Bab 7-Fitting Baju

"Hai!" sapa Zico, saat melihat Aletta memandangnya.

"Zico, kamu...." Aletta tidak melanjutkan kalimatnya, karena jujur ia masih sedikit canggung setelah peristiwa lalu.

"Kenapa ada di sini? Itu kan yang mau kamu tanyain." Zico tersenyum tipis, ia tahu jika Aletta terkejut melihat kedatangannya yang secara tiba-tiba.

Aletta menunduk sejenak, merasa tidak nyaman dengan suasana yang tiba-tiba terasa aneh ini. Ia tidak menyangka pertemanannya dengan Zico menjadi seperti ini dalam sekejap, karena peristiwa waktu itu.

Zico yang tahu jika Aletta masih tidak nyaman padanya, angkat bicara. "Kamu tenang aja, aku ke sini gak bermaksud buat ganggu kamu. Aku cuma mau fitting baju pernikahan," ucap Zico seolah tahu apa yang dipikirkan Aletta.

Mendengar kata pernikahan, lantas Aletta mendongak. Apa maksud dari perkataan Zico, apa maksudnya dia akan menikah, tetapi apa mungkin secepat ini? Apalagi setelah peristiwa itu, apa Zico begitu mudah melupakannya?

"Fitting baju? Kamu mau nikah?" tanya Aletta memastikan, ia masih berpikiran positif mungkin saja orang lain yang ingin menikah.

"Iya, aku mau nikah minggu depan." Zico membalas singkat.

Aletta membelalakkan matanya terkejut, ia tidak menyangka jika secepat ini Zico akan menikah. "Kamu gak lagi bercanda, kan?" tanya Aletta lagi, ia masih berharap jika Zico tidak serius.

"Enggak, kenapa harus bercanda soal ini? Gak lucu juga, kan." Zico tertawa kecil di ujung kalimatnya.

"Tapi ... kenapa secepat ini? Bukannya waktu itu kamu yang bilang kalo kamu...." Belum sempat Aletta melanjutkan kalimatnya, Zico sudah memotongnya.

"Suka sama kamu? Itu emang iya tapi kemaren-kemaren, bukan sekarang. Setiap orang bisa berubah kan. Aku sadar kalo cinta gak bisa dipaksa, dan aku sadar kalo aku perlu melanjutkan hidup." Zico tersenyum, mencoba tetap tenang.

Aletta bergeming sesaat, ia bingung seharusnya ia senang karena Zico menemukan kebahagiaannya kembali. Namun entah kenapa, ia merasa tidak suka. Aletta sendiri tidak mengerti dengan perasaannya, ia hanya menganggap Zico sebagai temannya tidak lebih. Lalu kenapa sekarang hatinya sakit mendengar Zico akan menikah dengan orang lain.

"Maaf ya, aku gak bermaksud buat bikin kamu gak nyaman. Selamat ya, semoga kamu bisa lebih bahagia sekarang sama pilihan kamu." Aletta tersenyum tipis menanggapi Zico.

"Makasih," balas Zico masih dengan senyumnya. Nyatanya berpura-pura seolah dia sudah tidak mencintai Aletta, bukanlah hal mudah.

Di sisi lain Sally yang baru kembali menatap Zico bingung, melihat Zico dan pemilik butik yang tampak sudah saling mengenal.

Zico mengalihkan pandangannya dari Aletta, dan saat itulah ia baru menyadari jika Sally sudah kembali. "Udah balik? Kenapa malah diem disitu, sini lah." Zico mengisyaratkan Sally untuk mendekat.

Mendengar Zico memanggil seseorang, Aletta ikut menoleh. Di sana ia melihat perempuan yang tampak anggun dengan balutan gamis yang elegan, wajahnya sangat cantik walaupun tertutup jilbab di kepalanya. Aletta akui itu. "Dia calon istri kamu?" tanya Aletta, walau ia memang sudah bisa menebak jika itu memanglah calon istri Zico.

"Iya, kenalin Al ... dia Sally, calon istriku." Zico memperkenalkan Sally pada Aletta.

Sally tersenyum ke arah Aletta, bermaksud untuk menyapanya. "Sally," ucapnya sembari mengulurkan tangannya.

Aletta tersenyum tipis, lalu ikut menyodorkan tangannya. "Aletta, teman Zico!" balasnya.

