagi ini tempat umum," ucap Zico pada Sally.

Sally membenarkan ucapan Zico, hanya saja ia kan dengan Devian hanya sebatas teman dan hanya mengobrol biasa saja. Apa iya akan ada gosip seperti itu. "Tapi kan cuma ngobrol biasa, gak ada maksud lain."

Zico memutar bola matanya jengah, baginya Sally tidak mengerti sejahat apa media. Walaupun tidak ada hubungan apa-apa, tetapi media bisa saja menulis berita yang sebaliknya untuk dapat menarik perhatian. "Lo tau gak sih, dunia artis itu beda. Banyak paparazi yang selalu ngulik kehidupan kita, dan mereka gampang nyebarin berita buat narik perhatian banyak orang. Kalo udah gitu, nanti gue juga yang kena. Makanya gue minta sama lo, buat lebih hati-hati."

Sally tidak lagi mendebat perkataan Zico, ia memang sudah harus siap dengan segala konsekuensi yang ada setelah menikah dengan Zico. Termasuk kehidupan pribadinya yang menjadi tidak sebebas dulu. "Iya, aku ngerti. Aku bakal lebih hati-hati lain kali."

Zico mengembuskan napas lega mendengarnya, akhirnya Sally mengerti maksudnya. "Yaudah, ayok ke atas." Zico bangkit dari kursinya, diikuti dengan Sally.

Sally mengikuti langkah Zico dari belakang laki-laki itu. Sesekali ia menggerutu karena Zico yang berjalan cepat sekali, hingga membuat Sally kesulitan mensejajarkannya.

Zico menghentikan langkahnya, ia menarik tangan Sally yang ada di belakangnya, agar berjalan di sampingnya. "Ck, lo ngapain sih di belakang gue! Udah kayak asisten gue tau, kan gue bilang jangan terlalu mencolok. Entar kalo ada yang ngeliat, pasti mereka mikir yang aneh-aneh."

"Ya gimana mau sejajar, orang jalannya aja cepet banget." Sally menggerutu kesal.

Zico mengembuskan napas panjang, belum sehari Sally menjadi istrinya. Akan tetapi rasanya ia sudah selelah ini menghadapi perempuan aneh itu. Ia meraih tangan Sally dan menggandengnya, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Sally membelalakkan matanya, ia menoleh pada Zico. "Aku bisa jalan sendiri, gak usah digandeng."

Zico tetap melangkah tanpa melihat ke arah Sally. "Daripada lama nungguin lo, udah deh lo diem aja. Lagian gak pernah kan lo digandeng artis," ucap Zico dengan santainya.

Sally mengerutkan dahinya mendengar ucapan Zico. "Gak berminat juga digandeng sama artis," balas Sally kesal.

Zico tidak membalas, ia masih terus menggandeng tangan Sally hingga ia naik ke lift untuk menuju ke kamarnya. Barulah ia melepaskan genggamannya pada tangan Sally.

Di lift terdapat beberapa orang yang juga ingin ke lantai atas. Orang-orang tersebut lantas terkejut melihat Zico, ditambah dengan kehadiran Sally.

"Yaampunn Zicooo, ganteng banget ya Allah." Para perempuan yang ada di lift yang sama dengan Zico menjerit kegirangan.

Zico tersenyum ke arah para penggemarnya itu. Hal itu lantas membuat mereka semakin histeris, melihat senyum manis Zico. Sally yang melihatnya hanya bergeming, sembari membatin bagaimana bisa ada yang mengidolakan Zico.

"Boleh minta foto?" tanya salah satu dari penggemarnya itu, namun sayangnya lift yang ditumpangi tersebut sudah ingin berhenti di lantai kamar Zico berada.

"Boleh, tapi cepet ya. Liftnya keburu turun lagi nanti, yang ada susah kalian." Mereka pun langsung mengabadikan momen tersebut dengan mengambil gambar ramai-ramai. Hanya sekali jepretan, setelah itu Zico langsung menarik tangan Sally untuk keluar sebelum pintunya kembali tertutup.

"Makasih, Zico!" ucap mereka yang masih bisa Zico dengar, walaupun pintu sudah tertutup.

