Awal Teka-Teki

Matahari yang mulai menggantung di ufuk barat menyisakan semburat jingga hingga akhirnya gelap pun datang silih berganti tugas. Dingin mulai bertiup lambat. Mendung yang ikut turun juga menambah suasana menjadi lebih hening. hawa dingin mulai terasa menyelimuti kalbu.

"Mbok.. aku pengen nanya, tapi.." ucap Gita agak ragu. Sedari tadi ia tak mampu menelan sesendok nasi pun ke mulutnya. Ia hanya bermain-main dengan makanannya sendiri.

"Hmmm.." jawab mbok Yem sembari menatap Gita. Seolah tau apa yang akan di tanyakan perempuan muda itu. Wanita paruh baya itu menatap intens wajah gita. seakan tengah mencoba menerka pikiran gita.

"Mbok.. kenapa dengan pak dito.. memang sebenarnya apa..." Ujar Gita mencoba merangkai kata. Ia masih ragu dengan apa yang akan ia tanyakan.

Ting.... Tong...

"Pak dito pulang. Sana bukain dulu." Titah mbok Yem memutus percakapan mereka berdua.

"Akan ku ceritakan sedikit rahasia padamu nanti." Lirik mbok Yem setengah berbisik.

Setelah percakapan di ruang belakang itu, gita dengan langkah gontai menuju ke arah pintu utama. Sebenarnya ia begitu malas jika harus berhadapan dengan pak dito. Perlakuan laki-laki itu tadi pagi membuat gita cukup trauma padanya.

Cklekkk...

Bruuukkkk...

Sesosok tubuh besar tiba-tiba ambruk. Beruntung tidak menimpa gita yang bertubuh cukup kecil. Dito terlihat tersungkur di hadapan Gita. Aroma alkohol tercium menyeruak dari mulutnya. Lirih suara dito mengigau meracau tak karuan. Terlihat dahinya sedikit sobek karena benturan dengan lantai yang cukup keras darah perlahan mengalir membasahi lantai granit di bawah mereka. Dengan segera gita memanggil mbok yem untuk membantu memapah pak dito. Tentu tubuhnya yang seorang wanita takkan mampu memapah tubuh besar dito sendirian.

Setelah cukup mengeluarkan tenaga, akhirnya keduanya berhasil memapah dito masuk ke dalam kamarnya. Cukup melelahkan bagi kedua wanita itu untuk membawa tubuh lunglai itu ke lantai dua.

"Kamu tunggu disini sebentar. Simbok mau ke rumah pak Hadi buat minta tolong." Ucap simbok.

"Kenapa, kenapa kok simbok malah ke rumah pak Hadi?" Tanya gita seperti keberatan.

"Cuma Hadi yang bisa nyetir mobil. Biar pak dito di antar ke puskesmas. Kalau totok rumahnya lebih jauh. Emang kenapa nduk?" Jelas mbok Yem.

"Kalau kamu takut di tinggal, kamu saja yang ke rumah pak hadi nduk." Ucap mbok Yem lagi. Kini gita hanya bisa menggelengkan kepalanya sembari tertunduk lesu.

"Kamu tenang saja. Pak Dito nggak akan macem-macem. Lihat aja dia, kan lagi tidur pules kaya gitu." Terang mbok Yem. Sebenarnya gita keberatan jika harus di tinggal sendirian bersama pak dito. Tapi mau bagaimana lagi, dirinya juga tidak bisa apa-apa. Dengan terpaksa dia harus satu rumah menunggui pak dito. siapa tau, sewaktu-waktu pak dito membutuhkan bantuannya. Walaupun sebenarnya gita tak berharap hal itu terjadi. Setelah mbok yem benar-benar pergi dari rumah itu, tiba-tiba... suara Dito mulai terdengar parau.

"Hiksss.. Sandra.. Nindya... Hiksss.. hiksss.."

Suara racauan dari mulut dito terdengar lirih mengiris. Suaranya yang besar serak menggema ke setiap sudut kamar. Gita yang hendak keluar kamar pun seketika menengok ke arah dito berbaring. Keningnya mengernyit heran melihat kelakuan majikannya itu. Bulu kuduknya berdiri mendengar suara yang lebih mirip suara keputusasaan tersebut.

"Siapa Nindya..?" Batin Gita sembari keluar kamar. ia tak betah jika harus lama-lama berada di dalam sana.

Karena dirinya masih trauma atas kejadian siang tadi, akhirnya Gita memilih abai dan pergi ke teras depan. Ia lebih memilih melupakan hal yang baru saja ia lihat dan dengar. Sembari menunggui kepulangan mbok Yem dan bantuan dari pak Hadi. Pikirannya melamun membayangkan sosok ibunya yang berada nan jauh di desa.

Hingga tak sengaja, dirinya melihat sesosok anak kecil bergaun merah tengah asik bermain dengan sesajen yang tadi pagi ia letakkan di bawah pohon beringin. Karena tak ingin terlibat masalah lagi, gita pun bergegas menegur sosok anak gadis itu. Ini pasti anak dari penduduk sekitar yang usil. Pikirnya.

"Hei.. anak siapa kamu? Jangan mainan itu adek. Bahaya." Tegur gita. beruntung malam ini bulan bersinar sempurna. Jadi gita bisa melihat dengan jelas wajah anak itu.

Melihat gita yang nampak marah, bocah itu pun lantas berlari pergi. Menuju ke luar rumah hingga akhirnya siluetnya tak terlihat lagi. Sesekali tawa riang menghiasi laju dari gadis kecil itu.

"Ohh.. pantas saja, pintu gerbangnya nggak di kunci. Hufffffttt.. dasar mbok yem. Untung cuma bocil, coba kalo maling. Hiii mending pura-pura pingsan aja deh. Hehehehe." Ujar gita mencoba menghibur diri sendiri.

Tak berselang lama, suara motor terdengar dari kejauhan. Benar saja, mbok yem datang dengan di bonceng oleh pak Hadi. Wajahnya nampak kusut seperti habis bangun tidur.

"Pak Hadi dimana mbok?" Tanya pak Hadi.

"Di atas, di kamarnya. Perlu bantuan nggak buat ngangkat?" Tanya mbok yem mencoba ramah.

"Nggak usah. Aku bisa sendiri." Jawab pak Hadi singkat.

Benar saja, pak Hadi begitu sigap naik ke lantai atas meninggalkan gita dan mbok Yem di ruang depan. Tak ada percakapan lagi antara kedua wanita itu. Gita pun seakan canggung untuk bertanya kembali pada mbok Yem. Tak berselang lama, pak Hadi pun turun dari lantai atas sendirian. Meninggalkan sekelumit pertanyaan untuk mbok Yem sendiri.

"Lho kok kamu turun sendiri. Pak dito mana?" Tanya mbok yem.

"Pak dito nggak apa-apa kok mbok. Cuma lecet kecil. Dia nyuruh aku buat turun aja. Cuman.." Ucap pak Hadi.

"Cuman apa?" Tanya mbok yem penasaran. Sementara itu gita hanya menyimak saja tanpa mau ikut campur.

"Dia nanti mau ke sana bareng dan kamu di ajak kesana buat bantuin ngurusin anak sial itu." Ujar pak hadi dengan wajah yang sulit di tebak.

"Dia ngajak gita ke sana??" Ucap mbok yem seakan tak percaya.

"Ya." Sahut pak Hadi singkat.

"Apa mungkin ini waktunya ya di? Dia bisa saja jadi penolong untuk kita. " Ujar mbok yem sedikit berbisik. Mata keduanya pun seketika beralih memandangi gita ya bahkan tak punya kesempatan untuk mengerti maksud kedua manusia di hadapannya itu.

"Gita... Sudah saatnya kamu tau semuanya." Ucap simbok sembari menutup matanya. Mengawang jauh kembali ke dalam ingatan suram beberapa tahun yang lalu.

"Dulu...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!