POV : Dito
"Akan segera ku selesaikan ini. Cepat atau lambat. hufffffttt.. Tanpa adanya Nindya, aku akan tersingkir dari sini bagaikan sampah." Batin Dito.
Dengan hati dan tekad yang sudah bulat. Laki-laki tampan itu segera memakai setelan celana dan bajunya. Dirinya segera bergegas menuju garasi dan melenggang pergi entah kemana. Tak ada yang tau pasti apa yang ada di pikiran Dito saat ini. Pria ambisius yang akan melakukan segala cara untuk memenuhi egonya.
Deru laju mobil terlihat memburu membelah jalanan yang cukup lengang di hari Minggu. Laki-laki itu terus saja menggeber mobil sportnya dengan hati yang berkecamuk. Tangannya terus mengutak-atik telfon genggamnya ketika benda persegi itu menyala memperlihatkan sebuah notifikasi. Terlihat senyum kecil itu mengembang di balik sudut bibirnya. Matanya terlalu fokus menatap benda itu hingga tanpa ia sadari sesosok tubuh mungil bocah perempuan sedang menyebrang jalan dengan riang gembira.
"Kyyaaaaaaaaaaaaa!!!"
Tinnn...... Tinnnn....
Srrrrkkkkk... Cciiiiitttt.. Bruuuggggkkkk....
"Bajing*n! Apa itu?!" Gerutu Dito yang baru saja membanting setir hingga mobil mewahnya menghantam pagar di pinggir jalan.
Laki-laki itu lantas segera keluar dari mobilnya dan mengecek keadaan sekitar yang terhitung lenggang. Beruntung baginya karena kondisi jalanan masih terhitung sepi padahal hari sudah mulai beranjak siang. Bahkan nyaris tak ada orang yang terlihat sepanjang jalan.
"hufffffttt... baguslah jika tidak ada saksi." ujar dito.
Pandangan pria itu teralihkan pada sosok anak kecil yang tengah terluka. Ternyata tubuh kecilnya lah yang terserempet hingga terhantam kerasnya aspal. Sekilas terlihat darah mengocor segar dari balik luka di dahinya. Dito tau jika itu bukan luka fatal dan tak akan membunuh anak itu. Dito hanya memandang sesaat anak kecil yang terlihat menggerakkan jari tangannya. Berusaha meminta pertolongan. namun dito nampak masih bergeming. Hingga senyuman itu datang jua.
Awalnya laki-laki itu terlihat tak peduli. Bahkan suara rintihan kecil memilukan pun nampak tak mampu membuat iba Dito. Namun Sesungging senyuman itu bahkan lebih buruk dari apa yang terlihat. Pria itu dengan cekatan memasukkan korban itu ke dalam bagasi mobil yang tak begitu luas. Mata kecil itu terus memandangi pria itu. Mata yang penuh harapan. Tanpa ia tau pada apa dan siapa yang ia hadapi saat ini.
Mobil itu kembali berjalan. Kali ini Dito nampak sumringah. Mulutnya tak berhenti bersiul girang. Sesekali tawa terkoar dari sela-sela asap rokok yang ia hisap.
"Seminggu lagi semua tujuanku akan aku dapatkan." Ucap Dito penuh ambisius.
...****************...
Di lain sisi...
"Mbok, biar dewi aja yang beliin obat ya." Ucap Dewi memohon.
"Simbok bisa sendiri kok wi. Oh iya gimana ya kabar kakakmu sekarang. Simbok kok jadi kangen." Sahut simbok Lastri mulai mengenang kepergian gita untuk bekerja beberapa minggu yang lalu.
"Dewi juga kangen mbok. Pasti mbak gita disana betah. Mbak gita kan tomboy jadi pada takut sama dia. Hehehehe." Celetuk Dewi.
"Husshh kamu ini.."
"Hehehehe gimana mbok? Biar aku beliin ya obat buat simbok. Kasihan simbok capek. Dewi kan juga pengen jadi anak berbakti kaya mbak gita." Pinta bocah SD itu kembali memohon.
"Iya.. iya.. iya.. ini uangnya. Kamu hati-hati ya wi. Jalanan rame. Kalau mau nyebrang lihat kanan kiri dulu." Pinta simbok sembari mengelus lembut pucuk rambut anaknya itu.
"Siap mbok. Aku kan udah gede. Hehehe." Sahut Dewi dengan senyuman manisnya.
"Iya simbok percaya. Anak simbok memang semuanya pinter-pinter."
Dengan hati yang riang, bocah itu berjalan melalui perkampungan yang masih terlihat sepi. Hari libur seperti ini memang hari terasa lebih lambat. Banyak dari warga yang lebih memilih untuk berdiam diri dan menikmati hari libur. Hanya segelintir orang yang masih sibuk bekerja di ladang atau sawah-sawah yang masih banyak berada di kampung ini.
Lokasi apotik yang berada di ujung desa tak juga membuat gadis berambut ikal itu merasa berat hati. Kepergian kakaknya setengah bulan yang lalu membuat ia kini lebih banyak membantu ibunya di banding bermain dengan teman-teman sebayanya. Setelah beberapa lama berjalan, sampailah ia di apotik tujuannya. Uang recehan yang di bawa pun sudah di tukar dengan beberapa butir obat untuk ibunya.
Baru beberapa puluh meter berjalan, dari jauh ia melihat pohon dengan beberapa buah kecil berwarna merah yang tersembunyi di balik rimbunnya semak-semak. Ia pun dengan polosnya menyebrangi jalanan untuk memetik beberapa buah jambu air liar itu. Lumayan untuk sekedar mengganjal rasa haus, pikirnya. Namun, tiba-tiba dari arah belakang....
Tiiinnnn.... Brrrraaaaakkkkk..
Tubuh kecil gadis itu terpelanting keras di atas aspal. Pening rasa kepalanya terasa begitu ngilu. Sejenak ia tak mampu menggerakkan badannya. Ia raba kening yang terasa basah dan agak lengket. Di atas jalanan ia terbaring sejenak tak mampu bangkit sendiri. Genangan darah yang mengucur deras menggenang di bawah tubuh mungilnya. Sesaat rasa kematian berada di ujung lidahnya. Matanya berkunang-kunang. Tangan kecilnya terus menggenggam erat plastik obat milik ibunya. Air mata mulai menetes bercampur dengan darah yang semakin pekat. Hingga sosok yang tak ia kenal tiba-tiba datang dan membawanya entah kemana.
"Mbok.... Hiksss.. hikksss..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments