Bab 3-Fakta baru

Malam seharusnya menjadi waktu yang paling menenangkan. Karena hanya di waktu malam, Sally dapat mengistirahatkan sejenak pikirannya dari segala naskah cerita yang ia buat. Kini, seolah semuanya berubah sejak kejadian sore tadi.

Sally menatap pelataran rumahnya dengan tatapan kosong. Ia bingung keputusan apa yang harus diambilnya. Apakah ia harus menerima tawaran dari Zico atau tidak. Sedangkan ia tidak memiliki pilihan lain, tidak mungkin ia menggadaikan rumah peninggalan orang tuanya untuk membayar biaya perbaikan mobil Zico.

Rumah ini adalah satu-satunya peninggalan dari orang tuanya sebelum peristiwa itu terjadi. Sebelum ia dan keluarganya mengalami kecelakaan hebat yang membuatnya kehilangan kedua orang tuanya, sekaligus kembarannya sepuluh tahun lalu.

Hanya rumah ini yang dapat mengobati kerinduannya pada orang tua dan kembarannya--Salma Zevanya. Suasananya yang masih ia ingat jelas, bagaimana ramai dan hangatnya rumah ini saat keluarganya masih utuh. Sally tidak mungkin menggadaikan harta yang paling berharganya ini pada orang lain, ia tidak ingin kehilangan suasana rumah ini.

Lalu apa yang bisa dilakukannya untuk dapat membayar Zico, ia benar-benar tidak punya ide lain. Tangannya bergerak mengambil sebuah pigura yang ada di atas nakas kamarnya. Di foto itu memperlihatkan dua orang anak kecil yang tersenyum sembari saling merangkul bersama dua orang dewasa yang juga tersenyum lembut ke arah kamera.

Tes!

Setetes air bening lolos dari pelupuk matanya, mengingat kenangan yang masih belum bisa ia lupakan sampai saat ini. Andai saja peristiwa itu tidak terjadi, mungkin kehidupan Sally tidak akan sesepi ini. Ia kembali menaruh pigura itu di atas nakas sembari menghapus air matanya.

"Enggak, aku gak boleh nyerah. Pasti ada jalan buat ngelaluin semua ini, semangat!" seru Sally pada dirinya untuk menyemangatinya. Ia tidak mau larut dalam kesedihan yang dapat membuatnya down.

Sally beranjak dari kamarnya dan melangkah menuju ruang tamu, ia berniat menonton televisi untuk setidaknya melupakan pikiran-pikiran yang menganggunya. Ia mengambil kopi yang baru dibelinya tadi di kulkas, sebelum akhirnya duduk di sofa panjang seraya menyalakan televisi di hadapannya.

"Ya balik lagi di 'Talkshow Bang Boy', talkshow para artis! hari ini kita kedatangan bintang tamu idaman para kaum wanita lho, Kira-kira siapa ya? Ada yang bisa nebak?" Sang presenter itu menyampaikan perkataannya dengan penuh semangat.

Sally sangat menyukai acara ini, karena menurutnya acara ini lebih berbobot, tidak pernah membahas gosip-gosip para artis seperti program-program lain di televisi.

Ia menonton dengan sangat antusias, penasaran siapa kali ini bintang tamu yang diundang. Sally asik menonton sembari meneguk kopinya tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi di hadapannya.

"Artis kali ini pasti udah kalian tunggu-tunggu, jadi langsung aja kita sambut ... Zico Wiratama!" seru Sang presenter dengan antusias.

Mendengar nama seseorang yang tidak asing itu, lantas Sally yang tengah meneguk kopinya itu tersedak. Matanya reflek menatap tajam pada laki-laki tampan yang ada di layar televisi.

"Wah, akhirnya Zico bisa kesini juga ya. Udah lama banget kita ngundang Zico, tapi jadwalnya gak pernah bisa nih. Gimana kabarnya, Zico?" tanya Boy--sang presenter seraya mengulurkan tangannya untuk menyalami Zico.

Zico tersenyum sembari menyalami tangan Boy. "Alhamdulillah baik, Bang. Aku seneng banget sih akhirnya ada kesempatan buat dateng ke talkshow Bang Boy. Makasih banget udah ngundang aku ke sini."

Sally memandang sinis mendengar perkataan Zico yang terlihat ramah itu. "Heleh, sok ramah banget dia," ucapnya kesal.

"Gimana kesibukan kamu, denger-denger mau ada film baru lagi ya. Coba ceritain dong tentang apa ceritanya?" tanya Boy.

"Iya, kebetulan aku lagi shooting film 'Putus atau Terus'. Buat ceritanya sendiri aku spoiler dikit deh, selebihnya nanti kalian tonton di bioskop ya kalo udah tayang. Jadi cerita ini tentang orang yang dilema buat milih mutusin atau lanjut sama pasangannya, karena berbagai masalah yang ada. Intinya gitu deh, aku belum bisa spoiler lebih banyak." Zico tertawa di ujung kalimatnya.

Sally yang sudah kesal dengan gaya bicara Zico yang tampak halus ketika di televisi, langsung mengganti ke acara lain.

Bukannya lega, ia justru semakin kesal karena lagi-lagi wajah Zico yang muncul di iklan. "Muncul mulu sih perasaan, mentang-mentang terkenal tv isinya jadi dia mulu," dumel Sally kesal, ia kembali mengganti acara televisi lain.

"Mau keliatan keren, pas ngedate? Pake 'Zar Parfum', aromanya yang maskulin, buat pacar kamu betah lama-lama sama kamu." Zico tersenyum manis sembari menunjukkan parfum yang ada di tangannya.

Lagi-lagi wajah Zico yang muncul. Jika dulu ia akan senang melihat Zico di televisi, saat ini ia justru kesal melihat wajah tampannya itu. Tunggu, apa tadi ia mengucapkan tampan? ralat wajah menyebalkan maksudnya.

Lelah karena wajah Zico yang selalu muncul, Sally memilih mematikan televisi dan beranjak untuk ke kamarnya. Ia lebih baik tidur, sepertinya memang pikirannya perlu diistirahatkan dari segala yang berhubungan dengan Zico.

Sally merebahkan tubuhnya di kasur miliknya, tangannya bergerak mematikan lampu yang ada di nakas. Ia menaikkan selimutnya dan mulai memejamkan matanya. Ia berharap hari esok akan menjadi lebih baik dibanding hari ini.

***

Pagi ini Zico akan melakukan pemotretan majalah, lalu sorenya ia akan melakukan take bagian terakhir dalam filmnya. Cukup padat jadwalnya, tetapi Zico masih menyempatkan waktu untuk datang ke butik milik Aletta.

Semenjak peristiwa kemarin, Zico merasa jika sikapnya keterlaluan pada Aletta. Kemarin ia terbawa emosi, karena hal yang diharapkannya terjadi justru dihempaskan oleh kenyataan yang ada.

Zico menghentikan mobilnya tepat di depan butik dengan dominan warna putih tersebut. Tulisan 'Aletta Boutique' menyambut pandangannya, ia tersenyum tipis melihatnya. Sejak SMA Aletta memang sangat berbakat desain pakaian, kini mimpi Aletta dapat terwujud karena kegigihan perempuan itu.

Zico turun dari mobilnya dan melangkah memasuki butik milik Aletta. Baru saja ia ingin masuk, ia melihat Aletta yang tengah berpelukan dengan sahabatnya--Devian. Sontak tangannya mengepal kencang.

"Dev, kamu pulang ke Indonesia kenapa gak ngomong, sih! Tau gitu kan aku bisa jemput kamu di bandara," ucap Aletta kesal sembari menepuk pelan bahu Devian.

Laki-laki bertubuh jangkung dengan lesung pipit di pipinya itu terkekeh. "Ya karena itu aku gak bilang, aku gak mau ngerepotin kamu sama Zico. Lagian aku sengaja mau ngasih surprise," balas Devian sembari melepaskan pelukannya. Ia mengusap lembut puncak kepala Aletta yang masih memasang wajah kesal. "Udah, dong. Jangan ngambek lagi, aku bawa oleh-oleh buat kamu," bujuk Devian.

Aletta yang mendengarnya tersenyum riang, ia menarik tangan Devian untuk membawanya ke ruangannya di atas. Ia ingin berbincang banyak dengan Devian yang sudah lama tidak bertemu. "Yaudah, ayok! aku mau denger banyak cerita kamu selama di Amerika."

Zico yang melihat kedua sahabatnya tampak mesra itu hanya bergeming. Ia dapat mendengar jelas pembicaraan keduanya, dan ia dapat melihat tatapan rindu dan ... cinta di mata Aletta. Ia baru menyadari jika perhatian Aletta padanya dan pada Devian berbeda. Pantas saja Aletta menolaknya, pasti itu karena Devian.

Zico merasa sangat bodoh, kenapa ia tidak menyadari jika Aletta mencintai Devian selama ini. Kalau ia tahu lebih awal, pasti perasannya ini tidak akan terlanjur dalam pada Aletta. Dari dulu memang tipe Aletta seperti Devian, yang seorang businessman, tenang, karismatik, bisa mengatur dengan sistematis hidupnya. Bukan sepertinya yang hidupnya berantakan.

Tidak mau berlama-lama di sini, Zico beranjak menuju mobilnya. Ia menekan tombol bertuliskan kontak dan mencari nama 'si ceroboh'. Saat menemukannya ia langsung mendial nomer tersebut, tidak berselang lama sambungannya tersambung.

"Halo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, nanti malem gue tunggu di Camelie Cafe. Jam setengah delapan, jangan telat!" Zico langsung menutup teleponnya. Setelahnya ia menghidupkan mobilnya dan melajukannya menjauhi butik milik Aletta.

Ia menuju ke lokasi pemotretan untuk menjalani aktivitasnya, mau bagaimanapun perasaannya Zico selalu berusaha profesional dengan pekerjaannya. Walaupun saat ini rasa marah dan rasa sakit masih bersinggah di hatinya. Terkadang pekerjaan mampu membuatnya lupa dengan perasaannya sejenak. Ya, walaupun hanya untuk sejenak.

****

Terpopuler

Comments

Catastrovhy

Catastrovhy

tiati jodoh, sall👀

2023-06-17

0

Catastrovhy

Catastrovhy

harus banget semangat🤗

2023-06-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!