DM'A_part 2

Diantara keramaian, Aisya merasa dirinya sendiri. Hening, sepi, hanya ada ia dan kesenyapan, itung-itung latihan persiapan nanti dikubur! Cuma ada dia berteman amal-amalannya.

Sapuan tangan Ajeng tiba-tiba menyentuh keningnya, "Sya, kamu ngga apa-apa, sakit? Dari tadi diem terus?!" kekeh Ajeng setengah berseloroh, masalahnya wajah Aisya udah kaya ayam ngga makan 3 hari, lesu, lelah, kuyu.

Sontak saja semua pasang mata teman-teman lain menatapnya intens, menunggu jawaban Aisya. Aisya merasa mirip terduga maling tabung gas melon ditatap kompakan begini.

"Engga ih! Aku ngga sakit," gelengnya.

"Laper? Laper?" tembak Ayu.

"Inget ayang mbeb meren!" goda Ardi tertawa, dibalas tawa yang lain.

"Heem, lah! Sya, si Ernest kemana sii jarang nongol di wa, malah udah ngga pernah ya?!" tanya Retno. Pertanyaan Retno malah semakin mengingatkan Aisya pada Ernest.

Gadis berjilbab mustard ini menatap temannya satu persatu, harus ia jawab apa pertanyaan Retno, karena ia pun tak tau. Ingin menangis rasanya jika mengingat Ernest begini, biasanya ia yang akan selalu paling heboh, paling gombal dan paling-----paling usil!

Ernesttt! Pulaaaanggg! Rindu itu nyusahin! Jeritnya dalam hati.

"Ya sibuk atuh Ret! Belajar, kajian, pengajian, bimbingan, belum lagi ibadah sunnahnya! Masa sibuk dagang kulub suuk!" ujar Gibran, kembali mereka tertawa.(kacang rebus)

"Dasar gelo kamu mah!" dorong Nistia.

Aisya pulang dengan diantar Retno dan Nistia menggunakan taksi online, kebetulan rumah mereka searah, jadi bisa barengan.

Rumahnya sudah ramai, sejenak Aisya berpikir sekeras baja, "ada apa ya?!" namun kemudian Aisya menepuk jidatnya, "astagfirullah! Kenapa Aisya bisa sampe lupa!" Ai mendorong roda kursinya hingga menyentuh pagar rumah, tangannya terulur untuk mendorong pintu.

Sebuah mobil seribu umat sudah terparkir di samping mobil abi. Sepatu dan sandal pun cukup banyak berserakan di teras rumah, itu artinya di dalam sudah banyak orang.

"Kayanya a Sandi sama keluarganya udah datang," Aisya menarik nafas panjang lalu meloloskan nafas kasar.

Gadis itu memilih memgambil jalan nyempil ke halaman samping yang langsung ke arah garasi lalu ke dapur.

Cicitan roda, kursi rodanya tak sekencang suara tawa nan riuh cengkrama di dalam, yeah! A Sandi adalah putra dari pak Ibra...teman abi. Sudah jelas abi, umi, a Ikhwan, teh Raudhah termasuk dirinya akan menerima baik keluarga itu.

"Assalamu'alaikum..." cicit Aisya pelan selagi umi menyiapkan makan besar masakannya untuk tetamu.

"Wa'alaikumsalam. Ai....dari mana aja, a Sandi sama om tante udah dari tadi?! Ada Sifa juga tuh di depan, nanyain Ai dari tadi...."

Aisya nyengir, "lupa mi, tadi ketemu temen-temen SMA dulu, reunian singkat," jawab Aisya.

"Ya udah, ke depan dulu deh! Buat ketemu mereka," pinta umi diangguki manis oleh Aisya.

"Assalamu'alaikum, om, tante, a Sandi, Sifa!"

"Nah ini dia yang ditungguin! Sesibuk itu ya Sya?!" kekeh tante Yuni. Aisya nyengir lebar, "hehe, barusan kegiatan di luar kampus tan, biasalah anak muda!" jawabnya.

"Gayanya! Ck---ck!" cibir Ikhwan.

"Iyalah, kalo aa kan udah tua. Jadi kerjanya kalo ngga di percetakan ya rumah! Ngelonin teh Arin! Sambil ngelusin calon anak, bentar lagi juga jadi calon bapak-bapak rumah tangga !" tawa Aisya memantik riuh tawa penghuni lain.

"Sya, sombong ya kamu sekarang ih!" peluk Sifa, teman Aisya sejak kecil, meskipun mereka jarang bertemu.

"Apa kabar, Fa! Kangen tau!" jawab Aisya membalas pelukan Sifa dan mengusap-usap punggungnya, "kamu masih kurus aja Fa, kayanya tante Yuni sama om Ibra ngga kasih kamu makan!" lanjutnya dicebiki Sifa.

"Uluhh, ini kalo udah ketemu! Kaya bulu sama ketek!" ucap om Hardi.

"Bulu ketek dong bi," jawab Sandi, "Sya, gimana kabarnya?" seorang lelaki cukup dewasa, yang mungkin sebentar lagi akan menjadi anggota keluarga rumah ini tersenyum ramah, "alhamdulillah a, masih tetep cantik!" jawabnya, pundaknya langsung di dorong Raudhah dan Ikhwan.

"Huuu! Pede abis!"

Abi dan para orangtua lain hanya bisa tertawa.

"Ini nih! Ini, yang bikin a Sandi ngga bisa berpaling ke lain hati!" jawab Sandi membalas kelakar Aisya.

"Udah sana, biasanya juga anak kecil mah ngamar!" ujar Raudhah.

"Aduhhh, bahasanya udah ngamar aja Ra?!" goda teh Arin mengusap perutnya yang sudah masuk bulan hpl, Aisya tergelak dan langsung dibekap dengan kue bolu oleh Raudhah.

"Emhhh!" Aisya mengepalkan tangannya hendak memukul kakaknya itu.

"Aduhhh! Gini nih teh, kalo udah ngumpul semua rame! Berisik, bikin pusing!" ujar umi pada tante Yuni.

"Ah biasa itu mah! Justru rame!" senyumnya.

"Teteh ih, kalo mau nyuapin tuh kasih aba-aba dulu!" sungut Aisya, "hayuk Fa, ke kamar Ai yuk!" ajaknya mendelik pada Raudhah yang sudah memeletkan lidahnya disetujui Sifa.

"Sini Sifa bantuin, Sya! Bentar lagi kan kita sodaraan!" imbuh Sifa tertawa renyah.

Aisya menatap Sifa, saat mendengar sodara, hatinya mencelos mengingat janji Ernest. Kepercayaannya terhadap hubungannya dan Ernest yang serapuh kulit bakpia semakin terkikis.

Aisya sudah benar-benar diambang keraguan. 5 tahun bukan waktu yang sebentar, tanpa kabar, tanpa pesan...... Mungkin jika dalam waktu dekat Ernest tak jua menghubunginya, ia tak janji bisa bertahan. Aisya menyerah....

"Apakah janjimu masih bisa kupegang, Nest? Berapa lama lagi?!"

Sudah begitu lama Sifa tak masuk ke kamar Aisya, "udah berapa lama ya Sya, Sifa ngga kesini?" tanya nya mendorong kursi Aisya.

"Emhh, sekitar!" jawab Aisya tertawa.

Sifa langsung menjatuhkan badannya di kasur Aisya, "inget ngga Sya kalo kita dulu sering nyolongin belimbing di depan, rumah ketiga dari sini yang cat rumahnya warna tosca?" Sifa memejamkan matanya sambil mencoba bernostalgia dengan masa kecil mereka.

Aisya membuka kerudungnya dengan menarik satu persatu peniti dan jarum pentul dari sana, kemudian menaruhnya di busa bentuk kepala hello kitty depan cermin riasnya.

Surai hitam nan indah dan wangi yang selalu ia jaga, hanya akan ia tunjukan pada keluarga, dan mahromnya kelak.

"Inget, yang abis itu nanti a Sandi yang bakal minta maaf sama gantiin uang sama si empunya rumah, pak Aji?!" Aisya tersenyum lebar demi mengingat masa-masa kecilnya yang bandel.

Sifa bangkit dan duduk di kasur, melipat kaki hingga bersila, "iya bener! Abis itu kita kena omel sama jewer!"

Aisya mengangguk menyetujui ucapan Sifa, "Hah! Jadi kangen masa-masa itu, Sya." Sifa berucap merindu.

Netranya teralihkan dengan sebuah frame foto berukuran 2R tepat di belakang badan Aisya yang merupakan meja belajar.

Foto sama dengan yang dimiliki Ernest namun berbeda gaya, ia, Ernest dan yang lain berfoto bersama saat kelulusan, namun Aisya dengan sengaja melipat bagian orang lain, hanya ada ia dan Ernest saja...

Ia dengan kebayanya dan Ernest dengan jasnya.

"Ee...eee...siapa itu, Sya?!" Aisya langsung menoleh ke arah tatapan Sifa dan segera menutup frame foto, memasukannya ke dalam laci meja, "ah bukan! Ngga penting Fa."

Sifa menatap usil dan menunjuk Aisya, "emhhh, mau main rahasia-rahasiaan! Coba aku liat?!"

Aisya menggeleng, "temen! Beneran ini cuma temen-temen, banyakan kok!" Aisya mengelak tak ingin Sifa melihat kelakuannya yang memajang foto seorang lawan jenis.

.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

ᴳᴿ🐅ᴹᴿˢ᭄𝕬ⁿᶦᵗᵃₚᵣₐ𝒹ᵢₜₐ🤎𝓰ₐₙⱼi

ᴳᴿ🐅ᴹᴿˢ᭄𝕬ⁿᶦᵗᵃₚᵣₐ𝒹ᵢₜₐ🤎𝓰ₐₙⱼi

ibarat hubungan Ais n Ernest hanya bagai perahu di atas lautan ,entah akan berjalan k arah mana n berakhir seperti apa
begitulah hubungan LDR, pasti ada rasa yg sulit krn kurang y komunikasi kalian berdua

2023-09-16

3

🔥⃞⃟ˢᶠᶻ𖤍ᴹᴿˢ᭄𝓐𝔂⃝❥AyJinda❀∂я

🔥⃞⃟ˢᶠᶻ𖤍ᴹᴿˢ᭄𝓐𝔂⃝❥AyJinda❀∂я

ihi si Sifa kepo nih karena sempet ngeliat

2023-09-16

2

🔥⃞⃟ˢᶠᶻ𖤍ᴹᴿˢ᭄𝓐𝔂⃝❥AyJinda❀∂я

🔥⃞⃟ˢᶠᶻ𖤍ᴹᴿˢ᭄𝓐𝔂⃝❥AyJinda❀∂я

Sandi Kakang mu kah Sya dia lagi di jodohkan kah

2023-09-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!