Sally memijat pelipisnya, ia sedikit pusing mendengar teriakan para penggemar Zico di lift tadi. Sally teringat sesuatu, ia tadi mencari Zico untuk bertanya sesuatu. Akan tetapi Ia justru lupa menanyakan itu. "Besok kita pulang ke mana?" tanya Sally sembari memasukkan kartu untuk membuka pintu.

"Ke rumah lo dulu lah, emang lo gak mau ngambil barang-barang lo dulu apa." Zico langsung masuk ke kamar tersebut setelah terbuka.

Sesampainya di kamar, ia langsung duduk di sofa yang tadi ia tiduri. Ia bergeming memikirkan rumahnya yang tidak akan ia tinggali lagi setelah ini, pasti Sally akan merindukan kenangan di rumahnya. Namun itu jauh lebih baik, dibandingkan harus menggadaikan rumahnya bukan. Karena kalau itu terjadi, belum tentu ia bisa menebusnya dengan mudah.

Setidaknya walaupun ia tidak tinggal di rumahnya lagi, rumah itu tetap ada yang menempati. Dengan adanya Amara, rumahnya tetap akan terjaga walaupun tidak ada ia di sana.

"Malam ini lo tidur di kasur aja, gue yang tidur di sofa." Ucapan Zico membuyarkan lamunan Sally.

Sally menatap Zico tidak percaya, apa kepala laki-laki itu habis terbentur sesuatu. "Kamu abis kepentok di mana?" sindir Sally seraya terkekeh.

Zico mendengus pelan mendengarnya. "Sembarangan, salah mulu gue perasaan. Lo mau gak, nih? Kalo gak mau yaudah, biar gue aja yang di sini." Zico sudah bersiap hendak merebahkan tubuhnya di kasur, tetapi Sally cepat-cepat melangkah ke kasur.

"Ya mau lah," balas Sally cepat.

Zico pun mengambil bantalnya dan melangkah menuju sofa. Ia melemparkan selimut yang ada di Sofa pada Sally. "Lo aja yang pake," ucap Zico sembari merebahkan tubuhnya.

Sally tersenyum senang mendengarnya, ia mulai merebahkan tubuhnya di kasur dan memakai selimut tersebut. Namun ia teringat sesuatu saat melihat selimut. "Tadi siang kamu ya, yang ngasih selimut sama bantal?" tanya Sally sembari tersenyum penuh arti pada Zico.

Zico menatap ke sembarang arah, menghindari tatapan Sally. "Ya, gue takut lo sakit aja. Kan gak lucu kalo ada berita istri Zico sakit setelah menikah, entar orang-orang curiga lagi sama gue." Zico beralibi.

Sally makin tersenyum mendengarnya, jawaban laki-laki itu ditambah pandangan Zico yang kemana-mana. Seolah sudah menjawab pertanyaannya. "Terserah deh mau beralasan gimana juga, tapi makasih lho." Setelah mengatakan itu Sally memiringkan tubuhnya membelakangi Zico.

"Gue gak alasan, jangan kegeeran deh." Zico masih saja beralasan.

"Ya ya terserah," balas Sally, lalu mulai memejamkan matanya.

Zico menggerutu kesal mendengar jawaban Sally, karena sudah lelah berdebat ia memutuskan untuk mengistirahatkan matanya. Besok ia masih harus ke rumah Sally dan membereskan barang-barang perempuan itu, jadi ia perlu untuk istirahat sekarang.

Menikah atau belum nyatanya ia dan Sally masih saja berdebat, tidak ada yang berubah selain statusnya. Sepertinya mulai hari ini hingga seterusnya, Zico akan semakin sering berdebat dengan Sally. Apalagi mereka sudah satu atap sekarang, tentunya akan selalu bertemu. Ah sudahlah, mau bagaimana lagi. Ini sudah menjadi keputusannya saat menawarkan untuk menikah, jadi Zico akan menjalaninya hingga waktu yang ditentukan tiba.

Tidak akan lama, hanya lima bulan dan semua ini akan berakhir. Jadi Zico akan menunggunya.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!