"Maaf mas mus, saya benar-benar belum ada uang buat bayar. Saya janji, minggu depan pasti saya cicil mas. Saya mohon keringanannya sekali lagi. Saya benar-benar belum ada uang." Ucap simbok. Beliau terus saja menunduk tak berani menatap pria berwajah garang di hadapannya.
"Iya pak mus. Beri simbok keringanan sekali lagi. Saya bakal bantu-bantu bayar kok pak mus." Ucapku lantang mencoba membela simbok.
"Hahahaha!! Jangan ngelawak dek!! Heh.. dengerin ini ya lastri! Kamu itu sudah aku kasih jangka waktu yang panjang lho. Mundur lagi mundur lagi! Mau sampai kapan haaa??!!" Bentak laki-laki yang berdiri congkak di hadapan kami.
"Kalau punya otak itu di pakai hei!! Kamu lagi ini, sok-sokan mau jadi pahlawan! Emang mau bayar pakai apa? Kamu saja masih nganggur di rumah. Mau bayar pakai apa? Cewek kaya kanu itu bisa apa ha!!??" Bentak pak mus dengan nada yang cukup tinggi. Cukup memekakkan telinga kami berdua yang berada di hadapannya.
"Atau gini aja. Heh! Lastri, kalau kau tidak bisa bayar pakai uang, bagaimana kalau kamu bayar pakai jasa saja? Hehehehe.." Tutur pak mus dengan tatapan menjijikan. Jakunnya naik turun dengan begitu cepat memandangi simbok yang terus tertunduk lesu.
"Lagian kan kamu janda. Apa kamu tidak.." sambungnya dengan matanya terlihat buas menjijikkan.
"Saya.. saya.. yang akan tanggung semua utang simbok. Saya yang akan menanggung semuanya." Ujarku penuh penekanan. Rasa sesak dongkol memenuhi seluruh aliran darahku.
"Jika bukan karena hukum, sudah pasti mulutmu sudah tak buat babak belur pak mus!! " Batinku dalam hati. Tanganku sudah erat mengepal menggenggam sebongkah amarah.
"Kau tuli ya?! Emang kau mau bayar pakai apa setan! Atau gimana kalau kamu saja yang temani aku malam ini?? tak lihat-lihat kamu lumayan cantik juga. Hahahaha!!" Gertak pak mus seraya mencengkram kerah kaosku dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Aku sampai terjinjit karena cukup kalah tinggi di banding pak mus yang berbadan kekar.
"Beri saya waktu dua Minggu lagi." Balasku dingin. Aku benar-benar sudah muak melihat laki-laki bermata mesum ini. Tatapannya saat menatap simbok dan aku benar-benar menjijikan. Aku tau dengan pasti apa yang ada di pikiran picik laki-laki brengs*k ini. Ingin rasanya aku bisa segera menendang wajahnya dengan keras.
"Baik! Tapi jika dalam satu bulan ini tidak ada niatan baik dari kalian untuk membayar, jangan salahkan Mustopo jika kalian akan menyesal selamanya!" Ucap pak mus mengancam.
Brakkkk....
(Suara pintu di banting dengan kasar)
...----------------...
Siang kian meninggi, panas pun sudah merambat dari ubun-ubun hingga menjalar ke seluruh tubuh. Angin sepoi-sepoi bertiup sedikit meringankan panas yang menguap. Aku yang sedang duduk di depan rumah hanya mampu mengawang angan-angan sukses yang kian jauh dari realita. Rintik air mata menetes bersamaan dengan setitik harapan yang kali ini sebisa mungkin ku pupuk bersama doa. Tentu, agar harapan tidak ikut mati bersama keputusasaan.
"Aku harus nyari kerja dimana lagi to yo.. hidup kok rasanya gini aja terus." Keluhku lirih.
"Coba aja aku kalau punya motor. Kan bisa ikut ngojek sana sini. Tapi jangankan motor, sepeda saja sudah di gadai sama simbok buat beli beras. Hehehe." Ujarku bicara sendiri. mirip seperti orang gila.
Brrrrmmm...brrrmmm.. tinnn!!!
"Woy gita? Lagi ngapain kamu? Ngomong sendiri kaya orang sinting!" Sapa indra, teman masa kecilku. Kebetulan ia tengah lewat di depan rumah. aku sampai tidak menyadarinya saking enaknya melamun.
"Eh ndra.. sini mampir dulu." Teriakku.
Jgllekk...
"Ngapain kamu senyum-senyum sendiri? Mencurigakan! Atau kamu lagi jatuh cinta sama si edi ya?? Hahaha " Tukas Indra.
"Hiii... ogah amat! najis mugholadoh! Hehehe.. sahabat baikku datang. Alhamdulillah, sehat kan kamu ndra. Gimana kabarnya?" Ucapku dengan senyuman tulus andalanku.
"Heleh... Pasti ada maunya! Dasar bocah blegedes! Hehehe.. pasti mau pinjam uang kan?" Ucap indra terkekeh.
"Kamu emang satu-satunya teman yang perhatian ndra. Hehehe.."
"Hemm..ngapain kamu tadi ngelamun aja kaya gitu git? Nanti kesurupan tak sukurin kamu!" Tanya indra seraya mengeluarkan sebungkus rokoknya. Tentu rokoknya rokok yang lumayan ternama.
"Hehehe nggak apa-apa ndra. Eh ngomong-ngomong, kamu pakai motor siapa nih ndra? Baru ya? Bagus banget!" Ucapku setelah ngeh sadar dengan kendaraan indra yang berbeda dari sebelum-sebelumnya.
"Iya dong! Motor baruku nih. Harganya juga lumayan bos. Tiga puluh lima juta rupiah!" Ucap indra mantap.
"Ck..ck..ck..ck.. hebat banget kamu ndra.. joss!!" Decakku kagum.
"Hehehehe, indra gitu loh." Balas indra.
"Emang sekarang kamu kerja apa sih ndra? Keliatannya kok uangmu banyak banget. Hehehehe. Bisa dong ajak aku kerja kalau ada lowongan." Ucapku.
"Kerja...apa ya?? Gimana ya jelasinnya... ah paling kamu juga nggak paham. Pokoknya aku kerja. Kenapa emang git? Si brandalan mustopo itu nagih utang lagi?" Pungkas indra.
"Heem ndra.. tadi pagi dia dateng sambil bentak-bentak simbok lagi. Hufftt...." jawabku enggan mengulik lebih jauh.
" emang kurang ajar itu si om om genit! kapan-kapan mending kita laporin polisi aja deh git. Eh git, kamu udah dapet kerja belum?" Sambung indra lagi.
"Belum nih, susah nyari kerja sekarang ndra. Apalagi aku cewek, cuma tamatan SD pula. Makin sulit nyari kerja." Keluhku.
"Hmmm gitu ya. Yaudah kamu yang sabar dulu ya git." Ujar indra.
"Apa kalau nggak gini aja git. Kamu nyoba aja nglamar di tanteku, tante Yani. Dia penyalur tenaga kerja buat rumah tangga. E.. siapa tau ada lowongan kerja disana. tapi kalo kamu mau." Usul indra.
"Emang kerja rumah tangga itu gimana aja sih ndra? Aku di suruh nyuci baju sama nyapu ngepel gitu?" Balasku tak mengerti.
"Iya nggak tau git. Tapi selain itu kan masih ada juga yang butuh tukang kebun, supir, jaga toko atau serabutan. Lagian kan kerjanya juga nggak begitu berat. Siapa tau rejeki kamu disitu git." Jawab indra.
"Buset, aku jadi sopir? Nyetir aja gabisa kok. eh, Tapi gimana ya ndra.."
"Di coba dulu git. Katamu sekarang nyari kerja kan susah. Daripada nganggur kaya gini kan mending kamu nyoba tanya-tanya dulu sama tante Yani." Pungkas indra meyakinkan.
"Oke deh ndra. Besok kapan-kapan aku tak tanya kesana." Jawabku.
"Halah kelamaan. Sekalian ayo sekarang aku anterin. Kebetulan aku juga mau kesana nih. Gimana?" Jawab indra.
"Tapi..tapi kan aku belum mandi, belum ganti pakaian juga ndra. Bau acem lho.. Sebentar ya." Ucapku.
"Kelamaan. Udah gini aja gita. Kalau kamu kucel gini kan siapa tau tante Yani kalau lihat kamu, nanti dia kasian terus kamu langsung di suruh kerja. Hehehehe." Balas indra meledekku.
"Dasar temen lucknut! Sebentar aja aku mau ganti baju tok sekalian pamit sama adek-adekku. Tungguin ya." Kataku sambil berlalu masuk ke dalam rumah untuk segera berganti baju.
"Cepetan ah!" Tukas indra.
Akhirnya setelah sekian lama ada juga yang memberikan solusi. Entah mengapa hatiku begitu gembira hari ini. Bayangan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik semakin membuatku bersemangat. Hanya ada wajah simbok yang tersenyum bangga di benakku. Satu-satunya motivasi yang kupunya yang membuatku sangat bersemangat. Yang penting halal.
"Ayo ndra. Kita berangkat." Ucapku penuh semangat."
"Ayo let's go!" Jawab indra.
Kemudian aku yang di bonceng indra bergegas pergi. Tentu aku berpamitan lebih dahulu dengan simbok yang tengah menanam bibit jagung di kebun milik pak haji. Beliau di pekerjakan disana bersama beberapa ibu-ibu yang lain. Lelah, panas, berdebu, kotor, semua di jalani simbok dengan hati yang ikhlas Alasannya hanya satu yaitu untuk bertahan hidup kami sekeluarga sehari-hari.
Setelah sejenak meminta restu pada simbok di kebun, aku dan indra melanjutkan perjalanan yang tak begitu jauh karena masih dalam satu area kampung. Disana kami berhenti di sebuah rumah yang cukup besar. Maklum tante Yani merupakan salah satu orang kaya di kampungku. Tante Yani sebenarnya dulu juga berasal dari orang susah sepertiku. Hingga suatu hari, ia pergi merantau ke Jakarta dan hanya berselang enam bulan ia sudah pulang dengan membawa uang dan juga kehidupan baru yang berbeda 180 derajat! luar biasa bukan.
Dalam waktu tempo yang sangat singkat saja ia mampu merobohkan gubuk tempat tinggalnya dan membangun istana yang begitu megah. Mampu membeli mobil dengan berbagai merk yang berbeda. Juga mampu membeli tanah dan sawah berhektar-hektar luasnya. Sungguh pencapaian luar biasa untuk seorang janda dengan satu anak. Lalu darimana sebenarnya harta-harta yang seakan tak pernah habis itu? Sebenarnya kerja apa selama enam bulan ia di jakarta hingga bisa sesukses ini? Entahlah, yang terpenting semoga aku bisa segera bekerja dengan giat dan secepatnya bisa membantu simbok. Semoga ini benar-benar menjadi jalan rezeki untukku. Amin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments