Dear My'Adam
Ernest masih menunggu seseorang di bangku bandara, diiringi celotehan mama Iren yang membekalinya makanan-makanan khas tanah air kesukaan Ernest, yang mungkin tak ada di Mesir sana.
"Nest, ini rendang nanti di kost'an kamu angetin aja. Terus masuk ke kulkas, ini mie instan jangan tiap hari dimakan...seminggu maksimal 2 aja, banyak minum karena disana cuacanya panas..." cerocos mama Iren lagi, padahal Ernest lebih sibuk celingukan ke arah pintu masuk bandara, berharap seseorang ikut mengantarnya.
Roda itu memutar begitu kencang demi mengejar seseorang, sampai suaranya sesekali berdecit. Kemacetan kota tak dapat ia hindari termasuk waktu yang tak bisa senggang.
Ernest pergi hari ini, begitupun Aisya yang harus datang ke kampus untuk daftar ulang camaba.
"Aduh! Telat deh kayanya ini, Nis!" keluhnya kesal, kesal karena harus terlambat, kesal jika ia tak sampai mengucapkan sampai jumpa pada Ernest, her Adam.
Ia bahkan meminta para pengunjung bandara untuk menyingkir dari jalannya, "awas air panas lewat!!!" teriaknya, Nistia yang setengah berlari membantu mendorong dan mengarahkan Aisya tak sanggup untuk tak tertawa.
Namun suara announcer itu membuat keduanya diam sejenak demi menyadari jika keberangkatan menuju Mesir sudah siap boarding.
Aisya memutar roda kursinya, tanpa ingin membuang waktu lagi. Ia sudah berusaha sekuatnya, hingga tangannya terlihat memerah dan kotor.
Mereka bertemu benar-benar di penghujung, "Ernest!"
Ernest yang sudah berjalan melewati pintu menoleh kembali, namun sayang....deretan penumpang di belakangnya meminta Ernest untuk segera masuk mengingat antrian sudah mengular panjang.
Dengan jarak yang jauh dan berbatas ruang, keduanya akan mengingat wajah itu satu sama lain.
Ernest melambaikan tangannya, "see you!"
Ada rasa menyesal namun Aisya tak dapat menyalahkan takdir, mungkin ada maksud baik Tuhan disini, untuk menjaga pandangan satu sama lain.
"Jika kamu memang Adamku, aku yakin Allah akan menjaga ragamu, matamu, telingamu, dan hatimu hingga kamu kembali."
"See you again, my'Adam!" Aisya melambaikan tangannya pada Ernest hingga pemuda itu hilang dari pandangan.
"Aisya, kenapa telat?" tanya mama Iren dan papa Edo. Semenjak kejadian kecelakaan itu, hati mama Iren dan Papa Edo melunak, hubungan mereka membaik seiring waktu bersama rasa menerimanya mereka dengan keyakinan baru Ernest.
"Annuuu tante, barusan Ai abis dari kampus dulu...ada urusan camaba yang harus dikelarin, di jalan juga agak macet tadi," jawabnya hampir menumpahkan tangisan, katakanlah ia se-cengeng itu, hatinya kesal saat tak bisa menatap Ernest dari dekat untuk yang terakhir kalinya.
"Mau pulang? Om Anter?" tanya papa Edo, Aisya mengangguk menerima, keempatnya kini pulang.
"Sabar ya Sya, anggap aja ldr ini buat nguji keteguhan hati kalian berdua, biar rindunya pol-pol'an, jadi nanti balik-balik langsung nikah deh!" bisik Nistia mengusap pundak Aisya.
"Ck, apa sih!" tiba-tiba saja pipi chubby itu merona, ucapan Nistia seiras dengan permintaan Ernest yang mengatakan jika ia meminta do'a, semoga saja setelah pulang dari Mesir, jalannya dimudahkan untuk meminang Aisya. Ia mau, menjadi lelaki layak untuk bersanding dengan Aisya.
"Assalamu'alaikum my'Hawa,"
Layar pipih itu selalu menampilkan wajah yang selalu Aisya rindukan setiap harinya.
"Wa'alaikumsalam,"
Kondisi itu bertahan di awal-awal mereka melakukan long distance relationship, setiap malam Ernest akan menghubungi Aisya, entah itu vicall atau lewat sambungan telfon biasa. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan kesibukan masing-masing lambat laun intensitas panggilan keduanya semakin berkurang.
"Nest, tugas minggu depan udah. Mister Abu minta jangan sampai telat,"
"Sip!"
"Jangan lupa kajian sore ini,"
Ernest mengusap wajahnya kasar dan mengangguk singkat, ia hanya mengacungkan jempolnya di udara seraya berjalan di koridor kampus.
"Kabar Aisya gimana ya? Udah berapa hari gue ngga denger kabar..." pemuda ini menelusuri jalanan menuju kost'annya pukul 3 siang waktu setempat, itu artinya di Indonesia pukul 7 malam.
Ia menaruh tasnya di kursi meja belajar, bersama ia yang duduk di tepian ranjang single.
Tuutt....tuut....
Ernest menggelengkan kepalanya sekali, tapi ia tak patah semangat dan terus mencobanya.
Tuutt....tuutt....
"Ck! Apa Aisya lagi solat ya? Atau lagi belajar?" Ernest mencoba mengetik pesan menanyakan kabar dan keberadaan Aisya macam anak-anak muda yang dilanda rindu setengah kejer!
Namun, baru ingin mengirimkannya Ernest ragu, "ah! Kaya anak alay aja tiap waktu di kirimin pesen, nanti Aisya ngamuk-ngamuk lagi, iya my'Adam....kan akunya mahasiswi sekarang bla...bla...bla..bla...bla!" Tiru Ernest begitu hatam dengan ocehan Aisya yang selalu kesal jika Ernest posesif.
Padanan kalimat yang telah tersusun rapi membentuk sebuah pertanyaan dasar akhirnya terhapus lagi hingga kosong, kemudian Ernest menaruh ponselnya di samping sementara diringa merebahkan diri.
Ia menoleh, menatap sebuah frame foto dengan potret wajah chubby di atas kursi roda dalam balutan kebaya nan cantik mendekap sebucket bunga juga boneka beruang yang di wisuda, yap! Itu dimana hari kelulusan mereka dari SMA.
Ernest dan Aisya saling bertukar bucket bunga, Aisya akhirnya mau difoto meski wajahnya ia buat sekonyol mungkin.
Ernest tertawa sendirian di dalam kost'annya mengingat reaksi Aisya saat foto itu Ernest cetak, ia kesal! Benar-benar kesal sampe ngga mau jajan 10 menit. Abis itu, uang jajan Ernest hari itu ia gasak hingga tak bersisa.
"Sya, tunggu aku pulang."
Aisya baru saja melaksanakan ibadah di pagi hari, selepas subhh Aisya baru ingat jika baterai ponselnya habis semalam, gadis itu menggeser duduknya alias ngesot ke arah nakas samping kasur dan mencolokan chargeran.
"Loh, semalem Ernest telfon?" Aisya menimbang-nimbang saat jarinya hanya tinggal menekan tombol hijau.
"Eh, tapi...jam segini masih malem disana. Takut ganggu Ernest sepertiga malam atau justru tidur!" Aisya menggeleng dan lebih memilih menaruh ponselnya, lantas gadis itu merambat meraih kursi roda dan duduk disana.
Begitu setiap harinya, sampai keduanya benar-benar melupakan komunikasi karena kesibukan yang semakin dibebankan pada keduanya sebagai mahasiswa.
"Sya!"
Nistia berlari dari fakultasnya menghampiri si gadis cantik berkursi roda dari fakultas astronomi.
"Jajan yuk, laper!" ajaknya menaik turunkan alisnya.
"Kemana? Eh Gibran, Ajeng sama Ardi ada wa ngga? Katanya jadi kan siang ini?!"
Nistia menepuk jidatnya, "ah iya! *poho* kan!" (lupa)
"Dimana? Coba wa lagi, biar bisa nge-fix'in! Mumpung Ai lagi kosong, biar nanti Ai ajak juga Retno sama Ayu."
Nistia mengangguk, mengechat mereka di wa grup, diantara mereka hanya nomor Ernest lah yang jarang on. Aisya menunduk menelan kekecewaan, apakah sesibuk itu? Atau justru Ernest sudah mengganti nomornya dan melupakannya? Apakah disana Ernest telah menemukan hawanya yang baru? Ia melihat panggilan terakhir Ernest dua bulan yang lalu. Aisya sering mengurungkan niatannya menelfon Ernest dengan alasan takut mengganggu dan membuat Ernest risih karena merasa Aisya posesif.
Ternyata long distance relationship tak semudah diucapkan, Aisya meloloskan nafasnya berat.
Aisya mulai ragu dengan hubungannya dengan Ernest, apakah akan seawet formalin? Ataukah akan kandas begitu saja terhembus angin malam....
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Happyy
💪🏼💪🏼
2023-11-02
3
dear My adam,, aku padamu 🥰🥰😍
2023-09-16
2
Ñůŕšý
Aisyah jadi ga bisa dihubungi nih. positip tinking aja ya!
2023-09-13
2