Setelah semuanya siap saji di meja makan, Ibu Arum bersama Yena dan Liyan, kini sudah duduk di ruang makan, yang hanya beralakan tikar, karena hemat kursi dan lebih utama terlihat kebersamaannya.
"Aditya mana, Yen? kok belum keluar juga dari kamar. Juga, pak RT belum datang. Coba tanyakan sama Adit, tadi beneran mampir di rumah pak RT apa gak?"
Saat itu juga, terdengar jelas dengan suara ketikan pintu.
"Itu mungkin, Bu. Coba Yena lihat dulu ya, Bu."
Ibu Arum mengangguk.
"Ya, coba dilihat." Kata sang ibu, Yena segera melihatnya.
Benar saja, rupanya pak RT bersama istrinya telah datang.
"Maaf, Bu Arum. Tadi lagi ada tamu, jadi lama jadinya." Ucap pak RT saat memasuki ruang makan.
"Tidak apa-apa, mari silakan duduk. Sekalian, Ibu mau ngenalin seseorang sama kalian dari kota. Kenalin, namanya Nak Liyan, putrinya si Rana, istrinya Boni. Yang sekarang tinggal di kota, yang jadi bos besar. Nak Liyan ini putrinya. Bukankah masih saudaranya pak RT?"
"Oh. Jadi putrinya mbak Rana yana? ya ya ya, saya masih ingat. Bagaimana kabar kamu dan sekeluarga di kota, Nak? perkenalkan, saya Fuzan, sepupunya ibu kamu. Dan ini istrinya Paman, namanya Maya. Kamu panggil saja Bibi." Ucap Pak RT Fuzan.
"Saya Liyan, Paman. Keluarga di kota baik-baik semua." Jawab Liyan sedikit gugup.
"Karena sudah waktunya untuk makan malam, kita makan bersama dulu. Oh ya, Yena, kamu cepat panggil Adit, pak RT udah datang, gitu ya." Ucap ibu Arum yang sekaligus menyuruh putrinya untuk memanggil Aditya.
Belum juga beranjak dari tempat, rupanya Aditya sudah keluar dari kamar.
"Maaf, Bu, pak RT, Bu RT, sudah membuat menunggu." Ucap Aditya.
"Tidak apa-apa, yang penting telatnya gak sampai pagi." Kata pak RT sambil bersenda gurau.
Aditya tersenyum malu.
Kemudian, Yena menggeser posisi duduknya.
"Liyan, geser kesini, biar Adit bisa duduk." Bisik Yena didekat telinganya Liyan.
Liyan yang baru menyadari jika Adit belum ada tempat duduk, langsung geser didekatnya Yena. Kini, Aditya dan Liyan duduk bersebelahan.
Detak jantung Liyan seolah mengingatkan kenangannya bersama Vando saat berada di rumah ibu asuhnya Vando.
'Kenapa aku merasa takut jika berdekatan dengan laki-laki? bayang-bayang kak Devan dan Vando, membuatku takut untuk berada di dekat seorang laki-laki. Semoga saja, keadaan aku baik-baik saja.' Batin Liyan sambil mengatur napasnya agar tidak terbawa suasana.
Setelah mengambil sayur dan nasi, Liyan kesulitan untuk mengambil lauknya.
"Biar aku ambilkan." Ucap Aditya yang langsung mengambilkan lauk untuk Liyan.
Dengan gugup, Liyan mengangguk.
"Terima kasih. Maaf, sudah merepotkan kamu." Jawab Liyan yang sama sekali tidak berani untuk mendongak.
Jangankan mendongak, menatap wajahnya Aditya saja tidak berani.
"Tidak apa-apa. Ayo dimakan, takutnya nanti keburu dingin dan menjadi hambar rasanya." Kata Aditya, Liyan mengangguk.
Kemudian, semuanya tengah menikmati makan malamnya bersama. Juga, diantara mereka ada yang mengobrol untuk menghidupkan suasana agar tidak sunyi.
Liyan yang gugup saat duduk bersebelahan dengan Aditya, cepat-cepat untuk segera menghabiskan makanannya, dan kembali ke kamar.
Aditya yang mendapati sikap aneh pada diri Liyan yang terlihat gugup dan malu, pun dirinya tetap bersikap biasa-biasa saja.
'Aku harus segera kembali ke kamar, entah kenapa aku tidak nyaman berada di dekatnya. Justru aku merasa takut.' Batin Liyan yang bercampur aduk perasaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments