Makan malam pun berlangsung, dan dilanjutkan untuk istirahat hingga semua tengah tertidur dengan pulas hingga dibangunkan oleh ayam yang berkokok.
"Sudah pagi rupanya. Suara ayam itu, mengingatkan ku lagi. Enggak, aku harus bangkit. Aku pasti bisa melewati semuanya. Aku tidak boleh menyerah, dan aku tidak sendirian." Gumamnya saat baru saja terbangun dari tidurnya.
Tidak ingin mengecewakan ibu Arum, Liyan segera mencuci muka dan melakukan ritual lainnya setelah bangun dari tidurnya. Kemudian, ia membereskan tempat tidur, dan bergegas untuk mencuci bajunya sendiri.
Saat baru keluar dari kamar, keadaan masih sepi, dan tidak didapati sosok ibu Arum maupun Yena dan Aditya.
Tidak ingin mengganggu tidurnya, Liyan mengerjakan sesuatunya dengan penuh hati-hati agar tidak membangunkan orang yang sedang tidur.
Saat sudah di tempat pencucian baju, tepatnya dibelakang rumah, Liyan mencuci bajunya, juga baju yang ada di dekatnya, tidak peduli punya siapa dan milik siapa.
Dengan kerja kerasnya dalam seumur hidup, baru kali ini Liyan melakukannya tanpa seorang pelayan maupun asisten rumah. Liyan benar-benar tengah diuji mentalnya, benar-benar bagai hidup sebatang kara. Namun, tidak membuatnya menyerah.
.
.
.
Hari-hari yang dilewatinya, pun tidak membuatnya patah semangat, ia terus bekerja keras seperti Yena dan Aditya.
Hingga pada akhirnya, ternyata sudah tiga minggu lamanya si Liyan tinggal di kampung halamannya ibu Arum.
"Aw! kenapa kepalaku pusing banget ya, kenapa denganku?"
"Liyan, kamu kenapa? kamu sakit? mana yang sakit, kita pergi ke puskesmas ya, aku panggil Aditya dulu."
Yena yang khawatir dengan kondisi Liyan yang wajahnya terlihat pucat, cepat-cepat memanggil Adit.
"Dit! Aditya! cepetan kesini. Liyan! Liyan sakit."
Dengan suara yang keras, Yena memanggil Aditya yang sedang bekerja.
"Kenapa, Yen? ada apa dengan Liyan?" tanya Aditya penuh khawatir.
"Liyan sakit, wajahnya mendadak pucat. Ayo antar dia ke puskesmas terdekat, ksihan Liyan."
Aditya yang begitu khawatir dengan keadaan Liyan, langsung berlari untuk melihat keadaannya.
"Liyan!" teriak Aditya sambil berlari.
Liyan sendiri sudah tidak kuat menjaga keseimbangan tubuhnya sendiri, dan akhirnya jatuh pingsan. Seketika, Aditya menangkap tubuhnya dan membawanya ke puskesmas terdekat dengan menggunakan mobil milik perusahaan.
Yena yang juga khawatir dengan kondisi Liyan, berkali-kali memanggilnya.
Sampainya di puskesmas terdekat, Aditya membawanya masuk kedalam ruang pemeriksaan. Sayangnya, Yena dan Aditya diminta untuk menunggu di luar, lantaran ruangan yang tidak begitu lebar, takutnya akan mengganggu pasien.
"Kenapa dengan Liyan, Yen? kenapa sampai pingsan seprti itu? apakah dia tadi gak sarapan?" tanya Aditya dengan rasa khawatir, takut terjadi sesuatu pada diri Liyan, perempuan yang rupanya tengah mencuri hatinya sejak keberadaannya di rumah ibu Arum.
"Aku juga gak tau, Dit. Cuma tadi itu, dia juga bilang kalau gak enak badan. Juga, dia kek ngerasain kek mana gitu. Katanya kepalanya pusing, perutnya mual. Apa mungkin dia masuk angin apa ya, soalnya semalam tuh di teras rumah cukup lama sih." Jawab Yena sambil mengingat-ingat.
"Mungkin juga, dan fisiknya mungkin gak kuat. Dia kan, anaknya orang kaya. Ya bisa jadi, karena gak pernah bekerja. Sudah masuk angin, kecapean juga, wajar saja kalau dianya drop." Ucap Aditya yang juga menebak-nebak.
"Bisa jadi, Dit. Eh itu, udah keluar, kita tanyain."
"Gimana keadaan pasiennya, Bu?" tanya Yena yang sudah penasaran dan ingin mengetahui Kondisinya Liyan.
Ibu bidan justru menoleh ke arah Aditya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments