Dirumah Ibu Arum, Liyan masih terasa canggung dan bingung harus melakukan apa. Tidak ada pilihan lain selain banyak diamnya.
Setelah memperkenalkan diri kepada Ibu Arum, Liyan dipersilakan istirahat di kamarnya yang sudah disiapkan oleh Bu Arum.
Didalam kamar yang sangat sederhana dan jauh dari kata mewah, Liyan tengah duduk di tepi tempat tidur. Ingatannya lagi-lagi teringat masa masa dirinya mengikuti kemana perginya Vando, yakni sampai di rumahnya.
Kenangan yang baru beberapa lamanya, masih terngiang ngiang dalam ingatannya.
"Andai saja waktu dapat aku putar kembali, aku akan lebih berhati hati lagi. Tapi sayangnya, semua telah menjadi kenangan, serta pembelajaran untukku." Gumam Liyan sambil mengingat kenangannya bersama Vando.
Karena badan terasa capek dan juga lelah, Liyan tertidur dengan pulas. Bahkan, suara langkah kaki serta suara Yena dan Aditya saja, sama sekali tidak membangunkan tidurnya Liyan.
"Kok ada sepatu di depan pintu kamar, punya siapa, Bu?" tanya Yena saat kedua matanya menatap sepasang sepatu di depan pintu kamar tamu.
"Ya tuh ada sepatu punya cewek, punya siapa, Bude?" tanya Aditya ikut menimpali yang juga menyimpan rasa penasaran.
Tentu saja menyimpan rasa penasaran, secara Ibu Arum sama sekali belum memberitahukannya perihal kedatangan Liyan dari kota.
Ibu Arum tersenyum mendengarnya.
"Ada tamu dari kota, sekaligus mau tinggal di rumah ini. Namanya Nak Liyan, anak majikannya pak Kerto. Karena sesuatu hal, jadi diminta untuk tinggal di rumah Ibu. Jadi, kalian harus bersikap sopan dan dijadikan saudara atau teman. Ingat ya, terima dari segala kekurangannya. Jika ada kelebihan, terima juga apa yang sudah menjadi kepribadiannya." Jawab Ibu Arum yang tidak lepas untuk membumbui dengan nasehat nasehat kecil untuk Aditya maupun Yena putrinya sendiri.
"Iya, Bu. Soal terima menjadi teman atau saudara, Yena tidak pernah memberatkan siapapun untuk kenal dengan Yena. Mau staus sosialnya lebih tinggi maupun rendah sekalipun, Yena tetap menerimanya." Ucap Yena, Ibu Arum pun tersenyum mendengar penuturan dari putrinya.
"Aditya juga, Bude. Apapun itu, Adit tidak memandang dari status sosial ataupun kepribadiannya. Oh ya, Bude, kebetulan tadi Adit beli ayam sama ikan, bisa dimasak untuk makan malam bersama." Timpal Adit yang sekaligus menyodorkan bawaannya sepulang kerja.
"Yena juga tadi beli cemilan, Bu. Jadi, kita siapkan makan malam sebelum anak majikannya pak Kerto bangun, Yena mau bantuin Ibu menyiapkan malam." Ucap Yena yang juga ikutan menunjukkan sesuatu yang ia beli sepulang dari kerja.
Ibu Arum benar-benar sangat bahagia ketika mendapati Adit dan Yena yang begitu penuh kasih dan sayang.
"Ya udah kalau gitu, Ibu mau mulai memasak. Untuk Adit, kamu beli air minum ya, soalnya stok air minum sudah mau habis. Sekalian juga kamu mampir ke rumah pak RT, ajak makan malam juga. Soalnya mau bagaimanapun, Pak RT masih berkaitan alias bersaudara dengan orang tuanya Nak Yilan, biar gak repot repot juga untuk mengurus surat izin tinggal di kampung kita ini." Ucap Ibu Arum memberi perintah kepada Adity.
"Jadi, masih saudaranya Pak RT ya, Bude?"
Ibu Arum mengangguk.
"Iya, benar. Nak Yilan masih bersaudara dengan pak Rt. Ya sudah cepetan berangkat, takutnya nanti ujan, soalnya udah mulai mendung, sepertinya mau hujan. Sedangkan Yena, kamu cepat ganti baju dan bantuin Ibu di dapur." Kata Ibu Arum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments