Para pasukan Gabah Lanang yang mendapatkan pukulan keras dari prajurit musuh pun mulai kocar-kacir. Sudah banyak dari mereka yang mati, hingga sekarang tersisa sekitar seratus orang saja. Gabah Lanang pun langsung menyerang para prajurit musuh itu.
Dia mengayunkan pedangnya, dan menebas semua musuh-musuhnya. Banyak dari prajurit musuh yang pada akhirnya tumbang. Baik pasukan pemanah mau pun para pasukan yang menggunakan tombak. Dan hanya menyisakan para prajurit yang membawa pedang.
Saat para prajurit pedang itu mulai mundur, tiba-tiba segerombolan pasukan yang menggunakan tombak kembali menyerbu dirinya. Dia heran, karena pasukan yang membawa tombak itu adalah pasukan si kakek yang sudah mati.
Gabah Lanang mengira kalau masih ada orang lain yang memiliki kesaktian yang sama dengan si kakek. Tapi dia sama sekali tidak melihat orang yang menggunakan ilmu tersebut ada di sekitar sana. Gabah Lanang dibuat bingung untuk kesekian kalinya.
Jumlah pasukannya semakin menipis. Dari benteng dan menara istana itu, juga sudah ada puluhan orang yang sudah siap dengan panah api di tangan mereka. Mereka semua langsung mengarahkan panah-panah itu ke arah pasukan Gabah Lanang yang sekarang sudah tidak lagi menggunakan tameng, karena tameng mereka hancur saat menghadapi pasukan yang mengepung mereka sebelumnya.
Melihat pasukannya banyak yang tewas karena panah api itu, Gabah Lanang mulai panik. Apalagi saat dia melihat kalau kudanya juga ikut menjadi sasaran para pemanah itu.
Pasukannya sekarang sudah tidak bisa lagi ia andalkan. Beberapa dari mereka yang hidup pun sudah tidak lagi berguna karena mereka semua terluka parah.
Gabah Lanang sama sekali tidak menyangka kalau hal memalukan ini akan terjadi kepada dirinya. Ia fikir kerajaan kecil ini bisa ia hancurkan dengan mudah. Disinilah Gabah Lanang baru menyesal karena dia menolak untuk membawa senjata ketapel raksasa yang ada di Kerajaan Reksa Pati.
Gabah Lanang terlalu meremehkan musuh-musuhnya sehingga dia tidak menyiapkan segala kemungkinan yang akan ia hadapi. Andai kata dia membawa beberapa ketapel raksasa, mungkin saja senjata raksasa itu setidaknya bisa menghancurkan benteng istana kerajaan kecil ini.
Namun mau bagaimana pun, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menghadapi ratusan prajurit yang sudah siap menghadangnya. Dengan sisa tenaganya, Gabah Lanang dengan sigap dan cepat langsung menyerang para pasukan yang menyerang menggunakan tombak.
Dia berusaha dengan keras untuk bisa lolos dari kepungan mereka. Gabah Lanang dibuat kerepotan karena harus menghadapi musuh yang memegang tombak. Walau pun tombak-tombak itu tidak mampu melukai tubuhnya, tapi dengan jumlah mereka yang banyak, Gabah Lanang mulai merasa kelelahan.
Ditambah dengan sakit didadanya yang terasa semakin sakit. Itu membuat Gabah Lanang semakin melamban dan cepat kelelahan. Ingin sekali rasanya dia beristirahat sebentar saja. Namun keadaan yang memaksanya untuk tetap bertarung.
Gabah Lanang mencoba untuk kemampuan melompatnya kembali, tapi lututnya terasa sakit.
Dia juga berusaha mengeluarkan ilmu pukulannya, tapi dadanya akan menjadi sangat sakit jika dia melakukan hal itu, karena untuk mengeluarkan ilmu apa pun pastinya tetap akan berpengaruh kepada kekuatan fisiknya. Bisa-bisa dia malahan mati karena ilmunya sendiri.
Sang raja melihat hal itu sebagai pemandangan yang indah dan menyenangkan. Gabah Lanang yang terkenal dengan kehebatannya itu kini terlihat seperti seekor kelinci.
“Lihatlah Gusti Prabu, Gabah Lanang yang dulu terkenal dengan kesaktiannya, sekarang nasibnya sama seperti hewan buruan.” Ucap Sang Patih kepada rajanya.
“Benar Patihku. Dia tidak ada apa-apanya. Tapi aku tidak ingin Gabah Lanang mati begitu saja. Aku ingin dia merasakan bagaimana rasanya kehidupan di dalam penjara.”
“Tenang Gusti Prabu. Hamba bisa mengaturnya. Para prajurit sedang berusaha membuat Gabah Lanang kelelahan, setelah itu baru kita bisa menangkapnya.”
“Yah. Kamu awasi mereka Patih. Aku tidak mau buruanku lolos.” Perintah Sang Prabu.
“Akan hamba laksanakan Gusti Prabu.”
Sang raja pun pergi meninggalkan tempat itu. Dia pergi ke dalam istana untuk menikmati makanan dan minuman yang sudah disediakan untuknya. Dan disinilah hal yang amat sangat mengejutkan terjadi. Di ruangan itu sudah ada si kakek yang sebelumnya sudah dibunuh oleh Gabah Lanang. Ternyata dia masih hidup dan dalam keadaan yang baik-baik saja. Tidak ada luka, bahkan tidak ada sedikit pun noda dipakaiannya.
“Aku benar-benar kagum dengan kehebatanmu. Aku tidak menyangka, kalau kamu masih bisa selamat dari serangan pamungkas Gabah Lanang.” Ucap Sang Raja kepada si kakek.
“Hamba memang sengaja melakukannya Gusti Prabu. Agar Gabah Lanang mengira kalau hamba sudah mati. Pada saat yang tepat, hamba akan muncul kembali Gusti Prabu.”
“Ya. Tapi apa kamu yakin kalau pasukan kacangmu itu bisa bertahan melawan Gabah Lanang?”
“Tentu saja Gusti Prabu. Karena yang hamba gunakan adalah kacang merah yang sudah hamba tirakati selama tujuh tahun. Jadi kalau ada yang mati, maka mereka akan bangkit kembali.”
Sang Raja pun merasa senang dengan hal itu. Dia tidak perlu khawatir lagi dengan Gabah Lanang. Si kakek itu pun diberi kehormatan untuk duduk dan menikmati hidangan dengan Sang Raja. Mereka memperbincangkan segala hal. Tapi si kakek sama sekali tidak menyebutkan namanya.
Karena katanya, si kakek dilarang oleh gurunya untuk mengatakan namanya kepada siapa pun, sebagai hukuman atas kesalahan yang pernah ia lakukan di masa lalu.
Sang Raja pun menerima dengan baik keputusan si kakek karena itu adalah amanah dari gurunya. Yang terpenting bagi Sang Raja, si kakek mau menjadi abdi di istananya.
Dan yang lebih penting lagi, si kakek bisa berguna untuk dirinya dan juga kerajaannya. Tanpa si kakek, mungkin Sang Raja sudah mati ditangan Gabah Lanang yang memiliki kesaktian lebih tinggi dari Sang Raja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments
batik mida
wkwkwkkk
2023-06-22
1