...'Dia menemukan tanaman yang dicarinya, tetapi tempat ini rupanya sarang dari makhluk hijau yang ganas.'...
...*****...
Natur saat ini berjalan di bagian terdalam gua. Dia memegang busurnya dan memperhatikan sekitarnya dengan saksama. Burung pipitnya terbang di depan dan menjadi penunjuk dari setiap langkahnya.
Lantai dengan bebatuan kasar yang dipijaknya berwarna kehijauan dan terasa agak licin. Di langit-langit gua terlihat vermelux, sejenis cacing halus yang dapat mengeluarkan cahaya dari tubuhnya.
Karena binatang ini, Natur tidak perlu memakai sihirnya untuk menerangi jalan. Burung pipitnya terus terbang dan semakin jauh ke depan. Natur melihat cahaya hijau-kebiruan dan samar-samar mendengar tetesan air.
Langkah kakinya terus membawa Natur lebih jauh ke dalam gua hingga pandangannya pun menjadi jelas. Dia tiba di sebuah tempat yang memiliki kolam besar dengan air yang memantulkan cahaya dari vermelux.
Ada tumbuhan air dan beberapa rumput yang Natur lihat. Tempat ini jauh lebih indah dan hidup daripada yang dirinya saksikan di luar gua ini.
"Lili, di mana tanaman itu?" Natur buka suara dan burung pipitnya pun mulai terbang lebih jauh sampai hewan kecil itu terbang merendah dan mengelilingi beberapa rerumputan tebal.
Natur mengikutinya dan mengulurkan tangan untuk membelah rumput yang setinggi pinggangnya itu. Dia menemukan banyak bunga dan serangga terbang yang bercahaya. Ada banyak bunga yang dilihatnya, tapi hanya satu bunga yang menarik perhatiannya.
Natur mengeluarkan sebuah kertas yang terlipat dari kantong jubahnya. Dia pun menggunakan sihir cahaya untuk menerangi kertas tersebut dan kini melihat gambar yang disebut sebagai Bunga Lily Api.
Lily api mempunyai bunga terpilin dan merentang ke atas, sementara putik bunganya menghadap ke bawah. Bunga lily api biasa memiliki batang lunak dan tumbuh merambat.
Daun bunga ini melengkung dengan ujung runcing seperti mata tombak. Natur bisa tahu mana bunga lily yang dicarinya di antara tanaman yang ada, sebab bunga ini memiliki bentuk yang unik.
Apalagi warna dari bunga tersebut cukup terang dengan merah di pucuknya, kemudian jingga, dan kuning di bagian bawahnya. Kelopak bunga ini pun tersusun melingkar pada tangkainya dan mirip seperti lidah api yang sedang menyala.
Natur sudah cukup melihat di kertas miliknya dan yakin bahwa tanaman di hadapannya ini yang sedang dia cari. Dia tahu bahwa bunga lily api biasa tumbuh merambat, tetapi bunga lily berakar api yang dicarinya tumbuh tegak dengan batang yang keras.
Natur melipat kembali kertas di tangannya dan lantas mengeluarkan belati miliknya. Dia pun menggali tanah di sekitar tempat tersebut tanpa memikirkan sebuah kejanggalan yang seharusnya Natur sadari.
Tempat di mana remaja laki-laki berusia 14 Tahun itu berada saat ini adalah di dalam sebuah gua yang dipenuhi tanaman indah, begitu terawat. Bahkan jika gua seharusnya mempunyai aroma tidak sedap karena di tinggali hewan-hewan nokturnal---gua ini justru sebaliknya. Rasanya seakan-akan.... Ada yang merawat kondisi gua ini hingga begitu asri.
"..............."
Natur terlihat begitu senang sebab berhasil menemukan tanaman yang dicarinya. Dia sangat semangat menggali tanah dan sama sekali tidak menyadari sedang diintai oleh sesuatu.
Penglihatan dari sosok yang mengintai Natur berwarna hijau. Dia bersembunyi di balik dinding batu, terus memata-matai Natur dan kemudian mulai mendekat secara perlahan.
"Akar api..!" Natur sudah bisa melihat akar pada tanaman yang dia gali. Burung pipit yang sebelumnya hanya memperhatikan Natur kini terkejut dan segera mengeluarkan suara nyaring hingga membuat pemiliknya kaget.
Tepat ketika Natur berbalik, sesuatu melompat hendak menerkamnya---sebuah seruan pun terdengar dan lintasan cahaya menyilaukan mata tiba-tiba muncul.
"Crevaison Lux...!!"
Tusukan cahaya itu menyilaukan mata. Natur bahkan menggunakan lengannya untuk menghalangi cahaya yang menyilaukan itu. Dan saat cahaya tersebut mulai memudar, Natur pun kemudian mulai membuka mata.
Remaja itu tersentak ketika seseorang telah berdiri di depannya dan subjek ini sangat dia kenali. Natur tidak berkedip dan lantas mulai buka suara memanggil subjek tersebut.
"Arslan?!"
Benar. Sosok yang berdiri, memunggungi Natur saat ini tidak lain adalah Arslan. Pemuda yang hanya memiliki tinggi tubuh sebesar 1,3 meter itu masih terlihat mengatur napasnya. Dia jelas menggunakan banyak tenaga untuk bisa berlari hingga sampai di tempat ini.
"Hah... Hah... Hah... Bagaimana? Kau sudah... Hah... Menemukan tanaman untuk obatmu?" Arslan buka suara. Dia bertanya, hanya sedikit melirik ke arah Natur sebelum kembali memandang ke depan.
Natur berkedip dan lantas mengangguk. Dia menjawab, "Aku menemukannya. Tapi kenapa kau bisa sampai kemari? Bukankah harusnya kau menungguku saja dengan Sofia dan An. Tidak perlu sampai menyusul kemari,"
Arslan menarik napas. Suaranya datar saat berkata, "Jika aku tidak menyusulmu... Kau sekarang ini sudah menjadi santapan para Goblin."
!!?
Mata Natur terbelalak. Dia terkejut bukan main, bahkan sampai berdiri saking kagetnya. "A-apa maksudmu-!?"
Tepat ketika Natur hendak bertanya, makhluk yang disebut oleh Arslan pun muncul dari balik dinding. Dia tanpa sadar menahan napas dan kemudian tersadar mengenai pemilik dari tempatnya berada sekarang.
"Arslan," Natur menelan ludah. "Ini pertama kalinya aku melihat makhluk dari ras Goblin. Ta-tapi dari buku yang kubaca... Mereka bukankah jenis yang hidup menyendiri?"
"Apa dibukumu tidak dijelaskan bahwa Goblin itu sangat buas?"
"Apa?" Natur kaget.
"Goblin lebih buas dari kawanan wolf yang kita temui dan mereka mempunyai kekuatan fisik yang tidak main-main. Dan jangan kira bahwa makhluk ini bisa dibodohi karena mereka punya kepintaran rata-rata,"
"A-aku belum membaca sampai di sana..."
"Kau harus mulai banyak belajar sekarang," Arslan melihat tidak hanya satu orang goblin yang muncul, tetapi ada beberapa lagi dan bahkan yang masih bersembunyi dibalik dinding batu pun belum sepenuhnya memperlihatkan diri.
?!
Arslan tersentak saat suara cekikikan yang nyaring terdengar. Satu orang goblin tertawa dan goblin lainnya pun ikut melakukan hal yang sama. Natur memegang kuat busurnya dan bersiap pada kemungkinan akan bertarung di tempat ini.
"Arslan, apa mereka bisa bicara?" Natur buka suara. Dia baru akan menarik busurnya saat Arslan merentangkan tangan, mencegahnya melakukan tindakan yang gegabah.
"Jangan membuat keributan. Kau harus dengarkan aku," Arslan memperhatikan setiap goblin di hadapannya dan mengetahui bahwa makhluk ini berasal dari jenis mata hijau.
"Mundur perlahan..." Arslan memberikan arahan dan berujar pelan, "Goblin ini dari jenis mata hijau. Mereka memiliki kecepatan yang hebat. Kau harus berhati-hati dan jaga lehermu sebaik mungkin,"
"Le-leher?!" Natur menjadi tegang. Dia menelan ludah memperhatikan dengan baik wujud dari makhluk-makhluk di hadapannya.
Goblin memiliki tubuh pendek, sedikit lebih pendek dari Arslan. Mereka mempunyai telinga lebar dan lancip pada ujungnya, lebih mirip daun daripada disebut mirip telinga para elf dan kulit tubuh mereka hijau.
Goblin di hadapan Natur hanya memakai celana pendek, bertelanjang dada dan memperlihatkan gigi yang runcing, terlihat begitu tajam. Dia sebenarnya tidak ingin menghina, tetapi jujur wajah goblin sangat jelek, apalagi dengan hidung besar dan panjang.
Secara sekilas mungkin mereka terlihat lucu atau menggelikan, dan Natur mungkin akan tertawa meledek mereka jika saja dia tidak melihat ada darah di gigi para goblin ini dan andai mereka tidak melihatnya sambil meneteskan air liur.
"Arslan..." Natur menelan ludah, "A-aku rasa... Mereka lapar,"
"Tentu saja. Dan mereka melihat kita sebagai makanan," Arslan setengah berbisik pada Natur. "Saat kuberi tanda, kau cabut tanaman itu dan langsung pergi dari sini."
"Apa?" belum sempat Natur bersiap, Arslan tiba-tiba saja kembali mengucapkan mantra sihir. Dia menciptakan cahaya yang sangat menyilaukan seperti sebelumnya sehingga para goblin itu terkejut dan spontan menutup mata mereka.
"Cepatlah Natur!"
Natur mencabut bunga lily berakar api itu dan kemudian membungkusnya dengan baik. Dia pun melempar busurnya dan menarik kerah belakang Arslan. Burung pipit miliknya sudah lama bersembunyi di dalam kantong jubah Natur.
!!
"Di mana tempat aku masuk tadi? Terlalu menyilaukan," Natur tidak bisa melihat jalan. Dia sendiri bisa mencabut bunga lily berakar api sebelumnya karena memang tanaman itu dekat dengannya, tetapi jauh berbeda dari mencari tempat untuk keluar.
"Kau lurus saja," Arslan memberikan arahan dan Natur terbang lebih tinggi.
Hanya saja karena sinar keperakan dari mantra sihir Arslan, Natur jadi tidak bisa mengukur seberapa tinggi dirinya terbang sekarang. Busur yang dinaiki Natur membentur dinding gua dan membuatnya terjatuh bersama Arslan.
Bersamaan dengan itu, mantra sihir Arslan pun memudar dan para goblin tersebut mulai menyadari keberadaan mereka. Dengan cepat, goblin-goblin itu berlari dan menyerang Arslan serta Natur.
!!!
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Sofyan Muchtar
ceritanya bagus, sayang likenya sedikit ya
2023-08-24
3
Uchy
Wah bagaimana nasib pasangan Arslan dan Natur.?!
2023-07-08
1
Uchy
Waduuuhhh jantungan aku,,,,
Busur Natur pake acara nabrak dinding segala.....
2023-07-08
1