Rencana??

"Kuntilanak merah, dedemit yang tempo hari kamu lihat. Aku sudah tau ceritanya semua dari simbok. Dia biasanya seperti itu karena mungkin sudah lama tak menerima tumbal darah atau sesajennya terlambat di berikan." Jelas pak hadi.

"Sebentar-sebentar, gita jadi bingung nih. Kuntilanak itu peliharaan pak dito? Yang ternyata selama ini gita kasih sesajen itu untuk setan?" Ujar gita mencoba meminta penjelasan lebih.

"Ya, kau pikir sendiri bagaimana orang itu bisa melipat kekayaannya hingga jauh berlipat-lipat ganda seperti itu dalam tempo yang singkat? Dan lagi.. Faktanya yang lebih gila lagi, kuntilanak itu juga korban pertamanya. Yaitu kakak perempuan dari dito sendiri." Ujar pak Hadi kembali menyulut sebatang rokok lagi. Malam kian larut terasa. Jam dinding pun sudah menunjukkan jam sebelas malam. Dingin kian semerbak menguliti nyeri sendi-sendi tulang. Mbok yem pun sudah kembali duduk setelah beberapa saat lalu mengambil camilan kacang kulit yang sudah di rebus sebagai teman mereka bercerita.

"Whatt??? Maksudnya pak?" Ujar gita kembali terperanjat mendengar penuturan dari pak hadi.

"Sosok yang kamu lihat itu, merupakan penjelmaan dari kakak perempuan dito. Simbok tentu kenal betul sama dia. Dia juga orang yang membawa simbok kerja di rumah bu sandra. Dia termasuk sahabat baik simbok. Naasnya, dialah orang pertama yang di jadikan tumbal nyawa oleh adik laki-lakinya sendiri. Mbok yem ingat betul, saat itu hari jumat di pertengahan musim penghujan. Saat mbok yem baru saja tiba di pasar, baru satu langkah keluar dari angkot. Terlihat kerumunan orang yang tengah bergerombol di bawah jembatan penyebrangan. Keramaian yang tak biasa terjadi. Karena penasaran banget, simbok coba ikut-ikutan melihat lebih dekat."

"Rasa penasaran yang harus simbok bayar mahal seumur hidup. Bahkan sampai detik ini simbok masih terbayang bayang. Terlihat sesosok tubuh wanita dengan kepala yang nyaris putus serta wajah yang sudah tak karuan sedang di angkat ke dalam ambulan. Simbok seketika sadar dengan baju yang di pakai sosok tubuh itu. Baju yang mirip dengan milik yani semalam. Maklum, rumah itu dulu tak sebesar itu. Dan kami berdua tidur di satu kamar yang sama. Ya, baju wanita itu memang sungguh mirip sekali dengan yani. Kakak dari dito dan teman seperjuangan mbok yem."

"Karena akal mbok yem memberontak, simbok nggak mau berpikiran buruk dulu 'kan? akhirnya simbok coba telfon handphone yani dengan punya mbok yem. Mbok yem coba dengarkan dengan seksama. Tiba-tiba.. dering nada lantang terdengar dari saku celana m*yat itu. Semua mata otomatis tertuju terpaku pada suara itu. Sampai detik itu hati mbok Yem benar-benar remuk. Tak percaya sahabatku harus meninggal dengan cara setragis itu." Terang mbok yem.

Gita yang mendengar itu pun hanya menyimak dengan wajah yang juga tegang.

"Polisi mengatakan jika korban terindikasi bun*h diri dengan cara loncat dari atas jembatan penyebrangan. Kepalanya terhantam aspal lebih dahulu hingga menyebabkan korban tew*s d tempat. Tapi, aku tak begitu saja percaya dengan hal tersebut. Aku tau bagaimana sifat yani. Dia orang yang selalu riang. Jikapun ada masalah, aku yakin dia tidak akan menyerah begitu saja dengan cara hina seperti itu." Ucap mbok Yem menggebu-gebu.

"Dan kini giliran istri dan anakku yang akan di jadikan korban ritual sesatnya." Celetuk pak hadi.

"Haaa??!"

"Sssstttt... jangan kencang-kencang nduk! ini sudah malam. si rida, menantuku atau istri dari anakku, si hadi. diam-diam di sekap oleh dito di rumah dukun yang besok pasti kamu akan di ajak kesana. Awalnya kami memang tidak tau jika dia di sekap dan mengira jika rida minggat, karena saat itu ia baru saja bertengkar dengan hadi. Namun, karena sudah hampir tiga hari tidak ada kabar dan keluarganya di sana pun sama-sama tidak mengetahui. Kami pun spontan panik dan melapor ke kepolisian. Sebulan, dua bulan, tiga bulan berlalu masih tak ada kabar dari rida. Hingga akhirnya, ada seorang karyawan sebelum kamu yang membocorkan hal yang selama ini di sembunyikan dito. Dengan gamblang ia bercerita lebar. Bagaimana nasib rida yang ternyata baru kami tau dia sedang hamil anak si hadi, di bercerita tentang bagaimana rida di culik dan di sekap di rumah dukun itu."

"Namun, semenjak hari lebaran tahun kemarin. pegawai itu sudah tak pernah terlihat lagi. Pak dito beralasan jika dia berhenti dari pekerjaan dan pulang ke kampungnya." Sambung pak hadi.

"Lalu, jika memang pak hadi tau jika istri pak hadi di sekap dan ingin di jadikan tumbal, kenapa pak hadi diam saja? Pak hadi kan bertubuh besar dan tinggi. Buka hal sulit untuk mengalahkan pak dito kan yang bertubuh kecil. Lalu kenapa harus melibatkan aku yang jelas-jelas seorang wanita." Protes gita.

"Aku tidak memintamu untuk menyelamatkan anak dan istriku sendiri." Tutur pak hadi. Suaranya terdengar bergetar. Bahunya berguncang menahan pilu yang tertahan. Memang seberapa sakitkah penderitaan yang ia alami? hingga membuat laki-laki bertubuh bongsor itu mampu menangis tersedu-sedu.

"Aku hanya minta tolong. Saat kau berada bersama dengan istriku. Katakan padanya jika aku sangat mencintainya. Dan aku berjanji akan menyelamatkannya nanti."

"Kita akan mencoba mengeluarkan rida dari sana gita. Ini kesempatan satu-satunya untuk kita. Lima hari lagi bulan purnama merah akan terjadi. Jika kita terlambat sedikit saja, nyawa rida tak akan bisa tertolong lagi." Ujar mbok yem. Tatapan matanya seakan kembali memohon pada gita.

"Tapi, bagaimana caranya mbok?" Tanya gita kembali. Pertanyaan yang sontak membuat keduanya terdiam.

Uhukkk.. uhukkk.. arrrghhhh..

Tiba-tiba lentingan suara pak hadi terdengar riuh. Mata mbok yem seketika terbelalak kaget. Pak hadi dengan panik memegangi lehernya dengan kencang. Ekspresi ketakutan terpancar di wajah gita dan mbok yem. Pak hadi lirih meraung-raung, matanya terlihat merah dan berair. Mbok yem hampir menangis tatkala melihat anaknya sendiri seperti itu.

Dengan menahan ketakutan, mbok yem mencoba memegang kepala pak hadi yang setengah tersungkur di lantai. Hingga akhirnya..

Uhukkk... Cuihhh...

"Kacang sialan! Hampir aja aku mati karena tersendat! huuuffftttt.." Gerutu pak hadi. Kedua wanita itu sontak saja terbelalak heran. keduanya hanya bisa terduduk lemas menahan rasa mangkel yang tertahan.

"Makanya! Kalau makan kacang itu di buka dulu. Makan kacang kok sama kulit-kulitnya." Ketus mbok yem sembari memukul keras bahu pak hadi.

"Hehehe.. maaf mbok."

"Iya nih pak hadi! Bikin jantungan aja!" Gerutu gita menambahi.

Suasana kian hangat antara mereka bertiga. Gita yang tadinya tak menyukai sosok pak hadi, kini lebih bisa akrab lagi. Suasana kian mencair seiring waktu yang terus berjalan. Mereka saling bercerita, tertawa, hingga berkeluh-kesah bersama dalam ikatan yang baru saja terbentuk.

...****************...

Waktu kembali berjalan. Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Subuh sebentar lagi akan berkumandang. Mata gita terasa sangat berat sekali. Semalaman bersama mbok yem dan pak hadi membuat ia harus mengorbankan waktu istirahatnya. Beruntung ia bisa tepat kembali ke rumah saat sebelum pak dito bangun tidur. Saat ini, terlihat pak dito yang sudah bersiap memanaskan mobilnya.

"Gita, nanti habis ini kamu ikut saya ya. Kamu bantu bersih-bersih rumah saya yang di desa sebelah." Ujar pak dito berkata pada gita yang tengah membantu mbok yem menyiapkan sarapan. Terlihat seutas senyum tergaris di sudut bibir mbok yem. Matanya terlihat bertemu pandang dengan gita.

"Iya pak."

"Yasudah kamu siap-siap dulu. Oh iya. Apa Sandra belum pulang ya?" Tanya pak dito.

"Se-setahu saya belum pulang pak." Jawab mbok yem.

"Oh." Jawab dito singkat kemudian pergi meninggalkan kedua wanita itu.

Singkat waktu, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh pak hadi. Akhirnya gita dan pak dito pergi berdua ke tempat yang sudah di bicarakan pak dito pagi tadi. Gita sendiri belum tau kemana pak dito akan membawanya. Sedikit rasa was-was menguasai hatinya. Kendati mata gita begitu berat menahan kantuk, ia berusaha sekuat mungkin terjaga. Ia tak boleh lengah sedikitpun. Hingga akhirnya mobil pak dito melewati jalanan kampungnya. Mata gita sontak terbuka lebar. Nostalgia jalanan yang tak asing baginya membuat gita semakin rindu keluarganya.

Nampak di suatu tikungan sudut jalan yang familiar baginya, nampak beberapa warga yang tengah berkerumun ramai mengelilingi garis kuning yang di pasang polisi. Ada beberapa polisi juga yang terlihat berjaga disana. Membuat sedikit kemacetan untuk keduanya.

"Ada apa sih kok tumben ramai banget??" Ujar gita lirih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!