“Untuk semua orang yang sudah berkorban. Untuk saudara-saudara kita yang telah gugur. Untuk semua orang yang ada disini. Untuk semuanya yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. Sebelumnya aku meminta maaf kepada kalian semua, karena perang ini, kalian turut merasakan penderitaan yang seharunya dirasakan olehku saja.”
“......Namun saudara-saudaraku, aku tetap berterima kasih kepada kalian yang selama ini dengan setia mendukungku. Dan aku meminta kalian semua juga menyampaikan terima kasihku kepada para pasukan kita yang tidak berada di ruangan ini. Semoga impian-impian kita bisa kita capai. Kedamaian dan ketentraman semoga bisa kita wujudkan.” Ucap Prabu Sura Kalana kepada semua abdinya yang saat itu sedang mengadakan pesta makan malam di istana.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Prabu Sura Kalana mempersilahkan para abdi kerajaan untuk menikmati makanan dan minuman yang telah disediakan. Mereka semua begitu tenang menikmati semua hidangan di meja. Begitu juga dengan para prajurit di luar ruangan yang baru saja kembali dari medan pertempuran.
Mereka semua masih bersedih atas kehilangan sahabat-sahabat seperjuangan mereka. Tetapi hari-hari tetap harus mereka jalani. Mereka semua sama-sama sedang berjuang demi kedamaian yang mereka semua impikan bersama.
Maha Patih Kumbandha dengan si pemuda beserta para pimpinan pasukan menikmati hidangan sembari berbincang. Ternyata si pemuda yang berhadapan dengan Maha Patih Kinjiri itu adalah seorang pendekar sakti yang dikenal dengan nama Rogo Geni.
Rogo Geni adalah murid seperguruan dengan Maha Patih Kumbandha. Dan Maha Patih Kumbandha-lah yang selama ini sudah menjadi keluarga dari Rogo Geni karena dia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi.
“Dimas Rogo Geni, aku tidak menyangka kalau Maha Patih Kinjiri masih ingat denganmu.” Ucap Maha Patih Kumbandha.
“Benar kangmas. Aku pikir dia sudah lupa. Tapi ternyata dia masih ingat denganku. Aku melihat dengan jelas penyesalan dari wajahnya. Dia benar-benar menyesali peristiwa itu.”
“Tapi dimas, kamu tidak boleh melemah. Saat ini Maha Patih Kinjiri masih mendukung Prabu Ditya Kalana. Itu artinya dia masih menjadi musuhmu, musuh kita semua. Aku tidak mengajarimu untuk menjadi orang yang pendendam, tapi musuh tetaplah musuh. Kecuali dia berpihak kepada Prabu Sura Kalana. Barulah kamu patut memberinya maaf.”
“Iya kangmas. Aku pun sebenarnya sudah memaafkannya sedari dulu. Aku tahu dia melakukan semua itu karena terpaksa. Aku tidak akan pernah lupa dengan apa yang diajarkan oleh Maha Guru. Terutama pesan terakhir romo kepadaku. Dia tidak akan suka jika melihatku hidup sebagai seorang pendendam.”
“Nah! Benar begitu dimas. Ingat selalu apa yang diajarkan oleh Sang Maha Guru kepada kita. Kita memang harus kejam kepada musuh. Tapi kita adalah manusia, bukan hewan. Jika musuh kita sudah menyadari kesalahannya, dan berubah menjadi orang yang lebih baik, maka dia bukan lagi musuh kita. Dia sahabat kita, yang harus kita bimbing.”
“Iya kangmas.”
Kerajaan ini sebenarnya dipenuhi oleh orang-orang baik. Disini bisa diketahui siapa yang jahat dan siapa yang baik. Begitu pula dengan kejadian pembunuhan Prabu Jaya Digdaya, adalah peristiwa yang sebenarnya belum bisa dibuktikan kebenaran tentang siapa pelaku sesungguhnya.
Pada saat itu, Prabu Sura Kalana yang belum menjadi raja memang iri kepada adiknya, Ditya Kalana. Namun bukan berarti Prabu Sura Kalana adalah anak yang bandel. Dia justru anak yang dikenal memiliki perilaku lumrah, tidak seperti adiknya yaitu Ditya Kalana.
Yang menjadi kecurigaan setiap orang adalah, saat itu pembunuhan dilakukan saat Prabu Jaya Digdaya mengalami sakit yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Dan yang paling tahu kelemahan Prabu Jaya Digdaya adalah Gabah Lanang, adik kandungnya. Yang waktu itu menjabat sebagai Maha Patih.
Namun sebuah bukti yang kemudian mengarah ke Sura Kalana adalah karena ada tombak kecil yang menancap didada Prabu Jaya Digdaya. Sedangkan tombak kecil itu adalah tombak kesayangan Sura Kalana yang biasa gunakan untuk berlatih ilmu kanuragan.
Entah kenapa tombak itu bisa ada disana.
Sampai akhirnya hakim istana menjatuhkan hukuman berat kepada Sura Kalana, yaitu dikurung dalam penjara bawah tanah dengan tempat yang amat sangat sempit, kotor, dan siapa pun yang masuk ke penjara itu tidak bisa keluar dengan keadaan hidup.
Namun, Prabu Sura Kalana yang kala itu masih sangat muda diselamatkan oleh seorang pendekar bertopeng, yang tidak lain adalah Sang Maha Guru sendiri. Sang Maha Guru sebenarnya sudah tahu kalau akan ada pengkhianatan diantara orang-orang istana.
Namun Prabu Jaya Digdaya selalu menganggap remeh hal tersebut setiap kali Sang Mah Guru mengingatkannya.
Sang Maha Guru tahu siapa yang membunuh Prabu Jaya Digdaya. Namun Sang Maha Guru tetap merahasiakannya sampai saat ini. Karena sekali pun dia memberitahukannya kepada semua orang, tetap saja orang-orang tidak akan percaya.
Sang Maha Guru tidak memiliki bukti kuat untuk membela Sura Kalana. Sehingga dia memilih untuk diam. Tetapi, kebenaran tetaplah kebenaran. Semua orang yang berpihak kepada Sura Kalana sudah bisa menebak dengan baik siapa dalang dibalik pembunuh itu. Siapa lagi kalau bukan Gabah Lanang, adik kandung sang raja sendiri.
Gabah Lanang sebenarnya tidak pernah suka terhadap kakaknya. Dia selalu berusaha menjatuhkan kakaknya dari tahta dengan menggunakan tangan orang lain. Karena Gabah Lanang tidak akan pernah bisa menjadi seorang raja, maka dia menggunakan keponakannya sendiri untuk menjalankan semua ambisinya.
Tidak masalah siapa yang menjadi seorang raja, selama pemikirannya yang digunakan, maka baginya tidak akan menjadi masalah. Karena itulah dia sangat mendukung Prabu Ditya Kalana saat akan diangkat menjadi seorang raja dan merubah nama Kerajaan Reksa Digdaya menjadi Kerajaan Reksa Pati.
Yang memberikan nama Kerajaan Reksa Pati adalah Gabah Lanang. Yang diam-diam mendeklarasikan perang ini pun adalah Gabah Lanang, lewat tangan keponakannya, Ditya Kalana. Ditya Kalana terus menerus diprovokasi oleh Gabah Lanang agar menyatakan perang kepada Sura Kalana, kakaknya sendiri.
Setelah itu, dia bisa memiliki setidaknya sebagian besar kekuasaan Kerajaan Batih Reksa jika Kerajaan Batih Reksa bisa ditaklukkan. Atau mungkin, bisa saja dia juga akan membunuh Prabu Ditya Kalana agar dia bisa menduduki tahta sepenuhnya.
Banyak orang yang berpihak kepada Gabah Lanang. Dia juga memiliki pasukannya sendiri di Kerajaan Reksa Pati. Bahkan sebagian besar orang lebih setuju kalau Gabah Lanang-lah yang menjadi raja, dari pada Prabu Ditya Kalana. Karena Prabu Ditya Kalana dianggap sebagai raja yang bodoh dan tidak memiliki aura kuat untuk menjadi seorang raja.
Tubuhnya pendek dan wajahnya tidak segarang Gabah Lanang, atau pun kakaknya, Prabu Sura Kalana. Wajah Prabu Ditya Kalana benar-benar tidak mendukung untuk menjadi seorang raja. Bahkan diam-diam Prabu Ditya Kalana dibenci oleh pasukannya sendiri.
Sebuah kenyataan menyakitkan yang tidak pernah Prabu Ditya Kalana sadari. Dia hanya peduli kepada kedudukannya sebagai seorang raja. Padahal, dia hanya dijadikan boneka oleh pamannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments