Liyan yang belum begitu akrab, memilih untuk membantu Yena yang tengah sibuk dengan kerjaannya yang hendak memasak sayur.
"Suasana seperti mengingatkan aku dengan keadaan di kampung yang pernah menjadi tempat tinggal sementara, tapi semua tinggal kenangan." Ucap Liyan disela-sela memotong sayuran.
"Memangnya kalau boleh tahu, di kampung mana?" tanya Yena basa-basi untuk mengobrol.
"Aku lupa, soalnya nama kampungnya cukup rumit. Oh ya, kamu masih kuliah atau bekerja? maaf, jika pertanyaan dariku sedikit aneh." Jawab Liyan sambil menyibukkan diri.
Yena tersenyum Menem dengarnya.
"Aku sudah bekerja, di perkebunan sayuran bersama sepupu aku, Aditya. Soalnya disini adanya perkebunan, dan konfeksi. Karena aku gak bisa jauh dari Ibu aku, jadinya nyari kerjaan yang bisa pulang pergi." Ucap Yena menjelaskan.
"Oh. Jauh ya, kalau untuk kerja di konfeksi."
Yena mengangguk.
"Ya. Juga, kalau mau pulang pas libur, jauh di perjalanan. Jadi, aku putuskan untuk kerja di perkebunan."
"Kalau boleh tahu, masih lowongan kerja gak, buat aku. Soalnya gak mungkin juga kalau aku hanya tidur, makan, tidur, makan, itu tidak mungkin."
"Kamu serius mau ikut kerja? kamu kan, dari keluarga kaya, apa yakin mau kerja?"
Yena bertanya dengan ragu-ragu atas keinginannya.
"Aku serius. Aku siap kerja apa saja, yang terpenting aku bisa mengerjakannya. Mau ya, mau. Soalnya aku gak mau merepotkan ibu kamu. Mau ditaruh dimana muka aku nanti?"
"Ya deh, besok aku tanyakan atasan aku dulu. Soalnya aku dengar dengar nih, mau ada pemekaran karyawan. Pihak Perusahaan mau menambah lahan baru untuk perkebunan buah buahan, kapannya sih belum tahu. Mungkin saja 4 tahun lagi." Ucap Yena di barengi tawanya.
"Kamu bisa aja. Aku tunggu jawaban dari kamu. Kalau sudah gak ada juga, gak apa-apa. Aku nanti cari kerjaan lain saja, di toko misalnya."
"Iya deh, akan aku usahain." Jawab Yena meyakinkan.
"Makasih banyak ya, Yen." Ucap Liyan dengan senyumnya yang manis.
Tidak terasa juga, akhirnya semua bahan sudah siap untuk dimasak. Kemudian, Yena bersama Liyan disibukkan di dapur hingga selesai memasak.
Sedangkan Aditya tengah sibuk memanggang ikan sambil mengipas-ngipasi arang.
Liyan yang sedang memperhatikan Adit, ingatannya kembali saat berada di kampungnya Vando. Kenangan yang begitu singkat, namun sangat menyakitkan.
'Aku benci kamu, Vando.' Batin Liyan sambil memperhatikanmu Adit.
"Hayo loh, lagi mikirin siapa, cie..." ledek Yena saat melihat arah pandangannya yang tertuju pada Aditya.
"Yena. Apa-apaan sih, aku tuh gak sedang mikirin siapa-siapa. Aku cuma kangen keluarga, itu saja." Jawab Liyan beralasan, meski sebenarnya ada seseorang yang sedang ia pikirkan.
"Dia Aditya, sepupu aku. Kedua orang tuanya sudah meninggal, dari awal mulai masuk sekolah menengah pertama, dia tinggal bersama ibu aku. Dia pekerja keras, dan baik orangnya. Sayangnya, dia belum juga menikah. Biasalah, karena banyaknya wanita yang ngejar-ngejar dia, sampai bingung pilih yang mana. Bercanda. Ya emang sih, dia selalu nolak buat ditawarin menikah. Entah lah, mungkin saja jodohnya dadakan." Ucap Yena dibarengi tawa kecil diakhir kalimatnya.
"Terus, kamu sendiri kapan menikah? bercanda, jangan samain aku seperti ibu-ibu di luaran sana. Soalnya aku sendiri belum menikah." Kata Liyan yang terpaksa harus berbohong.
"Aku nunggu sukses dulu. Soalnya harus benar-benar siap dengan segala kemampuan. Kamu sendiri, kapan menikah? masih ada stok tuh, Aditya."
"Kamu ini, ngada-ngada aja. Ya udah ya, aku mau mandi. Soalnya badan aku gerah." Ucap Liyan berpamitan untuk membersihkan diri.
"Sama, aku juga mau mandi. Ya udah ya, kita mandi dulu. Sambil nunggu ikan bakarnya matang, kita bersihin badan dulu." Jawab Yena dan bergegas ke kamar. Kemudian, Liyan juga segera ke kamarnya.
Sedangkan Aditya masih dengan tugasnya yang belum selesai, yakni memanggang ikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments