Tak ada malam-malam panas yang menghiasi hari-hari pasangan pengantin baru ini, selayaknya pasangan pengantin baru lainnya.
Aisya mencolek-colek hidung Ernest, "assalamu'alaikum my'Adam..." kekehnya. Diantara sepertiga malam dan rasa lelah yang mendera, ada hati ikhlas terbangun di waktu ini untuk melaksanakan sunnah dimana do'a-do'a mustajab di dengar oleh sang pencipta, terlebih di rumahnya.
Bukannya terbangun, Ernest malah membalikan badannya ke lain arah dengan mata tertutup, ia menarik selimut tebal yang membalut tubuhnya di samping Aisya.
Aisya manyun ketika colekannya tak digubris sang suami, "hey...gantengkuh!" fyuhhhh...Tak kehilangan akal, Aisya meniup-niup wajah Ernest agar lelakinya mau terbangun.
"Hubby..." bisik Aisya manja.
Tiba-tiba saja sepasang tangan itu menyembul dari dalam selimut dan menangkap Aisya yang nakal dan membawanya masuk ke dalam dekapan Ernest, "aaa, Nest ih!"
"Nakal!" parau Ernest membawa Aisya kembali berbaring dan memeluknya erat, menarik selimut agar menyelimuti keduanya, "Ernestt ih! Sesek Nest!" jeritnya meminta dilepaskan, bukan melepaskan...Ernest malah menggelitiki Aisya dengan nafas di leher Ai.
Bibirnya nakal mengecupi pipi, belakang telinga, juga tengkuk Aisya dengaj intens, sapuan bibir itu kontras dengan gelak tawa dan jeritan Aisya.
"Panggil hubby dulu ah!" pinta Ernest.
"Nest ih, buruan nanti waktunya keburu habis..."
"Nest lagi---" decak Ernest semakin menggelitiki Aisya, kini tangannya ikut menggerayangi perut Aisya, "Ernesttt! Geli, nanti aku ngompol!"
"Masa udah gede ngompol?!" godanya.
"Ernesttt!"
"Hubby, sayang...hubby!"
"Nest, aku ngompol ih! Beneran deh!" ranjang mereka sudah seperti kapal pecah karena keduanya seperti bocah.
"Hubby," bisik Ernest lirih bikin merinding.
"Iya hubby---hubby! Udah berenti hubby!" mohonnya benar-benar sudah lelah.
"Mulai sekarang, aku mau dipanggil hubby sama kamu..." balas Ernest.
Ada senyuman yang melebar di wajah Aisya saat itu, ketika kata romantis tak selalu harus berbunyi, i love you.
"Aku mau bersih-bersih terus ambil air wudhu, nanti kita berjama'ah."
Ernest beranjak bangun dari ranjang, melepaskan Aisya yang membuka selimut menampakan ia dengan rambut berantakan karena aktivitas bercanda barusan.
Keduanya berjalan bersama melewati jalanan yang masih tampak gelap untuk melaksanakan subuh di masjid. Layaknya remaja yang baru mekar, sepasang tangan itu terus menggenggam bersama menuju masjid.
Terasa betul nuansa romantis bulan madu berselimut ibadah bersama.
Aisya tak lepas menularkan senyuman bahagianya, "nanti janjian di gerbang king abdul aziz aja, yank..." ujar Ernest. Aisya mengangguk di balik jilbab hitamnya.
Langkah keduanya mantap menuju masjidil Haram, ditatapnya wajah teduh nan lembut Aisya, "yang solatnya selesai duluan tunggu disini."
"Iya." Aisya mengangguk pelan, keduanya berpisah disana untuk menunaikan ibadah dengan berbeda shaf.
Aisya berjalan bersama jamaah akhwat lainnya ke dalam, mengambil wudhu dan masuk ke dalam masjid megah dambaan semua umat muslim. Pahala seratus ribu kali lipat menantinya saat melaksanakan ibadah disana.
Tenang, damai, dan terharu, "masya Allah...." Aisya hampir melongo dibuatnya, ia bergabung bersama akhwat dari berbagai negara, mungkin sedang melakukan umroh sama dengannya.
Dengan khusyuk ia melakukan ibadah, Aisya bermunajat pada Yang Maha Kuasa atas semua keluh kesahnya sebagai seorang hamba yang tak berdaya. Ia hanya satu dari sekian butiran debu, yang nantinya di akhir jaman akan beterbangan layaknya kapas.
Rasanya ingin berlama-lama berada disini, mengadukan semua kehidupan pada sang pemilik waktu. Hingga tak sadar waktu ibadah sudah dilewati bersama hari yang sudah mulai terang di negri para rasul ini.
Aisya berjalan selepas melaksanakan solat dan dzikir sebentar. Senyumnya mengembang, ternyata Ernest sudah menunggunya di gerbang king abdul aziz bersama kang Tio.
Ernest mengenali senyuman diantara ratusan jemaah akhwat itu, dia yang memiliki senyuman manis nan lembut, dia si pemilik senyuman terindah yang sudah mengisi hatinya selama 6 tahun belakangan ini.
"Baru selesai?" tanya Ernest diangguki Aisya.
"Siap ibadah sunnah?" tanya kang Tio yang juga mengecek beberapa jamaah umroh lainnya.
Aisya tersenyum, "insyaAllah kang."
"Semoga bisa nyium hajar aswad, ya!" kekehnya.
"Aamiin!" jawab keduanya, mengusap lembut wajah mengucap harapan terbesar di umroh kali ini.
Seperti jama'ah pada umumnya yang sama-sama hendak mengitari ka'bah. Aisya berjalan dengan hati yang terenyuh dan bergetar seraya mengumandangkan kalimat mengagungkan sang Pencipta.
Bukan hanya mereka saja yang melaksanakan umroh, namun cukup banyak kala itu, membuat Aisya dan Ernest cukup kesulitan untuk mencapai tujuan mereka.
Aisya yang berusaha untuk menyentuh dan mencium hajar aswad begitu ngotot dan fokus pada tujuannya hingga tanpa sadar ia terseret dan terdorong jamaah lainnya, hingga ia terpisah dari Ernest dan rombongan.
"By, kok berasa makin jauh ya?" Aisya menoleh ke kanan dan ke kiri, dan tak ada Ernest di sampingnya, "by?"
"Ernest?"
Aisya tergusur ketika ia akan memulai thawaf, hingga akhirnya ia memutuskan untuk melakukannya sendirian.
"Sya?!"
Begitu pula dengan Ernest yang mencari-cari Aisya saat telah mencapai putaran selanjutnya. Yang Ernest lihat hanya ada Kang Tio dan jumlah jamaah yang cukup banyak berjalan bak koloni semut, meski tak berdesakan layaknya ibadah haji.
Terpisah layaknya Adam dan Hawa, keduanya memilih khusyuk melakukan ibadah masing-masing dengan tujuan menyentuh batu paling mulia di bumi itu setiap putaran, meskipun kemungkinannya kecil.
Ernest berjalan memperpendek jaraknya dengan bangunan berkiswah itu, diantara jamaah mungkin ia yang begitu merasakan perjuangan beratnya kali ini.
Teringat jelas di otak dan hati Ernest bagaimana ia berjuang, terasa baru kemarin ia berjuang menjadi seorang yang mengerti sebuah agama, terasa baru kemarin Tuhan mengujinya saat akan masuk (mualaf), dan terasa baru kemarin Aisya mengenalkan sesuatu yang menyejukan hidupnya, hingga titik terang berpendar menjadi pelita ditengah kegelapan jalan hidupnya.
"Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu..." ucapnya dalam hati.
Labbaik Allahumma labbaik------
Ada rasa haru, bahagia dan rindu rasul di hati Aisya maupun Ernest. Aisya bahkan sampai sesenggukan ketika bisa menyentuh sesuatu paling berharga di bumi, sesuatu yang dulunya pun dikecup para rasul Tuhannya.
"Masya Allah..."
Hingga 7 kali putaran, Ernest belum jua menemukan Aisya.
Aisya mengedarkan pandangan ke sekitarnya, mencari sosok sang suami, diantara keramaian yang berjubel.
Hingga seseorang memanggilnya saat Aisya benar-benar sudah lelah, "teh Aisya!" Aisya menoleh.
"Nyari kang Ernest?" tanya nya, salah satu jemaah umroh satu rombongan dengannya.
Aisya tentu saja mengangguk, "iya bu. Ada liat suami Ai?"
"Ada, tadi di sebelah situ!" tunjuknya dalam jarak 100 meter ke kiri.
"Oh, gitu. Makasih bu!" Aisya segera melangkahkan kaki lagi, mencari-cari dengan harapan Ernest masih di tempat yang ditunjukan si ibu.
Matanya menyipit ketika ia mengurai senyum, sesosok lelaki sedikit gondrong berkain ihram tengah celingukan mencarinya.
"Hubby!"
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Lia Bagus
Alhamdulillah ketemu
2024-09-01
0
Lia Bagus
mashaallah
2024-09-01
0
lestari saja💕
pasti klo jadi aisya itu kayak makan nano2 yaaa....semua ada....😂😂😂
2023-07-31
1