20:46
glukk... glukk.. glukkk..
"Ahh.. segarnya.." ucapku setelah menandaskan segelas air es yang baru saja kuambil di kulkas dapur.
Rasa dahaga yang menggerung cukup kuat untuk membangunkanku dari lelapnya tidur. Jam juga sudah menunjukkan pukul 11 malam. Untung saja rumah sudah dalam keadaan sepi, jadi aku tidak terlalu sungkan lagi seperti tadi. Mungkin juga mbok Yem sudah tidur di kamarnya. Tadi pun saat melintasi kamar mbok Yem yang tepat bersebelahan dengan kamarku, terdengar dengkuran halus dari dalam biliknya.
Setelah puas dengan segelas air putih dingin, aku memutuskan untuk kembali melanjutkan tidurku. Dan disaat aku ingin kembali ke kamar lagi, mataku tak sengaja menengok ke arah meja makan. Terlihat beberapa lauk dan sayuran yang sudah mbok Yem masak tadi masih utuh berada disana. Apa pak Dito belum pulang ya? Pikirku.
Dokkk... dokkk... dokkk...
Dokk... dokkk.... dokkk....
Terdengar sayup-sayup suara ketukan pintu dari depan. Itu pasti pak Dito, batinku. Akhirnya karena merasa kedua majikanku sudah pulang, sebagai pegawai yang baik, aku berjalan cepat ke arah sumber suara. Aneh, kenapa pak Dito tidak berteriak-teriak saja dan malah mengetuk pintu dengan pelan seperti itu. Untung saja aku dengar. Coba kalau tidak ada yang dengar bagaimana? Bisa di marahi semua olehnya. Dan ketika hanya tinggal satu langkah lagi aku pun segera meraih grendel berwarna keemasan di pintu tersebut. Cglekkk.... Ternyata di kunci!
"Wangi apa ini?! Harum banget." Lirihku sembari mencoba memutar-mutar satu persatu kunci yang tergatung di sebelah pintu. Satu set kunci dengan jumlah mungkin ada 20 anak kunci. Aku juga belum di beritahu yang mana kuncinya. Huffftttt.. merepotkan!
"Bentar ya pak Dito. Ini kuncinya belum ketemu." Teriakku sedikit keras agar pak Dito dan bu Sandra mendengarnya dari luar.
"Hmmmmm."
Sekilas terdengar suara deheman dari luar rumah. Wah pasti pak Dito marah ini, pikirku.
Setelah sekian menit ada juga kunci yang cocok. Namun mengapa tiba-tiba suasana menjadi hening? Tak ada lagi suara ribut-ribut seperti tadi. Apa pak Dito masih ada di depan ya? Atau jangan-jangan itu bukan pak Dito dan yang tadi itu seorang maling? Karena tak mau ambil resiko, aku mencoba mengintip dari kaca jendela di samping pintu. Bagaimanapun aku juga tidak boleh ceroboh bukan?? Namun...
"Siapa itu?" Gumamku lirih.
Seorang wanita berdiri memunggungi pintu. Wanita dengan wajah sayu dan penuh dengan luka lebam. Matanya terlihat sayu dengan rambut yang acak-acakan. Apa dia korban kejahatan? Lalu apa dia butuh pertolongan kah? Hmmmm. Sekilas nampak dia kembali berjalan perlahan menjauhi pintu rumah ini. Langkahnya anggun dengan gaun pesta mewah yang menyapu lantai. Aku bagaikan terpaku dengan pesona wanita asing itu. Tapi aku masih belum berani membuka pintu untuknya. Tiba-tiba..
Mata wanita itu tiba-tiba menoleh ke arah jendela tepat dimana aku sedang mengintipnya. Deg!! Wanita itu mulai menangis. Suara samar rintihannya menandakan kepedihan yang mendalam. Pelan namun sangat menyayat hati. Namun apa itu?! Bukan air mata yang keluar dari kelopak matanya, tapi darah segar mulai mengalir deras. Bukan hanya menetes, tapi hingga meluber membasahi gaun putih yang ia kenakan. Amis bercampur bau busuk menyeruak seketika mengalahkan bau harum yang sesaat lalu tercium. Aku tak bisa bergerak sedikitpun. Langkah wanita itu perlahan menuju ke arah jendela. Apa itu?! Apa dia melihatku?! Wanita itu tersenyum mengerikan. Senyum yang lebar hingga merobek kulit pipinya sampai ke telinga. Rahangnya terlihat jatuh menyisakan wajah berdarah yang sudah tak utuh lagi. Dengkulku terasa lemas tak karuan.
Cklakkkk...!!!
Leher wanita itu tiba-tiba saja patah ke belakang. Cairan merah pekat menyembur bagaikan air mancur dari leher yang sudah terbuka. Bersamaan dengan suara ngorok seperti sapi yang tengah di sembelih. Di susul dengan suara cekikikan yang membuat telinga menjadi pening. Tak terasa keringat sudah muncul membasahi 'ku. Kakiku lemas tak berdaya bagaikan sudah kehilangan tulang sebagai penopangnya. Aku ambruk seketika tak kuasa melihat pemandangan seperti itu dalam hidupku.
"Heh! Kamu ngapain disini?" Tanya mbok Yem.
"Mbok..itu..itu..ada..."
"Ssstttt.... Tenang, cerita pelan-pelan. Ayo kita ke belakang dulu. Biar saya buatkan minum dulu baru kamu cerita." Ucap mbok Yem dengan raut wajah datar. wajah yang seakan sudah mengetahui segalanya.
...----------------...
Cglukk...cglukk...cglukk..
"Sudah mendingan kamu lupain aja nduk. Kamu itu pasti berhalusinasi. Tidak ada yang namanya setan disini. Simbok sudah hampir 35 tahun disini, nyatanya belum pernah lihat yang aneh-aneh." Tutur mbok Yem setelah menyodorkan segelas teh hangat padaku.
"Tapi mbok, aku tadi lihat jelas banget! Sumpah!" Balasku menyakinkan.
"Sudah-sudah, lebih baik kamu istirahat lagi saja sana. Kamu itu pasti kelelahan nak. Jadi, berimajinasi yang aneh-aneh." Sangkal mbok Yem masih tidak percaya dengan penuturanku.
Akhirnya karena tak mau berdebat lebih jauh lagi, aku pun menuruti mbok Yem untuk kembali ke kamar. Kurasa itu akan lebih baik daripada semalaman harus bergadang dengan perasaan ketakutan. Lagipun aku juga tak mau jika harus berpapasan dengan setan dengan kepala yang hampir putus itu. Hiiii...
"Sudah ya simbok tinggal dulu. Jangan keluyuran malem-malem lagi. Terutama jangan pernah naik di lantai atas! Kecuali ada pak Dito atau saya!" Ucap mbok Yem.
"Iya mbok."
Sementara itu..
POV mbok Yem.
"Kenapa bisa seperti ini. Kenapa dia muncul lagi?! Bukankah aku sudah memperingatkan Hadi untuk jangan telat memberi itu! Besok harus ku laporkan pada pak Dito. Harus! Pasti ada yang tidak beres ini." Ujar mbok Yem bermonolog dalam hati.
Setelah memastikan si karyawan baru itu sudah benar-benar masuk ke dalam kamar. Di malam itu juga, wanita paruh baya itu naik ke lantai atas. Tubuh rentanya perlahan satu demi satu menaiki tangga. Menembus menyibak kegelapan yang menyelimuti lantai dua yang tak berpenghuni. Dengan tangan gemetaran ia meraih sebuah kunci yang ia buat menjadi liontin kalung. Dengan cepat tubuhnya segera merangsek masuk ke dalam ruangan pengap dengan aroma dupa yang begitu tajam.
...----------------...
Jam 05:43
"Om..kita mau kemana sih om??" Tanya seorang bocah perempuan yang memang sengaja di jemput dari jalanan saat sedang asik mengamen.
"Udah ikut om dulu. Kamu mau nggak tak kasih uang banyak?" Ucap pak Dito tersenyum ramah. Matanya terlihat sayu karena kelelahan.
"Emang mau kemana dulu om?" Tanya bocah perempuan berusia sekitar 8 tahunan itu.
"Udah ikut aja. Daripada kamu ngamen gini, dapetnya nggak seberapa. Mending bantuin om aja, om kasihan, lihat kamu kerja kaya gini. Tapi kita harus pergi ke tempat om dulu ya. Nanti tak bayar kok tenang aja. Itu kan om udah kasih kamu uang banyak." Bujuk laki-laki itu menyakinkan bocah yang sudah lama putus sekolah dan ikut merantau di jalanan bersama ibunya itu.
"Yaudah deh. Tapi nanti anterin aku kesini lagi ya om." Ujar perempuan yang masih muda itu dengan senyuman polosnya. Benik air mata bahagia menganak tipis di sudut matanya.
"Oke."
Bayangan akan mendapatkan uang yang besar terbersit indah dalam angan-angannya. Uang yang pastinya akan ia berikan kepada ibunya yang juga merintis hidup di jalanan. Bedanya, sang ibu tidak mengamen sepertinya namun, berjualan koran di lampu merah. Semua itu semata-mata hanya untuk menghidupi dirinya dan ketiga saudaranya yang juga belum menemukan keberuntungan dalam hidup di dunia. Terbayang senyum indah ibunya saat ia memberi uang sebanyak ini membuat semangat bocah perempuan itu semakin bergelora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments