...'Mereka berusaha keluar dari bahaya'...
...******...
Lintasan cahaya melesat sangat cepat dari ujung belati milik Arslan. Natur melebarkan matanya saat menyaksikan bagaimana sihir Arslan membuat ujung dari panah-panah Sofia terbakar.
"Ini..." Natur menjadi lebih tegang. Anak panah yang terbakar itu terlihat seperti batu meteor baginya. Entah apa yang sedang direncakan oleh Arslan, tetapi jika diam saja---maka mereka akan terkena serangan anak panah ini.
"Arslan-!" Natur baru akan berseru saat melihat anak panah itu mengenai salah satu tubuh gagak berekor tikus dan membuat burung tersebut meledak. Kejadian yang luar biasa ini bahkan membuat Natur terkejut bukan main.
"Ini saatnya membuktikan secepat apa kau bisa terbang, Natur. Ayo pergi," Arslan buka suara dan membuat Natur menatap ke arahnya.
"Arslan..."
"Jika kau tidak segera pergi, maka kita akan binasa di tempat ini."
!!
Ucapan Arslan langsung membuat Natur segera meraih pemuda itu dan kembali menaiki busur miliknya. Dia berusaha menghindari anak panah Sofia dan juga ledakan tubuh dari burung gagak berekor tikus itu.
"Kenapa mereka tidak berusaha melarikan diri?" Natur buka suara. Ini pertama kalinya dia berada dalam situasi yang jika melakukan satu kesalahan kecil saja, maka hidupnya akan berakhir.
"Keren..."
"Apa?" Arslan mengerutkan kening. Dia seakan mendengar Natur mengatakan sesuatu yang entah apa.
"Ini menyenangkan sekali..!" Natur berseru. Dia tersenyum lebar dan mempercepat gerakannya. Arslan tentu saja tidak menyangka jika dalam situasi yang tegang, anak remaja ini justru terlihat bahagia.
Natur sampai tertawa dan berseru. Situasi yang penuh dengan rintangan ini memicu adrenalinnya. Kecepatannya pun meningkat, dia sangat menyukai tantangan.
Arslan sendiri menatap ke bawah. Ada satu orang goblin yang terkena anak panah dan membuat tubuh makhluk itu meledak. Goblin lain yang menyaksikan kondisi rekan mereka justru mengambil langkah mundur dan berlari masuk ke dalam gua.
"Mereka memang memiliki kecerdasan rata-rata," Arslan bergumam. Dia pun sudah bisa melihat Sofia dan An.
"Arslan..!!" Sofia berseru. Dia akhirnya dapat bernapas lega karena Arslan dan Natur baik-baik saja, bahkan kedua rekannya itu berhasil melarikan diri dengan selamat.
An menurunkan Sofia. Elf cantik itu segera menghampiri Arslan dan Natur yang mulai menapak di tanah. Dia pun memeluk kedua temannya ini dan membuat mereka tersentak.
"Syukurlah..! Syukurlah. Aku senang kalian baik-baik saja,"
"Kau menangis?" Natur menaikkan sebelah alisnya. Dia berkedip dan sama sekali tidak menyangka bahwa elf ini akan menangisinya.
Arslan berkedip. Ekspresi wajahnya tenang dan dia pun menepuk lengan Sofia. Suaranya datar saat berkata, "Terima kasih karena kau dan An tidak terluka."
!
Sofia menatap pemuda setinggi 1,3 meter di depannya dan terisak. Dia pun berkata, "Pendek bau menyebalkan. Aku yang harusnya berterima kasih karena kalian tidak terluka. Sungguh, aku takut sekali jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada kalian... Hiks,"
"Aiya, kau ini.." Natur menggaruk kepalanya dan lantas berkata. "Dengar, tidak mungkin sesuatu yang buruk akan terjadi pada Arslan jika dia bersama sosok yang hebat dan keren sepertiku."
Sofia menggelembungkan pipinya. Dia pun mengusap air matanya dan lantas menatap Natur sambil berkata, "Kau ini menyebalkan. Menyesal aku meneteskan air mata berhargaku pada orang sepertimu,"
"Siapa juga yang menyuruhmu menangis?" Natur dengan santai berkata, "Aku ini sangat hebat. Bahaya akan langsung pergi saat mendengar namaku,"
"Kau..!"
Arslan berbalik, dia tidak memperhatikan pertengkaran Sofia dan Natur. Dirinya saat ini melihat beberapa burung gagak berekor tikus jatuh. Anak panah yang terbakar itu akan meledakkan tubuh burung tersebut dengan sempurna jika mengenai punggung mereka.
Walau demikian, ada burung yang hanya kehilangan sayapnya dan ada juga yang hanya kehilangan kepalanya. Burung-burung itu tergeletak di tanah yang di sekitarnya ada anak panah lain yang tertancap.
"Aku... Jadi kasihan dengan mereka.." Sofia buka suara. Dia kini berdiri di samping Arslan dan ikut menyaksikan para gagak berekor tikus tersebut.
"Hmph, kenapa harus kasihan? Mereka itu sering membuat keributan di kota dan sangat berbahaya." Natur menyilangkan tangan. Dia dan Sofia sepertinya sudah selesai bertengkar.
Arslan pun bernapas pelan. Dia berbalik dan lantas berkata, "Ayo pergi."
An mengikuti Arslan. Natur pun juga ikut berbalik, dia sama sekali tidak tertarik untuk menyaksikan para burung pemakan bangkai tersebut terlalu lama. Masih ada misi yang harus dia lakukan.
Sofia menarik napas pelan dan lalu menyusul teman-temannya. Mereka tetap berada di hutan dan sekarang melakukan perjalanan yang kini dituntun oleh burung pipit Natur yang baru saja keluar dari kantong jubah remaja itu.
*
*
Natur mempunyai misi menemukan tanaman herbal yang menjadi bahan pembuatan pil panjang umur. Dia sudah mendapatkan sebagian besar bahan-bahan tersebut dan yakin bahwa dia akan segera melengkapi semuanya.
Arslan sendiri hanya berusaha untuk membalas kebaikan Natur karena remaja ini sudah sangat membantunya. Dia tidak tahu bahaya apa yang menunggu mereka di lokasi tempat tanaman herbal yang dicari Natur berada, tetapi jika bersama-sama seperti ini... Dia merasa mereka akan baik-baik saja.
Sofia di sepanjang jalan masih sangat cerewet. Dia memuji Arslan karena pemuda ini tahu cara menyampaikan pesan dengan menggunakan anak panah, padahal itu jelas merupakan kemampuan ras elf.
"Bagaimana bisa kau melakukannya?" Sofia berkata, "Memang panah itu adalah milik Natur. Tapi pesan yang kuterima terasa seperti kaulah yang mengatakannya. Itu sangat sempurna,"
"Pesan? Pesan apa?" Natur keheranan. Dia menatap Sofia karena bingung dengan ucapan gadis elf ini.
"Lihat. Dia bodoh dan tidak mengetahui apa pun," Sofia meledek Natur dan dengan nada angkuh berkata, "Di tempatku... Ras Elf sering menggunakan anak panah untuk memberikan pesan. Kami bahkan dapat berkomunikasi dengan orang lain hanya dengan memakai anak panah,"
"Hah, bukankah itu normal?" Natur meledak, "Semua orang juga bisa menggunakan anak panah untuk mengirim surat. Walau sama sekali tidak efektif. Jauh lebih baik memakai burung pengantar pesan. Apalagi jika anak panah, itu justru bisa menyinggung orang lain."
"Bukan surat yang seperti itu, tahu." Sofia menjelaskan, "Komunikasi ini bukan dengan menulis surat di kertas lalu mengikatnya ke anak panah dan mengirimnya pada orang lain. Komunikasi ini benar-benar hanya anak panah yang dilesatkan, tanpa adanya surat atau apa pun."
!!
Natur menatap Sofia. Dia berkedip, "Bagaimana itu mungkin?"
"Tentu saja itu mungkin," Sofia menjelaskan. "Sudut saat sebuah anak panah menancap, arahnya datang, dan kedalamannya pada ujungnya di tanah... Ini merupakan informasi yang bisa diartikan sebagai pesan. Kau yang berasal dari bangsawan Nordik mana mungkin tahu,"
"Tsk, lalu bagaimana Arslan bisa tahu. Dan oh iya, akulah yang sudah melesatkan anak panah itu untukmu. Bukankah ini berarti akulah yang hebat karena bisa menyampaikan pesan seperti itu?"
"Hmph, kau hanya mengikuti Arslan. Jadi tentu saja itu bukan kau yang buat,"
"Ya ampun, menyebalkan sekali..."
"..............." Arslan mengembuskan napas dan tetap berjalan bersama An. Setelah melewati banyak hal, kedua orang ini kembali pada hobi mereka yang saling meledek dan bertengkar.
Arslan jadi yakin bahwa sebentar lagi kedua orang ini akan mulai saling kejar-kejaran dan berkelahi lagi. Namun dia tidak punya waktu untuk melerai mereka, dirinya harus terus fokus pada burung pipit milik Natur yang terbang semakin jauh di depan.
Natur sebenarnya membutuhkan satu tanaman herbal lagi, tetapi hal yang tidak diduga adalah bahwa burung pipit tersebut telah membawa dia dan teman-temannya keluar dari hutan.
Arslan bisa melihat padang rumput yang luas berwarna hijau dan sebuah suara air mengalir membuatnya menoleh. Angin berhembus sejuk dan membuat udara terasa lebih menyegarkan daripada saat di dalam hutan.
"Kita istirahat dulu," Arslan buka suara. Dia memang sudah menahannya sejak tadi. Rasa lapar ini mulai menyiksa perutnya.
Sofia berlari ke arah sungai, begitu pula dengan Natur. Mereka meminum air sungai yang jernih itu untuk melepas dahaga dan Natur terlihat mulai mencari ikan agar nantinya bisa dibakar.
Tidak jauh di tempat Arslan dan teman-temannya berada, terlihat sebuah kereta yang di kelilingi oleh belasan prajurit berkuda. Kain yang menjadi tirai penutup kedua sisi kereta tersebut berwarna ungu muda dengan lambang dua pedang yang bersilang.
Jika memandang jauh ke depan, maka akan melihat sebuah batu besar yang menandakan perbatasan wilayah. Semakin jauh lagi, maka akan terlihatlah gerbang kota dengan banyak rumah berbagai ukuran dan warna.
Tempat tersebut tidak lain adalah wilayah dari Kerajaan Elmora. Tempat di mana Sofia tinggal dan juga merupakan lokasi yang sedang riuh mencari Tuan Putri mereka yang menghilang.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Alan Bumi
juta = juga
2023-07-17
1
Alan Bumi
ada kalimat ambigu
2023-07-17
1
y@y@
👍🏼⭐👍🏻⭐👍🏼
2023-07-10
1