"Oiya kamu sebagai pemilik butik, pasti kan lebih tau gaun apa yang bagus untuk dia. Bisa tolong tunjukin gaun-gaunnya?" tanya Zico pada Aletta.

Aletta mengangguk pelan, ia pun mengajak keduanya untuk menunjukkan gaun dan jas pernikahan yang terbaik yang dimiliki di butiknya. "Ini ada beberapa pilihan gaun yang paling bagus di sini, bisa dilihat dulu desain-desainnya. Boleh juga kok kalo mau langsung dicoba," ucap Aletta sembari menunjukkan gaun pilihannya.

"Buat kamu, aku juga ada pilihan tuxedo pengantin yang cocok. Mau liat sekarang?" tanya Aletta pada Zico.

"Boleh," balas Zico setuju. Ia melirik Sally sejenak. "Kamu coba aja dulu gaun-gaunnya yang menurut kamu bagus, aku mau liat tuxedo dulu." Zico melanjutkan kalimatnya sebelum akhirnya meninggalkan Sally.

Bukannya langsung mencoba pilihan gaun yang dipilih oleh Aletta, Sally justru bergeming dengan banyak pertanyaan di pikirannya. Ia perhatikan, saat Zico berbicara dengan Aletta terdengar lebih lembut. Berbeda saat dengannya yang hanya berbicara lembut, saat Zico sedang berpura-pura saja.

Tidak mau mengambil pusing, Sally menggelengkan kepalanya. Ia rasa itu bukanlah urusannya, ia juga tidak peduli apa yang terjadi antara Zico dan Aletta. Toh ia juga bukan siapa-siapa, jadi tidak perlu ikut campur urusan Zico.

Sally pun beralih melihat-lihat gaun pernikahan di depannya, namun jujur saja ia tidak terlalu bersemangat memilihnya. Mengingat jika ini bukanlah pernikahan sungguhan layaknya yang ia impikan. Namun jika Sally memilih asal-asalan pasti Zico akan memarahinya, terlebih dia adalah artis terkenal. Sally tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di pernikahannya dan Zico.

Kali ini Sally melihat dengan serius gaun yang menurutnya cantik, tetapi juga elegan secara bersamaan. Ia menatap satu per satu gaun-gaun tersebut, hingga matanya tertuju pada gaun berwarna putih dengan desain yang simple, namun tetap terlihat cantik dan elegan.

Dengan bagian bawah gaunnya yang sedikit mekar, membuatnya nyaman karena tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Motif di bawahnya yang polos, tetapi pada bagian atasnya terdapat payet-payet yang tidak terlalu ramai. Terlihat menawan menurutnya, akhirnya Sally memutuskan untuk mencoba gaun tersebut di ruang ganti yang tersedia di butik.

Sedikit membutuhkan waktu lama untuk memakainya, namun akhirnya gaun itu pun melekat juga di tubuhnya. Sally melihat penampilannya dari pantulan cermin, kemudian ia tersenyum puas dengan pilihannya. Gaunnya tampak pas dan cocok untuknya, membuatnya menjadi terlihat lebih anggun.

"Woi cewek aneh, lo dimana sih? Udah kelar belom?!"

Sally berdecak kesal mendengar suara familiar yang ia yakini adalah suara Zico, siapa lagi kalau bukan dia. Tidak bisakah dia membiarkannya tenang sebentar saja. Tidak mau terlalu lama mendengar suara Zico yang menyebalkan, ia pun bergegas keluar dari ruang ganti.

"Bisa gak sih gak usah teriak-teriak, gak malu apa kalo didenger Aletta?" sindir Sally kesal.

Zico berbalik saat mendengar suara Sally. Baru saja ia ingin membalas ucapan Sally, tetapi tertahan tatkala melihat penampilan Sally. Gaun yang dikenakan perempuan itu, tampak cocok dan membuat perempuan itu terlihat lebih anggun dan cantik. Namun saat tersadar ia telah memuji Sally, Zico pun langsung menepisnya.

"Aletta lagi keluar sebentar, ngomong-ngomong pilihan lo boleh juga. Gue kira selera lo yang aneh-aneh sama kayak sifat lo," ejek Zico seraya terkekeh.

Sally mendelikkan matanya, Laki-laki itu memang tidak bisa sehari saja tidak mengejeknya. Ia rasa mulut Zico gatal kalau tidak menjelekkannya sekali saja. "Mau muji aja pake ngehina dulu, tinggal bilang cantik apa susahnya." Sally mendengus kesal.

"Gue ... muji lo? Jangan harap deh, soalnya gue gak menemukan satu hal aja dari lo yang bisa gue puji." Zico lagi-lagi tertawa dengan wajah tanpa dosanya.

"Eh tapi, menurut lo gimana penampilan gue? Cocok gak sama gue? Ya walaupun gue tau sih apapun yang gue pake selalu cocok, karena kan muka gue ganteng." Entah Zico sedang bertanya padanya atau mau menyombongkan diri.

Walaupun kesal dengan tingkah percaya diri Zico, tetapi Sally akui tuxedo putih dengan bagian kerah berwarna hitam itu terlihat cocok untuk Zico. "Ya, bagus." Sally hanya menjawab singkat.

"Udah gitu doang responnya?" Zico seolah kurang puas dengan jawaban Sally.

"Ya terus mau gimana? Emang harus bilang ... bagus bangett lho, kamu jadi keliatan ganteng kalo pake itu. Cocok sama muka kamu yang ganteng, harus gitu?" cibir Sally.

Zico menggerutu mendengar cibiran Sally. "Ya gak gitu juga, halah udah lah capek gue ngomong sama lo. Bawaannya bikin emosi mulu," ucap Zico jengkel.

"Sama!" sungut Sally ikut kesal.

Zico hendak melangkah melewati Sally, tetapi baru beberapa langkah ia tersandung gaun Sally yang panjang itu. Hal itu membuat tubuhnya oleng, refleks Zico berpegangan pada bahu Sally.

Sally membelalakkan matanya tatkala Zico memegang bahunya secara tiba-tiba, hal itu membuat tubuhnya juga ikut oleng karena tidak siap. Tanpa sadar ia memegang bahu Zico agar tidak terjatuh bersamaan. Hal itu lantas membuat Sally dan Zico terdiam sejenak, keduanya saling bertatapan secara tidak sengaja.

Di sisi lain Aletta kembali memasuki butik, yang mana tadi ia tinggal karena tengah menelpon kliennya. Ia mencoba mencari keberadaan Zico di tempat tuxedo yang tadi ia tunjukkan, tetapi nihil Zico tidak ada di sana.

"Dia nyusul Sally kali ya," ucap Aletta pada dirinya sendiri. Ia pun berbalik untuk mencari Zico di tempat Sally memilih gaun-gaun tadi.

Aletta tersenyum tipis saat melihat Zico di sana, ia pun melangkah cepat untuk menyusul Zico dan Sally. Sayangnya senyum Aletta tidak bertahan lama, ia membeku saat melihat Zico dan Sally yang tampak mesra berpelukan dengan saling menatap satu sama lain.

Entah kenapa ada rasa sakit di hati Aletta saat melihatnya, tidak tahu apa yang salah dengan perasaannya. Yang ia tahu ia merasa tidak suka melihatnya. Aletta sebisa mungkin menahan perasaannya, ia mencoba kembali melangkah ke arah Zico.

"Ekhem." Aletta berdeham pelan tatkala berasa di hadapan Zico dan Sally.

Baik Zico dan Sally tersadar dari lamunannya, mereka lantas menjauh satu sama lain. Keduanya tampak salah tingkah, akibat kedatangan Aletta yang secara tiba-tiba dan memergoki mereka.

"Aku ganggu ya? Maaf ya, aku gak bermaksud begitu." Aletta mengatakan dengan nada bersalahnya.

Sally menggeleng cepat. "Enggak kok, sama sekali enggak."

"Gimana gaunnya ada yang kamu suka?" tanya Aletta mengalihkan pembicaraan untuk mengusir kecanggungan di antara mereka bertiga.

"Iya, yang ini aku suka." Sally membalas seraya memegang bahan gaun yang dipakainya.

"Pilihan yang bagus, itu cocok banget di kamu." Aletta mengalihkan pandangannya pada Zico. "Tuxedo putih itu juga cocok di kamu," lanjut Aletta.

"Kalo gitu aku ambil ini sama yang dipake Sally ya," ucap Zico sembari melepaskan tuxedo putih yang ia coba.

Sally izin pada Aletta kembali ke ruang ganti, untuk melepaskan gaun yang ia coba saat ini. Rasanya ia sudah sangat lelah dan ingin cepat pulang. Untunglah urusan hari ini sudah selesai, sehingga ia bisa beristirahat untuk beberapa hari ke depan.

Sally kembali ke luar setelah selesai melepaskan gaun pernikahan sebelumnya, tangannya menenteng gaun itu ke kasir. Di sana sudah ada Zico yang menunggunya. Begitu sampai di kasir, Sally pun memberikan gaun di tangannya pada kasir untuk di packing.

"Sekali lagi selamat ya buat kalian berdua, semoga semuanya lancar sampai hari pernikahan." Aletta tersenyum ke arah Sally dan Zico.

"Makasih ya, Aletta." Sally tersenyum tulus, ia merasa Zico beruntung memiliki teman perempuan yang sangat baik.

"Ini gaun sama tuxedonya," ucap Aletta seraya memberikan paperbag berisi gaun dan tuxedo milik Sally dan Zico.

"Makasih ya, Al. Kalo gitu kita pamit dulu," ujar Zico sembari menerima paperbag dari Aletta yang sudah ia bayar tadi.

Zico dan Sally pun berlalu setelah berpamitan pada Aletta. Setelahnya keduanya tidak bicara apapun hingga masuk ke dalam mobil. Mereka masih canggung mengingat hal yang memalukan tadi. Sehingga baik Zico maupun Sally tidak ada yang berbicara satu sama lain, bahkan di perjalanan pulang sekalipun.

Sally merutuki kejadian yang ada di butik Aletta sebelumnya, bisa-bisanya ia memegang bahu Zico. Sungguh rasanya ia sangat menyesal, hingga ia benar-benar malu sekarang.

Zico pun sama, dia benar-benar tidak habis pikir dengan yang terjadi tadi. Kalau bisa memutar waktu, Zico lebih memilih jatuh daripada harus ada di posisi seperti tadi.

"Udah sampe," ucap Zico singkat.

Sally lantas hendak keluar dari mobil Zico, tetapi baru saja ia membuka pintu Zico menghentikannya.

"Gaunnya dibawa, dong. Masa ditinggalin di gue, emang gue yang pake apa." Zico berucap ketus.

Sally mengambil gaunnya tanpa suara, lalu berlalu keluar dari mobil Zico. Ia sudah tidak ada tenaga untuk berdebat dengan Zico, tubuhnya sudah lelah ingin cepat-cepat masuk ke rumah.

"Woi, lo kagak ada makasih-makasihnya apa? Wah bener-bener lo ya," sindir Zico melihat Sally yang keluar dan melangkah memasuki rumahnya tanpa berkata apa-apa.

Sally berbalik dengan lelah, ia menatap Zico sejenak. "Makasih, tuan Zico yang terhormat!" sarkasnya lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk ke rumahnya, sudahlah ia malas mendengar ucapan Zico yang selalu saja membuatnya naik darah.

Zico memutar bola matanya malas, tetapi melihat Sally yang sudah masuk membuatnya mengurungkan niatnya untuk marah-marah. Ia langsung bergegas melajukan mobilnya meninggalkan pelataran rumah Sally.

Hari ini banyak sekali hal yang terjadi, hal itu cukup menguras energinya. Apalagi jika bersama Sally, rasanya tenaganya cepat habis karena lelah marah-marah ulah tingkah Sally. Entah bagaimana saat ia sudah menikah nanti, mungkin tiap hari ia akan dibuat kesal oleh Sally.

"Baru kali ini gue nemu cewek aneh bin nyebelin modelan kayak Sally, lebih aneh lagi kenapa gue harus milih dia buat nikah kontrak sama gue. Kayak gak ada cewe lain aja," ucapnya pada dirinya sendiri.

Zico memutuskan untuk tidak lagi memikirkannya, karena terlalu lelah untuk sekedar mendumel. Akhirnya ia besok bisa beristirahat sejenak, sebelum nantinya mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan.

Pernikahannya hanya tinggal menghitung hari lagi, entah bagaimana nanti Zico tidak tahu. Yang jelas ia hanya berharap jika tidak akan ada yang terjadi dengan keputusannya ini, semoga tidak ada masalah lebih besar lagi di hidupnya setelah ini. Zico hanya bisa berharap, walaupun ia tidak tahu akan seperti apa ke depannya.

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!