Pagi kembali bergulir berputar, suara seru nan lantang kokok ayam pertanda hari sudah berganti lagi. setetes embun bening menetes lembut dari pucuk dedaunan yang mulia terlihat menguning di terpa hangatnya mentari pagi. Suasana keramaian dapur hari ini, masih terlihat masih seperti biasanya. Nafas kehidupan sudah mulai berhembus lagi.
Di pagi yang masih dingin, Sandra sudah terlihat berdandan rapi. Sapuan makeup tipis menghiasi kulitnya yang putih bersih. Bibirnya terlihat ranum dengan warna natural yang begitu anggun. Dengan manisnya ia sudah bersiap-siap pergi di hari Minggu pagi ini. Tak seperti biasanya.
"Mau kemana kamu?" Tanya Dito yang terlihat keluar masih memakai pakaian piyama tidurnya.
"Mau tau aja urusan orang. Mau bisnis lah. Emang ngapain lagi?" Ketus Sandra.
"Bisnis? Di hari Minggu seperti ini?" Sahut Dito yang merasa janggal.
"Ya. Lalu kenapa?" Jawab Sandra dengan ringannya.
"Mana pak Hadi?" Tanya Dito balik bertanya.
"Aku pergi sendiri pah. Nggak perlu sopir." Jawab Sandra.
Dito kali ini tak mampu menjawab lagi. Tangannya mengepal keras. Kecamuk dalam hatinya bergelora. Bara cemburu yang lama terpendam, mulai tersulut api emosi. Namun, ia tak mampu mengungkapkannya. Ia sadar diri jika bukan karena istrinya, ia bukanlah siapa-siapa. Semua jabatan, usaha, dan harta yang menempel pada dirinya, itu semua berkat campur tangan istri atau keluarga besarnya. Selebihnya ia hanya pria biasa yang bisa di katakan beruntung dalam hal materi. Namun naas, ia sangat kurang beruntung dalam hal percintaan.
"Kenapa mas? kamu nggak terima? Kamu emosi sama aku?" Tutur Sandra dengan wajah santainya.
"Bukankah kamu sudah tau dari dulu bukan? Pernikahan kita bukan atas dasar cinta. Bukan atas cinta! Semua itu akibat kebodohanmu. Dan kamu juga harus sadar diri kamu itu siapa hei?! Jika bukan karena aku dan harta orang tuaku, pasti, saat ini kamu masih jadi tukang kebun. betul?!" Gertak Sandra yang amarahnya sudah kepalang meledak.
Mendengar kata-kata setajam itu, Dito hanya mematung. Satu katapun tak mampu ia lontarkan. Kebenaran yang menyakitkan! Suara keras istrinya sudah cukup untuk melucuti segala harga diri lelaki tampan itu. Dito hanya memilih berbalik badan dan tak meladeni mulut tajam Sandra. Wanita yang dinikahinya 11 tahun yang lalu.
Di kursi panjang ruang tamu, lelaki itu hanya memandangi nanar kepergian mobil istrinya. Matanya terpejam, angannya melambung tinggi. Kenangan demi kenangan mulai tersusun di atas memori. Berjalan bagai rangkaian film yang nyata terjadi.
...****************...
Flashback
"Saya terima nikahnya Sandra Widjaja Rahardjo binti bapak Widjaja Rahardjo dengan mas kawin tersebut di bayar tunai"
"Sah!!"
Pagi itu tak ada yang menyangka, seorang tukang kebun bisa mempersunting seorang putri dari orang terpandang di kota itu. Semua terjadi bagai sinetron dalam layar kaca. Semua terlalu indah untuk jadi kenyataan. Tak terbersit sedikitpun dalam benak Dito muda bisa mempersunting wanita yang notabenenya merupakan anak dari majikannya sendiri.
Perut yang sudah berisi janin kecil memaksa kedua sejoli itu harus menyegerakan acara pernikahan. Sekaligus menyelamatkan wajah kedua orang tua mereka agar tak lebih dalam tercoreng. Tentu semua tak mulus begitu saja. Penolakan keras banyak terjadi dalam keluarga Sandra yang berada jauh kastanya. Hanya ayah Sandra saja yang setuju di pernikahan itu. Apalah dayanya, semua sudah tergaris dalam guratan takdir.
Pesta meriah yang seharusnya menjadi ajang kebahagiaan untuk mereka berdua. Nyatanya hanya menjadi syarat sesaat untuk menutupi koreng yang masih basah. Tak ada raut bahagia di wajah kedua mempelai. Segaris senyum manis terkesan hanya sebagai pelengkap formalitas semata.
Ckleekkk...
"Non Sandra." Panggil Dito yang masih kaku.
"Jangan kamu pikir jika aku sudah menjadi istrimu, kamu bisa macam-macam ya mas. Ini semua kesalahanmu!" Gertak Sandra.
"Maafkan saya. Tapi kan nona juga yang memintanya." Sahut Dito yang mencoba mendekati tubuh istrinya yang masih berbalut gaun pengantin.
"Lancang kamu!" Geram Sandra dengan nada tinggi.
Kringgg... Kringgg... Krringg...
"Halo!" Ucap Sandra mengangkat telfon genggamnya.
"Hahaha. Iya memang aku sudah menikah. Tapi tenang sayang. Hatiku hanya untukmu. Aku menikah bukan karena cinta padanya. Percaya sama aku, ini cuma kecelakaan kecil. Nanti selepas kamu pulang dari belanda, aku bakal jelasin semuanya ke kamu."
"Byee... Love you to boy."
Titt...
"Siapa non?" Tanya Dito mencoba mencari tau. Ia tetap bertanya meski, telinga jelas mendengar percakapan keduanya.
"Pacarku." Jawab Sandra dengan acuh.
"Bukankah kita sudah menikah?" Sergah Dito.
"Hei laki-laki lancang! Jika bukan karenamu yang ceroboh, aku tidak mungkin hamil! Dan mungkin sekarang aku sudah bisa mengejar karir yang lebih baik. Sekarang kamu bilang soal menikah?! Dongeng macam apa itu Dito?! Kamu itu harus sadar diri!" Teriak Sandra tepat di wajah laki-laki yang beberapa jam lalu menjadi suaminya itu. Jarinya menunjuk-nunjuk tepat di depan wajah Dito yang masih terlihat dingin.
"Atau... Kamu memang sengaja mau memoroti harta orang tuaku?! Dasar orang kampung picik! Tapi harus aku akui, walau miskin, otakmu ternyata licik juga. Hahaha.." ujar Sandra mulai mendorong-dorong bahu suaminya.
"Aku akan segera gugurkan bayi sialan ini dan kita segera berpisah. Tenang, kamu akan aku bayar dengan nominal yang kamu mau. Dan kita anggap semuanya impas! Deal?" Tawar Sandra.
"Silahkan saja jika kamu mau usaha orang tuamu bangkrut dan nama orang tuamu selamanya akan menjadi buruk." Tegas dito.
Mendengar balasan itu, wajah Sandra kian memerah. Jika bukan karena hukum, sudah pasti ia akan melemparkan kaca riasnya ke wajah laki-laki yang sudah menghamilinya.
"Begini saja, aku tidak mau mengacaukan keluargamu. Bagaimana jika kita buat perjanjian saja. Nona boleh melakukan apapun yang nona sukai begitupun aku. Kita bisa saja dalam hubungan pernikahan tapi, bukan berarti kita harus menjalaninya bersama-sama bukan?" Ucap Dito sembari merebahkan punggungnya.
"Hmmm.. baiklah Dito. Mau bagaimanapun sepertinya apa yang kamu ucapkan ada benarnya juga." Jawab Sandra kali ini tersenyum manis.
"Dan selama itu aku akan tetap berusaha mendapatkan hatimu Sandra." Batin Dito bermonolog.
"Kuharap dengan ini nona tidak akan pernah menyesali pernikahan ini." Sambung Dito lirih.
"Satu-satunya yang aku sesali adalah menyerahkan tubuhku pada laki-laki rendahan sepertimu!" Cecar Sandra yang kali ini hanya di balas senyuman getir oleh Dito.
Kembali ke Dito di masa sekarang.
"Aarrrgghhh.. bodohnya aku! Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Ucap Dito sembari mengacak-acak rambut yang sudah kusut itu.
"Bodohnya aku yang berpikir bisa meluluhkan kerasnya hatimu Sandra. Sepertinya aku sudah kalah dengan keadaan. Semua terasa percuma saja, aku merasa sudah tidak punya sayap lagi untuk menggapai sang bintang."
"Nindya... Sandra.. aku.. aku.. sangat.. sangat
menyayangi kalian berdua.. hiks.. hikss.. hiksss.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments