Gabah Lanang masih terpuruk di dalam penjara bawah tanah. Tubuhnya semakin kurus dan melemah. Dan tidak ada satu pun usaha dari pasukannya yang setia untuk mencari keberadaannya, karena mereka sibuk berebut kekuasaan. Gabah Lanang menatap kosong ke langit-langit penjara itu.
“Kalau seperti ini terus, aku bisa gila. Aku harus berusaha. Aku harus berusaha.” Ucapnya dalam hati.
Saat dia mencoba bangun, semua tulang-tulang ditubuhnya terasa sakit. Seperti ada ribuan panah yang menancap ditubuhnya. Rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya sangat-sangatlah kuat. Rantai-rantai itu juga sudah dibacakan mantra agar Gabah Lanang tidak bisa menggunakan ilmu kanuragannya.
Dengan sisa-sisa tenaganya yang ada, dia berusaha berteriak meminta air, karena dia sudah sangat kehausan. Tapi yang diberikan para penjaga justru sebuah pukulan keras yang mendarat diwajahnya.
“Diam! Kamu adalah tikus! Tidak ada tikus yang berbicara bahasa manusia!” Ucap si penjaga.
Gabah Lanang hanya menggerutu. Ingin sekali dia menghajar penjaga yang sudah berani kurang ajar padanya itu. Ingin sekali dia menghantam wajah itu dengan tangannya sampai hancur. Tetapi semua itu hanya ada di dalam pikirannya. Dia tidak bisa melakukan hal itu. Jangankan memukul, berdiri saja dia tidak bisa.
“Kenapa?! Kau marah padaku?! Dasar tikus tidak tahu diri!” Ucap si penjaga sembari memukul wajah Gabah Lanang berkali-kali.
Gabah Lanang hanya bisa merintih dan pasrah dengan semua perlakuan si penjaga. Dia sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Suara rintihnya begitu lirih. Wajahnya sudah babak belur. Semua ilmu yang ia miliki seakan tidak berguna di tempat ini. Padahal benda setajam apa pun tidak bisa menembus tubuhnya.
Tapi sekarang, satu pukulan saja sudah cukup membuatnya kesakitan. Gabah Lanang benar-benar seperti dihantam batu yang ia lempar sendiri. Semua perlakuan di tempat ini lebih buruk dari pada perlakuannya kepada orang-orang yang ia siksa dan yang ia bunuh.
Setelah puas memukuli Gabah Lanang, si penjaga langsung pergi begitu saja.
Sekarang tempat ini kembali mencekam, lebih mencekam dari pada pukulan dan tendangan yang ia dapatkan. Karena setiap saat, Gabah Lanang akan mendengar suara teriakan dari orang-orang yang sama-sama menjadi penghuni penjara bawah tanah ini.
Sayangnya Gabah Lanang tidak bisa melihat dimana keberadaan mereka. Dia hanya bisa mendengar suaranya saja. Ada yang sepertinya berbicara sendiri. Ada yang dengan gilanya memakan dagingnya sendiri karena efek kelaparan yang menyakitkan.
Masih banyak lagi hal-hal mengerikan yang Gabah Lanang dengar di tempat ini. Sesekali dia juga melihat wajah orang-orang yang pernah menjadi korban kebengisannya dengan sangat jelas. Seakan mereka yang sudah mati bangkit kembali.
Padahal, semua itu hanya bagian dari pikirannya yang sudah mulai menggila. Penjara ini benar-benar sudah membuat Gabah Lanang menjadi gila. Gabah Lanang mulai berhalusinasi setiap kali dia melihat ke arah tembok penjara. Saat dia merasakan lapar, apa pun yang dia lihat ditembok penjara itu pasti terlihat seperti makanan lezat dan nikmat.
Dia juga membayangkan ada banyak wanita yang menemaninya di penjara ini. Sehingga tanpa sadar, Gabah Lanang mulai berbicara dengan isi kepalanya dirinya sendiri. Sekeras apa pun Gabah Lanang berusaha meyakinkan dirinya, kalau semuanya akan baik-baik saja, tetap saja semuanya berjalan diluar harapannya.
Tidak pernah ada sekali pun makanan atau minuman yang dikirimkan kepadanya. Padahal dia sudah sangat kelaparan dan kehausan. Disinilah Gabah Lanang mulai merasakan putus asa. Dia sempat mencoba untuk mengigit kakinya, tapi rasanya sangat sakit.
Dia benar-benar sudah kelaparan berat, dan ingin sekali memakan apa saja yang ada di depannya. Sekali pun itu adalah kedua kakinya sendiri. Gabah Lanang menangis kesal dan berusaha sekuat tenaga melepaskan rantai-rantai yang mengikatnya.
Tapi setiap kali dia sedang berusaha untuk meloloskan dirinya, pasti ada saja penjaga yang datang dan langsung menghajarnya. Bahkan malam hari sekali pun, ada saja penjaga yang datang kesana.
“Hey Bodoh! Aku sudah memperingatimu berkali-kali! Jangan pernah berusaha sedikit pun! Kamu adalah peliharaan kami di tempat ini! Paham?!” Bentak si penjaga sembari menyayat kaki Gabah Lanang.
Gabah Lanang berteriak kesakitan. Darah mengucur dari pahanya. Teriakannya yang serak itu membuat rasa haus ditenggorokannya semakin terasa. Dia menangis seperti anak kecil. Si penjaga yang melihat hal itu justru tertawa kegirangan.
Karena kesal dan tidak bisa melakukan perlawanan, Gabah Lanang dengan sengaja membenturkan kepalanya ke tembok penjara karena sudah putus asa. Dia berusaha membunuh dirinya sendiri. Dia sudah tidak tahan lagi dengan semua penyiksaan ini. Dia ingin sekali mati agar dia bisa bebas dari rasa sakit yang ia dapat di penjara ini.
Si penjaga semakin dibuat senang dengan hal itu. Karena Gabah Lanang tidak benar-benar ingin menghabisi dirinya sendiri. Dia hanya melampiaskan kekesalannya.
“Dasar anak bodoh!” Ucap si penjaga sembari tertawa terbahak-bahak.
“....Hey kemari semuanya! Lihat si bodoh ini!” Teriak si penjaga kepada teman-temannya.
Mereka semua tertawa melihat Gabah Lanang yang sedang menangis dan membentur-benturkan kepalanya. Dia benar-benar seperti anak kecil. Mereka semua meludahi Gabah Lanang dan mengejeknya dengan kata-kata kasar.
Gabah Lanang semakin menjadi. Sisa tenaganya yang tidak seberapa ia gunakan hanya untuk melampiaskan rasa kesalnya.
“Rasakanlah apa yang pernah kami rasakan! Dulu kamu memperlakukan kami seperti sampah! Sekarang kaulah sampahnya!” Ucap salah satu penjaga yang kemudian menendangnya.
Setiap dari mereka juga mengatakan hal yang sama. Keenam orang penjaga itu pun pergi dari sana. Meninggalkan Gabah Lanang yang masih menangis meratapi nasibnya. Dia diberikan begitu saja. Suara rintihannya tidak dipedulikan lagi. Dan perlahan mulai tenggelam dalam keheningan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments