...'Dia dikejar troll, bertemu giant, dan bahkan kenalan lamanya.'...
...*****...
Arslan meringis ketika merasakan sakit pada perutnya. Suara gemuruh kecil menjadi tanda bahwa ini waktunya untuk makan. Sayang sekali tidak ada apa pun selain pakaian dan palu serta kapak di bungkusan miliknya.
Arslan teringat pada kertas yang berisi tulisan Sofia dan membukanya. Benda itu tidak hanya berisi pesan dari elf tersebut, tetapi juga sebuah peta. Gunung Merah tempatnya berada pun terlukis dengan jelas pada peta tersebut.
Arslan berpikir dan merasa bahwa dia tidak bisa menggunakan jalur yang biasa untuk keluar dari tempat ini. Aliran sungai memang dapat menuntunnya untuk keluar, tetapi juga banyak sekali bahaya. Beberapa wolf sering datang ke sungai dan jika sedang sial---dia bisa saja bertemu troll kembali.
Arslan menarik napas dan menggeleng pelan. Di saat semacam ini dia sangat ingin menaiki sapu terbang seperti yang selalu digunakan oleh para penyihir. Sayang sekali, bahkan untuk mengendalikan mantra sihir sederhana pun---dia belum bisa melakukannya.
Tidak ingin membayangkan hal bukan-bukan lagi. Arslan pun melanjutkan perjalanan dan baru turun saat tidak ada lagi pijakan untuknya. Kondisinya masih di dalam hutan walau pemandangan di hadapannya bukan lagi hamparan pohon dracovudu.
Arslan berjalan di antara bebatuan yang penuh lumut. Bebatuan itu sendiri berada di sepanjang jalan dan semakin tinggi seolah membentuk tebing. Ada pepohonan dengan akar yang merambat dan hutan luas di hadapannya.
Tanah yang dipijak Arslan bukan lagi tanah basah dan berlumpur. Dia menarik napas dan kemudian berjalan melewati celah di antara bebatuan yang ada. Pandangan matanya lurus ke depan, melihat hutan yang masih lebat membentang di hadapannya.
Arslan mencari buah-buahan di hutan atau tanaman yang bisa dia makan. Jujur saja tempat ini tidak seperti hutan pohon dracovudu di mana dirinya bisa mudah menemukan ulat kumbang pelangi hanya dengan mengangkat beberapa akar pohon berlumpur.
Perut Arslan kembali bergemuruh. Dia tidak bisa melanjutkan perjalanan atau pun berpikir jika perutnya sedang kosong. Dia benar-benar membutuhkan makanan saat ini.
Hutan harusnya tempat yang kaya akan makanan, tetapi di hutan ini selain pepohonan yang tumbuh liar---tidak ada apa pun yang bisa dijadikan pengganjal perut. Arslan berjalan dan baru ingin memeriksa di antara semak belukar ketika mendengar suara teriakan seseorang.
!!
Tanpa membuang waktu, Arslan bergegas ke tempat di mana asal suara itu berada. Dia bahkan menggunakan akar liar untuk bisa naik ke bagian tanah yang lebih tinggi. Suara itu pun kian jelas dan membuat Arslan merasa bahwa dia berjalan ke arah yang tepat.
"......... Aku rasa suaranya dekat dari sini?" Arslan mengedarkan pandangan dan kembali mendengar suara ringisan. Dia pun berjalan ke arah semak-semak, namun tetap waspada.
Mata Arslan melebar saat melihat ada sesosok makhluk yang sangat besar dengan kulit berbulu, berwarna hijau dengan telinga runcing. Dia tanpa sadar menahan napas apalagi saat melihat mata bulat sempurna berwarna hitam dari makhluk tersebut.
"Bukankah itu... Giant..? Dia dari jenis veridis." Arslan masih bersembunyi dan memperhatikan bagaimana makhluk besar itu berusaha membebaskan kakinya yang terhimpit di antara dua bebatuan besar.
"Bu...!"
!!
"Dia memanggil ibunya," Arslan menelan ludah. Makhluk di hadapannya memang sangat besar, tapi bila diperhatikan baik-baik... Subjek itu mempunyai tatapan mata yang polos hingga bisa dipastikan dia termasuk kecil untuk golongan ras Giant.
"Buu...!"
Arslan menarik napas dan lantas keluar dari persembunyiannya. Dia membuat makhluk berbulu hijau tersebut terkejut dan kembali memanggil-manggil ibunya.
Giant itu mengepalkan tangannya dan hampir saja memukul subjek yang mengagetkannya ketika dirinya tersentak dengan siapa yang datang mendekat ini.
"Bu...?"
"Namaku Arslan. Bagaimana denganmu?"
"Arslan..... An."
"An, baiklah. Jangan khawatir, kau akan baik-baik saja setelah ini. Aku akan mengeluarkanmu,"
Arslan berjalan mendekat dan melihat kondisi kaki dari Giant bernama An tersebut yang masih terhimpit bebatuan yang besar. Jujur saja dia lebih berani menghadapi ras Giant, apalagi dari jenis veridis sebab mereka termasuk raksasa yang naif dan berhati lembut.
An sendiri melihat makhluk yang kecil itu berusaha memanjat ke salah satu bebatuan. Dia pun mengulurkan tangan dan menangkap Arslan dengan sangat mudah.
!
Arslan tersentak, namun dia merasakan An sangat hati-hati meletakkan dirinya di atas salah satu batu. Dia pun menatap Giant tersebut dan dalam hati menggeleng pelan.
"Ini...." Arslan memperhatikan kaki An yang terjepit di antara dua batu besar dan lantas menoleh menatap Giant itu. Dia berkedip dan berekspresi seolah benar-benar kasihan pada makhluk bertubuh besar ini.
Arslan menggeleng pelan dan kemudian mulai memanggil An. Raksasa itu menatapnya dan dengan ekspresi wajah yang begitu polos.
"An, tanganmu. Kau bisa mengeluarkan kakimu dengan cara mendorong batu ini. Ayo lakukanlah,"
"..............."
Melihat wajah makhluk besar di hadapannya yang nampak kebingungan membuat Arslan kembali berkedip. Dia mengembuskan napas dan membatin, "Inilah sebabnya isi kepala jauh lebih penting daripada hanya sekadar otot."
Arslan menggaruk kepalanya dan kemudian kembali memanggil nama raksasa tersebut. "An, coba kau lakukan ini. Rentangkan tanganmu di antara kedua batu ini, lalu dorong. Seperti ini,"
Arslan terus mempraktekkannya dan membuat An memiringkan kepala karena masih bingung dengan apa yang dimaksud oleh makhluk kecil di hadapannya.
"Ayo, An. Lakukanlah seperti ini," Arslan terus membujuk makhluk di hadapannya hingga An pun mengerti. Giant tersebut mendorong batu besar dengan sekuat tenaga dan berhasil membuat kakinya dapat bergerak.
Arslan berpegangan kuat ketika batu di bawah kakinya bergerak. Dia akhirnya bisa bernapas lega, namun tiba-tiba tersentak saat An mulai menangis. Dia melihat ada luka di kaki monster itu dan kemudian mulai melompat turun.
"Bu....."
"Itu hanya luka yang kecil. Jangan menangis," Arslan memeriksa luka di pergelangan kaki An dan melihat ada beberapa warna merah pada bulu hijau di kakinya. Dia pun mengulurkan tangan dan merapalkan sebuah mantra sihir yang dapat menghilangkan rasa sakit.
"Duleur los amissa.."
An melihat ada cahaya redup kehijauan yang seolah keluar dari tangan makhluk mungil di hadapannya. Dia tidak lagi merasakan sakit pada kakinya dan membuatnya senang.
Perlahan An mulai berdiri dan menggerakkan kakinya beberapa kali. Arslan ikut lega saat makhluk besar berbulu hijau tersebut tidak lagi menangis. Tubuhnya bahkan diangkat oleh An dan ia diturunkan tepat di bahu kanan makhluk dari ras Giant tersebut.
"Bu... Arslan..."
"Kau tidak perlu berterima kasih. Kaulah yang menyelamatkan dirimu sendiri," Arslan buka suara dan berpegangan saat An mulai berjalan.
"Hei, An. Aku sedang dalam perjalanan keluar dari lembah ini. Apa kau bisa mengantarku?"
"Bu..."
"Kau ingin meminta izin pada ibumu? Haah.... Raksasa yang baik hati." Arslan tidak perlu terlalu waspada atau bahkan curiga dengan ras dari jenis Giant Veridis. Mereka ini termasuk makhluk yang mudah dimanfaatkan dan karena itulah ada banyak dari jenis makhluk ini yang mati bertahun-tahun lalu.
Mengingatnya membuat Arslan merasakan sakit di hatinya. Dia memperhatikan wajah An dan menjadi semakin sedih. Apa yang terlintas dalam benaknya adalah ingatan tentang jenis makhluk ini yang tumbang dengan tubuh terbakar. Bahkan di akhir riwayat mereka, ras giant ini tetap melindungi makhluk-makhluk yang lebih kecil.
Arslan memejamkan mata sebelum dengan suara pelan berkata, "Kau harusnya memiliki tempat tinggal yang lebih baik. Kenapa kau justru ada... Di lembah ini?"
An tidak menjawab dan terus berjalan. Arslan menurunkan pandangan matanya dan kembali berkata, "Tempat tinggalmu bukankah ada di tempat lain?"
"Bu.... Takut," An memperlihatkan wajah yang sedih saat berkata, "An.... Usir..."
"Mereka mengusirmu karena takut?"
"Arslan...... Erat.."
"Apa?" Arslan tersentak saat An mulai berlari. Dia pun secara spontan berpegangan kuat dan menjadi berdebar karena kecepatan lari An yang tidak biasa.
Makhluk ini benar-benar hebat. Ras mereka adalah yang terkuat dan bisa saja menjadi penguasa Dunia Tengah. Mereka bahkan dapat mengalahkan ras elf andaikan mempunyai insting bertarung atau paling tidak memiliki keserakahan seperti ras lainnya.
Arslan melihat ada sebuah gua yang sangat besar tidak jauh di depannya. Dia menoleh saat An mulai memanggil ibunya dan suara langkah kaki terdengar cukup kuat.
Ada seseorang yang keluar dari bayangan gelap di dalam gua dan membuat Arslan mengerutkan kening. Siluet itu besar, namun jiga cukup aneh. Matanya melebar saat menyaksikan sosok yang mulai diterangi cahaya matahari tersebut.
Sosok itu memegang dua tongkat panjang, mirip seperti egrang dengan bagian bawah kaki tongkat yang dibentuk seperti kaki raksasa buatan. Subjek yang memakai egrang itu adalah wanita bertelinga runcing, dengan tubuh yang pendek tetapi lebih tinggi darinya. Wanita itu memakai jubah besar yang menjulur hingga membuatnya tampak seperti raksasa jika dilihat dari bayangan.
"Kau..." Arslan tidak tahu harus berkata apa melihat sosok di hadapannya. Dia diturunkan dengan sangat hati-hati oleh An dan masih tidak menyangka bisa bertemu makhluk yang tidak jauh berbeda dengan tinggi tubuhnya.
Subjek itu sendiri juga nampak terkejut. Dia memperhatikan sosok di hadapannya dan kemudian turun dari benda yang dipakainya. Wanita dengan pakaian hijau tersebut berjalan mendekat dan lantas melebarkan mata saat tahu siapa yang dia lihat sekarang ini.
"Arslan!?"
"Nyonya Germina Bunt..?"
"Arslan, apa ini sungguh kau?" wanita itu langsung meraih tangan Arslan dan lantas menangis. Dia memeluk pemuda tersebut dan beberapa kali mengucapkan syukur.
"Aku tahu... Aku selalu tahu bahwa kau masih hidup. Arslan.."
"Nyonya Germina... Ba-bagaimana kau bisa ada di sini?" Arslan mengenali wanita ini. Germina Bunt adalah dwarf yang banyak membantunya di masa lalu, sama seperti Gearl Howl.
Germina Bunt mengulurkan tangan dan menyentuh kedua pipi Arslan. Dia tersenyum dan mengangguk, beberapa kali menepuk bahu Arslan dan mengembuskan napas lega.
"Syukurlah.. Aku sangat bersyukur karena bisa melihatmu. Sudah lebih dari 50 Tahun... Terakhir yang kuingat adalah kau menghilang dari kabut itu dan membuatku percaya bahwa kau tidak mati. Aku mencarimu selama ini... Haah... Syukurlah..."
"Nyonya Germina..."
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
🔹𝒩𝒶𝓂𝒾 ✅
sudah 50 tahun berlalu dan sepertinya tidak banyak yg berubah pada para tokoh ini, apa mungkin mereka juga punya semacam keabadian yg tidak cepat menua seperti manusia biasa?
2025-01-16
1
Adryan Eko
kereeennn
2024-01-22
0
✍️⃞⃟𝑹𝑨Pemecah Regulasi୧⍤⃝🍌
hehe mau ada gambar atau tidak iblis hatiku berkata " Kau tahu apa yang dirasakan wanita? Jika tidak, maka perhatikan dan coba pahami apa yang akan dia sampaikan ( baik dari gerak-geriknya atau ucapannya ) "
2023-07-17
2