Bab 5-Bertemu Orang Tua Zico

Malam itu rasanya masih tersimpan di benaknya, betapa mengejutkannya apa yang disampaikan Zico. Yang mana laki-laki itu memberitahunya bahwa pernikahan mereka akan dilangsungkan minggu depan, benar-benar mendadak.

Saat itu Sally mencoba untuk bernegosiasi agar pernikahan mereka setidaknya digelar tidak dalam waktu dekat ini. Namun seperti yang sudah-sudah, Zico mana mau mendengarkannya.

Mau tidak mau pagi ini Sally sudah harus mulai mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan dalam pernikahan. Pertama ia akan pergi ke rumah orang tua Zico. Ia sedikit gugup, apalagi ini pertama kalinya ia akan bertemu calon mertuanya. Ya walaupun ini hanya pernikahan kontrak bagi Zico, tetapi baginya ini tetaplah pernikahan. Ia akan tetap berusaha untuk menjadi istri dan menantu yang baik, sekalipun Zico tidak melakukan hal yang sama.

Sally memandang penampilannya di dalam cermin, gamis berwarna baby blue yang dipadukan dengan pashmina berwarna abu-abu terang. Ia mengoleskan sedikit lip tint, agar penampilannya lebih segar. Setelah dirasa cukup, Sally mengambil sling bag berwarna putih dan menyampirkannya ke bahunya.

Tidak berselang lama, suara deru mobil terdengar. Sally memang sudah memberikan alamatnya pada Zico, jadi seharusnya itu memang dia. Tanpa perlu berlama-lama Sally langsung ke bawah untuk menghampiri Zico.

Sesampainya di luar, Sally mengunci pintu terlebih dahulu sebelum akhirnya naik ke mobil Zico. Di mobil, ia melihat Zico sudah rapih dengan kaus putih polos yang dibalut kemeja motif khaki grid. Terlihat kasual, namun tetap rapih.

"Tumben banget lo rapih," ejek Zico setelah melihat penampilan Sally.

Sally memutar bola matanya jengah. "Ya masa mau pergi pake baju daster, aku juga tau kondisi kali."

Zico terkekeh pelan, lalu melajukan mobilnya perlahan. Dalam hati ia sedikit resah, karena ini pertama kalinya setelah empat tahun lamanya ia tidak pernah menginjakkan kaki di rumah orang tuanya. Entah apa yang ada di pikiran orang tuanya kalau tiba-tiba ia datang dengan menyampaikan pernikahannya. Mungkin orang tuanya akan terkejut, tetapi setidaknya Zico masih menghormati orang tuanya dengan menyampaikan kabar ini untuk meminta restu.

"Nanti kalo lo di rumah gue, jangan ngomong yang aneh-aneh. Kalo perlu lo gak usah banyak ngomong deh, nanti biar gue aja yang ngomong." Zico memperingati Sally sambil melihatnya dari kaca spion.

"Iya," balas Sally singkat. Ia masih kesal karena Zico selalu saja memutuskan semuanya secara sepihak.

Tidak ada percakapan lagi di antara mereka, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah rumah bertingkat dua bergaya ala Jepang modern. Melihatnya membuat Sally terpukau, ia baru kali ini melihat rumah dengan desain ala Jepang seperti ini. Tampaknya orang tua Zico adalah orang yang memiliki selera unik.

Setelah mobil Ferrari merah milik Zico menekan klakson, tak lama pintu gerbang rumah itu dibuka. Seorang wanita paruh baya yang membukanya terlihat sedikit terkejut saat Zico menyapanya.

"Mas Zico? Ya Allah Mas Zico udah lama banget gak ke sini, sampe pangling saya." Wanita paruh baya itu menatap Zico dengan antusias.

Zico tersenyum mendengarnya. "Iya, udah lama ya. Budhe Imah apa kabar?" tanya Zico dengan suara rendah.

"Alhamdulillah baik, Mas. Ayok masuk, Mas! Biar Budhe panggilkan Bu Maya sama Pak Wira." Bude Imah mempersilakan mobil Zico memasuki rumah. Setelah masuk, barulah Bude Imah menutup kembali pagar tersebut dan masuk ke dalam untuk memanggil majikannya.

Zico dan Sally yang sudah turun dari mobil, kini berdiri di depan pintu seraya memperhatikan rumah tersebut. Zico tersenyum tipis, baginya suasananya masih sama seperti dulu. Tidak banyak yang berubah, hanya ada tambahan tanaman baru yang kini tampak menghiasi pelataran rumah.

"Kamu udah lama gak ke sini, ya?" tanya Sally hati-hati. Ia merasa janggal saat tadi Bude Imah mengatakan jika Zico sudah lama tidak pernah ke rumahnya.

Zico yang tadi asik memperhatikan sekitar, menoleh ke arah Sally. Wajahnya terlihat muram sejenak, walaupun hanya sebentar hingga akhirnya ia kembali mengontrol ekspresi wajahnya. Namun Sally sudah terlanjur menangkap ekspresi muram Zico tadi, ia rasa dugaannya benar.

"Iya," sahut Zico singkat, ia merasa tidak harus menjelaskan apapun pada Sally mengenai apa yang terjadi.

Mendengar balasan Zico yang seolah tidak ingin ditanya lebih jauh, Sally memutuskan tidak membahasnya lagi. Terlebih mereka sudah sepakat untuk tidak ikut campur urusan masing-masing.

"Zico?"

Ucapan itu lantas mengalihkan pikiran keduanya, mereka menoleh ke arah sumber suara dan mendapati wanita paruh baya dengan jilbab yang menjulur sampai ke dadanya. Wajahnya tampak sejuk dipandang dan memberikan aura hangat bagi lawan bicaranya.

"Mama!" sapa Zico kikuk, sebenarnya ingin sekali ia memeluk Mamanya dan mengatakan bahwa ia sangat rindu. Namun berat untuknya melakukannya.

Wanita paruh baya itu lantas langsung memeluk Zico tatkala melihat wajah anak satu-satunya itu, wajah yang sangat lama tidak ia lihat. "Ya Allah Zico, Mama kangen banget sama kamu. Kamu kemana aja sih, kenapa gak pernah kesini? Gak pernah kasih kabar lagi, nomer kamu juga gak pernah aktif kalau dihubungi. Mentang-mentang udah jadi artis sekarang, lupa kamu sama Mama kamu," gerutu Maya--Mama Zico.

"Bukan lupa, Ma. Cuma aku emang belum sempet aja," dalih Zico sembari melepaskan pelukan Mamanya. Bukannya ia menjaga jarak, hanya saja ia tidak mau lagi menyakiti hati orang tuanya dan terlalu berharap padanya.

Maya memutar bola matanya jengah mendengar alasan Zico yang tidak masuk akal, tetapi kemudian ia beralih menatap perempuan cantik yang tampak asing baginya. "Eh ini siapa, Zico?" tanya Maya sembari melemparkan senyumnya pada Sally.

Sally ikut tersenyum lembut lalu menyalami tangan orang tua Zico. "Saya Sally, bu." balas Sally sopan.

Oh ternyata namanya Sally, gue aja baru tau, batin Zico.

"Iya Mah, kenalin ini Sally calon istri aku." Zico ikut menimpali.

Senyum Maya semakin lebar, ia senang mendengar anaknya akan segera menikah. "Wah iya? Ayo-ayo masuk, kenapa jadi di luar gini ngobrolnya." Maya mempersilakan Zico dan Sally masuk.

Keduanya lantas duduk di ruang tamu yang disuruh Maya, sementara Maya meninggalkan mereka berdua untuk membuat minuman dan memanggil suaminya. "Tunggu sini dulu, ya. Mama buatin minuman dulu."

"Sally bantu ya, Tante." Baru saja Sally hendak berdiri menyusul Maya, tetapi ditahan oleh Maya.

"Eh gak usah, kamu duduk aja dulu. Biar Mama aja yang buat, Zico jagain calon istrinya ya!" perintah Maya sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkahnya.

Sepeninggalan Maya, Sally merasa bahwa Mama Zico adalah orang yang sangat ramah. Jauh berbeda dengan anaknya yang suka marah-marah. "Mama kamu baik ya, gak kayak anaknya," ungkap Sally spontan.

Zico melirik Sally sinis. "Nyindir gue maksudnya?"

"Enggak, kamu aja kali yang ngerasa kesindir. Aduh maaf ya kalo kesindir," ledek Sally.

Zico memberengut kesal. "Seenggaknya gue gak aneh," balas Zico balik mengejek.

Sally membelalakkan matanya. "Siapa yang kamu bilang aneh?" selidik Sally kesal.

Zico mendekatkan wajahnya, membuat Sally yang panik memundurkan wajahnya. Hingga saat ia tidak bisa lagi menjauhkan wajahnya, Sally menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Lo mau tau siapa yang aneh? Gue kasih tau ya, orangnya ada di depan gue tuh sekarang," bisik Zico sembari tertawa melihat ekspresi Sally yang lucu menurutnya, lalu ia menjauhkan kembali wajahnya.

Sally membuka kedua tangannya, ia menatap tajam Zico. "Mending aneh dari pada suka marah-marah, bikin cepet tua."

"Yee dasar aneh, aneh, aneh!" ejek Zico tidak peduli dengan ucapan Sally.

Sally yang mendengarnya semakin ingin menimpuk wajah Zico. Kenapa bisa ada yang mengagumi orang menyebalkan seperti Zico, entah apa yang salah dengan para fans Zico.

Kali ini Sally tidak mau menanggapi Zico, ia mengalihkan pandangannya ke samping dengan memasang wajah jutek. Cukup sudah, berhadapan dengan Zico selalu saja membuatnya kesal.

Zico menatap Sally yang memunggunginya, ia tersenyum tipis. Lucu sekali dia yang duluan menyindirnya, dia juga yang marah. "Marah lo sama gue?"

"Enggak!" sanggah Sally masih tidak ingin memandang Zico.

"Padahal tadinya abis dari sini gue mau ngajakin beli es krim, tapi karena lo marah yaudahlah gak jadi," pancing Zico.

Mendengar kata es krim entah kenapa Sally tergugah, tetapi ia tetap tidak mau menatap Zico. "Yaudah, emang anak kecil apa dibujuk pake es krim."

"Yaudah," ucap Zico santai.

Maya kembali dengan membawa empat minuman dingin dan menaruhnya di meja. "Eh ini kenapa duduknya pada jauh-jauhan sih, lagi marahan?"

"Enggak, siapa yang marahan? Ini dia malu kalo duduk deket-deketan. Biasalah Ma, cewek kan emang suka malu-malu. Kita gak marahan kok, iya kan sayang?" tanya Zico meminta persetujuan Sally dengan tersenyum manis. "Iya kan, Sayang?" Zico menekankan kalimatnya agar Sally memahami kodenya.

Sally tertawa sumbang. "Oh, haha iya kok. Kita gak marahan, Tante." Sally ikut menimpali dengan senyuman, padahal dalam hatinya ia ingin muntah mendengar Zico yang menyebutnya dengan sebutan 'sayang'.

Maya terkekeh pelan melihat interaksi keduanya. "Lucu deh kalian berdua, malu-malu kayak remaja puber aja."

Mereka bertiga tertawa bersamaan, sampai suara langkah kaki mendekat ke arah mereka. Zico seketika menjadi tidak tenang, ia tahu jika yang akan datang ke sini adalah Papanya.

Benar saja, saat semakin dekat seorang laki-laki paruh baya muncul dengan wajah tegasnya. Matanya yang tajam bagaikan mata elang, memandang Zico dingin.

"Masih berani kamu dateng ke sini? Saya kira kamu udah mutusin buat keluar dari keluarga ini."

****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!