Kesan Pertama

"perkenalkan ini istriku, namanya Sandra. Dan yang ini pak Hadi itu sopir saya dan yang pakai kaos hitam itu namanya pak Totok. Dia tukang kebun disini." Ujar pak Dito memperkenalkan satu persatu penghuni rumah padaku.

"Salam kenal Bu Sandra. Nama saya Gita." Balasku kikuk.

"Oh iya ada satu lagi yang belum kamu tahu Gita. Ada nanti namanya mbok Yem. Dia juga kerja disini. Untuk sekarang kamu silahkan pergi ke kamar kamu di belakang ya. Pak Hadi tolong anterin dia ke kamarnya ya." Titah pak Dito.

"Nggih (iya) siap pak." Jawab pak Hadi singkat.

"Mari saya antar ke kamarmu." Ajak pak Hadi dingin. Sebenarnya aku kurang nyaman saat di dekat pria dengan kulit hitam, bertubuh besar serta kumis tebal yang di milikinya ini. Daripada sopir, ia bahkan lebih bisa disebut seperti tukang pukul.

Setelah sejenak berkenalan, aku pun berjalan mengikuti sopir dari pak Dito ini sampai di sebuah kamar yang bersebelahan langsung dengan dapur. Tak begitu luas memang, namun masih cukup nyaman untuk di tinggali.

"Semoga betah ya. Hehehe." Kekeh pak Hadi dengan suara besarnya. Membuatku sedikit terperanjat kaget sekaligus ngeri mendengarnya. Apa dia benar-benar manusia? Hiii..

"Iya pak. Mohon kerjasamanya ya." Jawabku mencoba ramah.

"Hmm.. setelah selesai beres-beres, cepatlah temui pak Totok di luar." Jawab pak Hadi sangat terdengar tidak ramah sama sekali. Apa mungkin karena aku anak baru ya? Ah sudahlah. Anggap saja angin lalu. Batinku.

Tak berapa lama, pak Hadi pun meninggalkanku sendiri di kamar yang akan aku tempati. Syukurlah. Tanpa membuang waktu, aku segera merapikan pakaianku yang kubawa seadanya ke dalam lemari yang sudah di sediakan. Kamar dengan ukuran 4x3 ini terlihat sangat bersih sekali meskipun perabotannya terlihat sudah usang termakan usia. Bahkan disini, kamarnya sudah nampak di keramik granit semua. Hal yang jarang kutemui di kampungku. Hanya orang kaya saja yang mampu memasang keramik mahal seperti ini. Maklum saja, kampungku masihlah belum banyak tersentuh pembangunan. Setelah semua di rasa sudah rampung, pakaianku 'pun sudah masuk semua ke dalam lemari kayu tua ini, lalu aku segera beranjak menemui pak Totok di halaman depan rumah.

"Bukankah aku harus terlihat rajin disini. Hehehehe." Gumamku tersenyum sendiri.

Ctakkkkk....

Baru saja satu langkah beranjak, tiba-tiba sebuah suara benda jatuh terdengar samar dari balik lemari kayu yang baru saja ku bereskan. Mungkin karena sedikit penasaran, aku pun coba menengok ke bagian belakang lemari yang cukup berat itu. Sedikit terlihat samar pantulan cahaya dari bawah kolong lemari yang sempit. Akhirnya dengan rasa penasaran yang makin menjadi, aku mencoba menggeser lemari yang menurutku amat sangat berat itu. Ternyata perlu effort lebih juga ya untuk memenuhi rasa penasaranku.

Lemari ini ukurannya memang tidak begitu besar namun karena terbuat dari kayu yang cukup tebal membuatnya terasa sangat mantap ketika di geser. Aku pun sedikit di buat heran dengan bagian bawah lemari yang ternyata hanya di plester semen biasa saja. Disana terlihat sebuah cincin berwarna keemasan yang begitu indah. Sebuah kilauan di balik tebalnya debu dan kotoran yang bertumpuk di bawah lemari.

Setelah sedikit bersusah payah menggapai benda kecil itu, akhirnya aku mendapatkannya juga. Benar saja, sebuah cincin berwarna emas mengkilap dengan satu batu berlian menghiasinya. Tapi, apa ini emas asli atau bukan ya? Ah, yang penting lumayan lah. Baru kerja disini sudah dapat rezeki nomplok, Batinku dalam hati. Semoga ini pertanda keberuntungan bagiku. Amin.

"Dek? Sudah selesai beres-beres nya?" Seru sebuah suara dari belakangku.

"Oh..emm... Iya pak sudah." Jawabku gelagapan. Dengan otomatis aku langsung mengantongi cincin itu di saku celanaku.

"Mari dek, bantu bapak beres-beres di sana dulu." Ujar oak Totok ramah. Suaranya terdengar sangat kebapakan sekali. Sangat berbeda dengan pak Hadi yang terkesan judes dan galak.

"Iya pak." Jawabku balas tersenyum ramah.

Singkat waktu, aku pun mengikuti pak Totok menuju ke halaman belakang rumah ini yang ternyata masih cukup luas dengan berbagai tanaman buah-buahan yang sengaja di tanam oleh sang empunya rumah. Aku dan pak Totok pun mulai memanen alpukat-alpukat yang sudah siap di petik disana. Kami pun berdua mengobrol banyak hal. Pak Totok ternyata orangnya sangat mudah ramah termasuk denganku. Aku membantu pak Totok hingga tak terasa akhirnya waktu sudah mulai memasuki senja. Waktu cepat sekali berlalu ya.

"Pak, kelihatannya pak Dito lagi pergi ya?" Tanyaku setelah sadar sedari tadi tak melihat pak Dito maupun istrinya sama sekali.

"Mereka emang gitu dek. Jangan kaget. Mereka nggak selalu pulang ke rumah ini. Tugas kita cuma kerja saja disini." Jawab pak Totok sembari membereskan peralatan berkebunnya.

"Mereka emang kalo nggak pulang, emang mereka kemana pak? Emang jauh ya perginya?" Tanyaku lagi.

"Dek, bapak tinggal pulang dulu ya. Ini alpukatnya biar gini aja. Biar besok bapak bawa ke pasar buat di jual." Ucap pak Totok. Beliau sama sekali tak menghiraukan pertanyaanku.

"Lho bapak nggak tidur disini juga toh?" Tanyaku.

"Hahaha.. enggak dek. Rumah bapak deket kok dari sini. Yang tidur disini itu mbok Yem. Itu orangnya lagi masak di dapur. Kamu belum ketemu kan sama dia?" Tanya pak Totok balik.

"Belum pak. Kan seharian saya sama bapak terus. Hehehehe." Kekehku.

"Hehehe..yaudah kenalan dulu sana. Dia orangnya baik kok." Ujar pak Totok sembari tertawa renyah.

"Iya pak. Makasih ya pak." Pungkasku yang mengikuti langkah pak Totok hingga ke ambang gerbang.

"Bapak pulang dulu ya dek." Ucap pak Totok sembari berlalu pergi.

"Oh iya.. apa kamu sudah di beri pesan sama pak Dito belum dek Gita?" Tanya pak Totok yang berdiri hanya beberapa meter saja di depanku.

"Pesan? Pesan apa ya pak?" Tanyaku heran.

"Jangan lupa tutup pintu dan jendela tepat sebelum jam 9 malam! Jangan pernah buka pintu di atas jam tersebut. Kalau kamu merasa ada yang aneh atau nggak wajar, abaikan saja. Pura-pura saja nggak lihat atau nggak tau." Pungkas pak Totok.

"Maksud bapak?"

"Lebih baik kamu pendam rasa penasaranmu dalam-dalam. Lebih sedikit yang kamu tau, itu akan lebih baik. Berhati-hatilah. Tugas kamu cuma satu, ikuti aturan di rumah ini! Paham!" Sela pak Hadi yang tiba-tiba muncul dari belakangku. Orang ini benar-benar seperti hantu!

"Lho kamu nggak pergi sama bapak to pak Hadi?" Tanya pak Totok yang rupanya seperti merasa terkejut juga atas kehadirannya yang cukup tiba-tiba.

"Bapak nyetir sendiri. Ayo pulang totok. Oh iya.. untukmu, jangan lupakan pesan tadi! Walaupun kamu wanita, jangan pernah berfikir untuk macam-macam disini." Tegas pak Hadi.

"Hmmm.."

"Kami pulang dulu ya dek Gita."

"Iya pak Totok, hati-hati."

...----------------...

Di sisi lain

Brrrmmmm.. brrrmmm

(Suara mobil berderu membelah sebuah perkampungan)

"Sandra, apa kamu yakin ini akan berhasil?" Tanya pak Dito yang terlihat sudah kelelahan akibat seharian berkendara bersama istrinya.

"Mau bagaimana lagi? Ini semua sudah terlanjur Dito. Penantian kita selama ini akan segera terwujud. Aku tidak mau kehilangan semua yang aku punya saat ini."

"Emmm... jujur, aku takut Sandra. Aku takut sekali. Ini semua sudah terlalu jauh. Meskipun..."

"Sudahlah hadapi saja. Kau sendiri tau bukan apa resikonya jika kita berhenti?!" Gertak bu Sandra dengan wajah dingin.

"Kita akan kehilangan semua yang kita punya. Dan untukmu.." Tegas Sandra.

"Aku mengerti. Aku mengerti." Potong pak Dito dengan wajah kesalnya.

"Hahaha.. Baguslah jika kamu mengerti!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!