Dilema Pernikahan 150 Hari

Dilema Pernikahan 150 Hari

Bab 1-Hancur

Zico Wiratama, siapa yang tidak mengenal seorang Zico? Laki-laki tampan, bertubuh atletis, juga pesonanya yang kuat membuatnya digandrungi oleh banyak perempuan. Tidak hanya itu, Zico juga sukses memerankan karakter siapapun dari berbagai film, drama yang dimainkannya. Tidak heran jika ia menjadi salah satu artis terkenal yang memiliki banyak penggemar.

Pesona Zico memang tidak bisa dielakkan, siapapun perempuan yang melihatnya pasti akan terkesima dengan wajahnya yang tampan dan manis. Membuat siapapun tidak bosan memandangnya.

"Aku gak akan pergi, sampai kamu kasih tau alasan kamu mutusin aku, Jihan!" seru Zico sembari mengusap wajahnya gusar.

Perempuan dengan rambut sebahu itu memalingkan wajahnya, tangannya membekap mulutnya untuk menahan isak tangis yang entah sejak kapan keluar. "Aku mohon kamu ngerti, Rei! Kita udah gak bisa sama-sama lagi," lirih perempuan itu tanpa memandang wajah Zico yang ada di hadapannya.

Zico meraih kedua tangan perempuan yang ada di hadapannya, seraya mengusapnya lembut. "Aku yakin kamu punya alasan kenapa tiba-tiba kamu minta putus dari aku. Aku juga tau kalo kamu ngelakuin ini bukan atas kemauan kamu sendiri, Jihan." Zico perlahan melepaskan tangan perempuan itu, lalu kembali menatapnya.

"Aku gak akan maksa kamu lagi. Kalo menurut kamu kita jauh bisa buat kamu bahagia, aku akan pergi. Tapi aku cuma minta satu hal, jangan pernah kamu netesin air mata kamu yang berharga itu lagi. Aku mau kamu bahagia, walaupun bukan sama aku." Zico kini tersenyum lembut, walaupun hatinya tidak bisa bohong. Tentu saja ini bukanlah kemauannya. Namun jika kepergiannya dapat membuat perempuan di hadapannya bahagia, ia akan lakukan.

Perlahan Zico melangkah mundur sembari menatap wajah perempuan di hadapannya dalam-dalam, untuk menyimpan kenangan indah yang terakhir kalinya. Hingga akhirnya Zico berbalik dan melangkah menjauhi perempuan itu, tepat di saat air matanya kembali terjatuh.

"Cut!" seru seorang sutradara sembari tersenyum puas. "Oke, bagian Zico selesai. Kita break dulu lima belas menit, sebelum kita take bagian Alda lagi sama Teo," lanjut Rio--Sutradrara muda yang hampir seumuran Zico, hanya terpaut dua tahun di atasnya.

Zico tersenyum lega, karena akhirnya hari ini bagiannya selesai. Menyisakan take bagian lawan mainnya--Alda yang berperan sebagai Jihan tadi dan Teo. "Selesai juga akhirnya," ucap Zico bersemangat. Bagaimana tidak, biasanya ia selalu pulang malam karena bagiannya yang sangat banyak. Namun hari ini ia dapat pulang sore, lebih cepat dibanding biasanya.

Zico melangkah menuju kursinya, yang mana di sebelahnya terdapat Arya--Manajer sekaligus sahabatnya. Zico duduk di sebelah Arya sembari menerima air mineral yang disodorkan oleh manajernya itu.

"Lo mau langsung pulang?" tanya Arya.

Zico meneguk air mineralnya terlebih dahulu sebelum menjawab, "Iya, gue ada urusan lagi."

"Oke, tapi jangan lupa besok pagi lo ada talkshow Bang Boy, terus sorenya lo shooting hari terakhir nih. Awas aja kalo lo ketiduran," ancam Arya seraya menunjuk Zico dengan tangannya.

Zico terkekeh mendengar celotehan Arya. Sahabatnya itu selalu saja cerewet mengenai jadwalnya. "Iya, siap! Udah lo tenang aja, gue masih belom pikun, kok." Zico kembali tertawa seraya bangkit dari kursinya.

"Gue duluan, ya!" seru Zico seraya mengenakan jaket kulit berwarna coklat miliknya, lalu berpamitan pada kru-kru lain dan melangkah meninggalkan lokasi shooting.

"Woi, Co! Mau kemana, lo?" tanya Teo yang kebingungan melihat Zico melangkah keluar.

Zico terpaksa menghentikan langkahnya, saat mendengar suara Teo. "Pulang, lah. Sorry nih, bagian gue mah udah selesai." Zico tersenyum penuh kemenangan.

Teo memutar bola matanya jengah melihat ledekan Zico. "Yeee dasar, gak ke basecamp dulu lo?"

Zico menggeleng seraya membalikkan badannya. "Enggak dulu, salamin aja ya. Bye, gue duluan!" seru Zico sembari melanjutkan langkahnya, tanpa menoleh ke arah Teo.

Hari ini ia sedang buru-buru, karena ia tengah menyiapkan sesuatu yang spesial untuk seseorang. Walaupun tubuhnya sedikit lelah karena habis shooting, tetapi lelahnya akan hilang begitu harapannya menjadi kenyataan. Zico berharap hari ini akan berjalan sesuai keinginannya. Setidaknya usahanya tidak sia-sia jika itu terjadi.

***

Sebuah mobil Ferrari 488 Pista berwarna putih, berhenti tepat di salah satu restoran mewah yang ada di kota Jakarta. Bangunan mewah dengan kaca-kaca besar yang ditambah dengan aksen glamor menambah pesona restoran tersebut.

Seorang perempuan turun dari mobil Ferrari putih tersebut, wajahnya terheran-heran melihat parkiran mobil yang tampak sepi seperti tidak ada tanda-tanda orang lain.

"Ayok, masuk!" seru Zico lembut sembari menggenggam tangan perempuan itu.

Perempuan bernama Aletta Maudy itu terkejut saat Zico meraih tangannya ke dalam genggamannya. Namun ia kembali menormalkan ekspresi wajahnya, mengingat jika Zico adalah sahabat dekatnya, jadi ia rasa tidak masalah dengan itu.

Zico dan Aletta berjalan bersisian dengan tangan saling bertautan. Tepat saat mereka berdua masuk ke dalam restoran tersebut, Aletta semakin kebingungan, karena isinya pun benar-benar kosong tidak ada siapapun.

"Zico, ini restorannya kenapa sepi, ya?" tanya Aletta pada Zico.

Bukannya menjawab, Zico justru terkekeh kecil. Ia tetap melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan Aletta. Hingga akhirnya mereka sampai di salah satu meja yang di atasnya dihias bunga mawar merah dan lilin-lilin di tengahnya.

Zico menarik kursi Aletta dan mempersilakan untuk duduk. Baru kemudian Zico duduk tepat di hadapan Aletta. Di situlah Zico akhirnya membuka percakapan. "Kamu pasti dari tadi bingung, kenapa di restoran ini cuma ada kita doang? Aku bakal jelasin, tapi kamu dengerin aku baik-baik ya." Zico berucap lembut sembari menatap manik mata Aletta dalam.

Aletta yang ditatap seperti itu ditambah ucapan Zico yang terdengar lembut di telinganya, membuatnya sedikit salah tingkah. "Iya," balas Aletta singkat, karena ingin cepat-cepat mendengar perkataan Zico selanjutnya.

"Sebenernya aku ngajak kamu ke sini, karena ada hal yang mau aku omongin. Aku sengaja booking restoran ini buat kita doang, biar ada privasi dan aku bisa lebih serius ngomonginnya." Zico berhenti sejenak sembari mengembuskan nafas panjang.

Zico kembali menatap Aletta, tangannya mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah yang ada di sakunya. "Aletta, aku udah lama suka sama kamu. Aku tau kamu itu wanita yang mandiri, cerdas, cantik, dan aku makin yakin cuma kamu yang bisa jadi pendamping yang sempurna di hidup aku." Zico membuka kotak berwarna merah tersebut yang memperlihatkan sebuah cincin berlian yang sangat cantik, ia kemudian menyodorkannya di hadapan Aletta.

"So, Aletta! will you marry me?" tanya Zico dengan wajah serius, ia memandang Aletta dengan penuh harap.

Tes!

Setetes air bening jatuh tepat di atas tangan Zico yang tengah menyodorkan cincin untuk Aletta. Zico mengerutkan dahinya bingung melihat Aletta yang justru menangis, ia jadi bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan kata-kata nya.

"Kenapa?" lirih Aletta masih dengan air mata yang seakan tidak mau berhenti menetes.

Zico semakin bingung dengan jawaban Aletta. "Kenapa? Maksudnya?" tanya Zico yang benar-benar tidak mengerti maksud dari ucapan Aletta.

"Kenapa? Kenapa harus aku? Kenapa hati kamu harus berlabuh buat aku? Kenapa kamu gak mencintai orang lain aja, Zico? Kenapa cinta kamu yang tulus itu, harus kamu jatuhin buat orang yang gak mencintai kamu? Kenapa?!" Air mata Aletta semakin deras berjatuhan, tatkala mengatakan itu. Ia benar-benar merasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan Zico.

Sementara Zico, perasaannya bagaikan disengat listrik ribuan volt. Waktu seakan berhenti berputar, hatinya seolah mati sekian detik. Wajahnya yang tadi memancarkan binar cinta, kini seolah redup. Ia bahkan tidak bisa mengatakan apapun sekarang, lidahnya terasa kelu.

Aletta yang melihat Zico hanya bergeming dengan wajah datar, semakin merasa bersalah. Ia memberanikan diri menyentuh tangan Zico, bermaksud untuk menenangkannya. Tapi Zico justru menghempaskan tangannya.

"Zico, aku minta maaf gak bisa balas perasaan kamu. Tapi aku mohon jangan pernah jauhin aku, jangan pernah kamu menghindar karena masalah ini! Aku gak mau pertemanan kita bertahun-tahun harus hancur karena ini," ujar Aletta berusaha menenangkan Zico.

Zico menggeleng cepat, ia tahu jika ini bukan salah Aletta. Namun tidak tahu kenapa saat ini ia merasa marah. Ia tidak mau mengatakan hal-hal yang akan membuatnya menyesal, karena dalam kondisi marah seperti ini.

Zico memasukkan kembali cincin yang tadi ingin ia berikan pada Aletta, dan bangkit dari kursinya. Ia bergegas melangkah keluar meninggalkan Aletta, tetapi ternyata perempuan itu berlari mengejarnya dan memeluknya dari belakang. Ia dapat mendengar isak tangis Aletta.

Aletta mencoba menghapus air matanya yang masih saja terus mengalir. "Zico, aku mohon jangan kayak gini. Aku minta maaf, tapi aku gak bisa maksain perasaan aku ke kamu. Kamu pantes dapet orang yang lebih tulus sayang sama kamu, dibanding aku."

Zico melepaskan tangan Aletta yang memeluknya dari belakang. Tanpa berkata apapun Zico kembali melangkah cepat, mengabaikan teriakan Aletta yang memanggil namanya.

Ia terus melangkah hingga sampai di parkiran mobilnya, ia lantas langsung masuk dan melajukan mobilnya keluar meninggalkan restoran mewah yang tidak mau ia kunjungi lagi.

Di dalam Zico memukul setir mobilnya dengan keras, ia benar-benar berharap jika usahanya akan berbuah manis melihat perhatian Aletta selama ini. Namun ternyata salah, perhatian Aletta kepadanya tidak lebih hanya sebatas teman saja. Zico terlalu bodoh mengira Aletta juga mencintainya, tanpa memastikannya terlebih dahulu.

Sekarang bahkan ia tidak tahu apakah ia bisa berteman baik lagi seperti dulu, karena melihat wajah Aletta saja dapat membuat hatinya sakit.

Tepat di hadapan lampu merah, Zico menghentikan mobilnya di tepi jalan. Ia meraih kembali cincin yang ingin ia berikan pada Aletta tadi, kemudian membuangnya ke sembarang arah di dalam mobilnya. Ia benar-benar benci dengan semua yang berkaitan dengan Aletta, karena itu dapat memunculkan rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Betapa percaya dirinya ia mengira semuanya akan berjalan sesuai keinginannya, seolah-olah itu hal yang pasti. Ia menyesal telah memikirkan hal-hal indah yang bahkan tidak akan pernah terjadi.

Brukk!

Di tengah kemarahannya, Zico merasakan sesuatu menabrak mobilnya. Ia melihat lampu merah yang tadi kini sudah berganti menjadi hijau, dan kendaraan lain pun sudah berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal Zico yakin mereka semua tahu apa yang terjadi, hal itu lantas membuat Zico yang sudah dalam mood yang buruk semakin buruk. "Argghh!" teriak Zico kesal. Masalah apa lagi sekarang? ia bahkan belum selesai menenangkan diri, sudah muncul lagi masalah baru. Kenapa semua harus muncul di waktu yang bersamaan?

***

Terpopuler

Comments

Catastrovhy

Catastrovhy

relate. kalau udah kaya gini, butuh waktu dulu untuk terbiasa dan bisa balik lagi kaya dulu :')

tak segampang itu~~~

2023-06-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!