Prabu Ditya Kalana sudah mulai kewalahan menghadapi para musuh-musuhnya. Mereka adalah para pimpinan pasukan yang menyerangnya secara bersamaan. Prabu Ditya Kalana benar-benar sudah sangat kelelahan.
Tenaganya hampir habis. Tubuhnya mulai lemas. Kepalanya mulai pusing. Dadanya terasa sakit. Begitu juga dengan para pimpinan pasukan musuh yang masih terus berusaha bangkit kembali untuk menghadapi Prabu Ditya Kalana.
Mereka menggunakan berbagai macam senjata. Dan jumlah mereka lebih dari dua puluh orang.
“Masih beruntung kau Ditya Kalana! Kalau Prabu Sura Kalana yang turun tangan langsung, kamu pasti sudah mati!” Ucap salah satu dari mereka.
Prabu Ditya Kalana hanya tertawa mendengar ucapan orang itu. Dalam keadaan yang sudah hampir kalah pun, dia masih menganggap remeh musuh-musuhnya.
“Hey! Ditya Kalana! Menyerah sajalah. Kamu pasti mati disini. Kalau kamu menyerahkan dirimu, mungkin raja kami masih bisa berbelas kasih.”
“Perse-tan kalian! Kalian semua memang bo-doh! Sura Kalana hanya mempermainkan kalian! Kalau dia memang seorang raja, seharusnya dia ada disini bersama dengan kalian!”
Prabu Ditya Kalana berusaha mempengaruhi mereka. Dia berusaha mengulur waktu agar dia bisa beristirahat lebih lama, sekaligus dia juga ingin memberikan penawaran kepada mereka untuk bergabung dengannya, dan membelot kepada Prabu Sura Kalana.
Namun mereka bukanlah ciri khas orang yang mau berkhianat. Mereka semua sudah bersumpah setia kepada raja besar mereka, Prabu Sura Kalana untuk setia sampai akhir hayatnya. Musuh Prabu Sura Kalan adalah musuh mereka juga.
“Musuh Prabu Sura Kalana, adalah musuh kami juga. Kami tidak peduli seberapa besar penawaran yang kau berikan, Ditya. Prabu Sura Kalana memberikanmu dua pilihan, mati di tempat ini, atau membusuk di penjara!”
Mereka langsung menyerang kembali Prabu Ditya Kalana. Karena masih kelelahan, akhirnya Prabu Sura Kalana pun terlempar dari tempat itu. Mereka semua menggunakan ilmu pukulan yang mereka miliki. Dengan bergabungnya semua ilmu dengan jenis yang sama, tubuh Prabu Ditya Kalana tidak menahannya.
Dia seketika merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Dia kesulitan bernafas. Dia banyak sekali mengeluarkan darah. Tubuhnya langsung membiru akibat serangan itu. Mereka yang melakukan serangan itu tertawa dengan bangga karena seorang raja yang terkenal sakti mandraguna ternyata tidak ada apa-apanya ditangan mereka.
Prabu Ditya Kalana hanya bisa merintih kesakitan. Dengan lirih dia memanggil Maha Patih Kinjiri yang masih tertunduk lesu di hadapan si pemuda. Dia tidak mendengar rintihan kesakitan dari rajanya. Dia masih menangisi nasibnya yang entah akan seperti apa.
Kemudian si pemuda itu juga berlutut di depannya dan menatap tajam kepadanya.
“Prabu Sura Kalana masih memberikan kesempatan kepada kalian. Selamatkan rajamu yang sedang sekarat itu. Kita akan bertemu kembali saat kalian sudah benar-benar siap di pertarungan yang sebenarnya. Ini belum selesai Maha Patih, semuanya baru saja dimulai.” Ucap si pemuda dengan berlalu dari tempat itu.
Si pemuda menarik seluruh pasukannya. Membiarkan Prabu Ditya Kalana dan pasukannya tetap disana. Seketika medan perang menjadi sangat hening. Tempat itu hanya dipenuhi dengan mayat yang bergelimpangan dari pasukan Prabu Ditya Kalana, karena pasukan yang berada dibawah pimpinan di pemuda yang masih hidup mengambil semua mayat teman-teman mereka yang telah gugur.
Prabu Ditya Kalana masih tergeletak di tanah. Perlahan dia berusaha menggerakkan tubuhnya yang sudah mulai menghitam karena efek ilmu pukulan itu. Dia melihat sekelilingnya yang dipenuhi dengan mayat dari para pasukannya. Ada sebagian pasukan yang masih hidup, mereka mencari-cari keberadaan Prabu Ditya Kalana.
Mereka sudah tidak peduli lagi dengan pasukan yang juga sedang memunguti mayat teman-teman mereka, karena mereka sama sekali tidak menginginkan perang ini. Mereka sama-sama sudah kelelahan. Kalau pun mereka ingin saling menyerang, gunanya apa? Mereka sama-sama sudah tidak mendapatkan perintah apa pun.
Mereka hanya saling menatap satu sama lain. Mereka fokus dengan urusan mereka masing-masing. Maha Patih Kinjiri berjalan perlahan dari tempat itu, dia juga mencari keberadaan Prabu Ditya Kalana. Dia kesulitan mencari Prabu Ditya Kalana karena suasana di tempat ini benar-benar sudah tidak karuan.
Kepulan asap hitam menutupi hampir seluruh langit di tempat ini. Mayat bergelimpangan di semua tempat. Maha Patih Kinjiri dibuat bingung karena keadaan tersebut. Dia memanggil-manggil Prabu Ditya Kalana.
Namun Prabu Ditya Kalana hanya bisa merintih.
Hari terlihat mulai gelap. Maha Patih Kinjiri terus mencari dan mencari dimana keberadaan Prabu Ditya Kalana. Dia bersama pasukannya yang tersisa mulai mengumpulkan satu persatu dari sekian banyak mayat pasukan dari pihak mereka yang ada.
Hingga hari pun benar-benar sudah malam, dan semua pasukan musuh sudah pergi meninggalkan tempat itu yang juga membawa mayat teman-teman seperjuangan mereka. Tapi, Prabu Ditya Kalana masih belum ditemukan.
“Kalian semua kembali ke istana, katakan apa yang terjadi di tempat ini kepada para Patih yang ada disana. Dan bilang pada mereka untuk tidak meninggalkan istana tanpa perintah dariku.” Ucap Maha Patih Kinjiri kepada para pasukannya.
“Lalu bagaimana dengan Maha Patih sendiri?”
“Aku akan tetap mencari keberadaan Prabu Ditya Kalana. Kalian lakukan saja apa yang aku perintahkan.”
“Baik Maha Patih.”
Para prajurit yang masih tersisa itu pun kembali dengan mayat teman-teman mereka dan juga yang terluka. Mereka pulang dengan tangan hampa. Mereka pulang dengan kekalahan telak. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau semua ini bisa terjadi.
Padahal, mereka selalu menang di pertempuran-pertempuran kecil dan beberapa pertempuran besar sebelumnya. Tapi sekarang, entah apa yang membuat mereka kalah sampai seperti ini. Banyak sekali yang mati. Bahkan para pimpinan pasukan juga banyak yang tidak bisa diselamatkan.
Maha Patih Kinjiri mulai menyusuri setiap jengkal dari tempat itu. Dia memaksakan tubuhnya yang sudah lelah. Biar bagaimana pun, Prabu Ditya Kalana adalah seorang raja. Akan menjadi aib yang sangat memalukan kalau sampai Maha Patih Kinjiri tidak menemukannya.
Namun yang menjadi kekhawatiran Maha Patih Kinjiri adalah, kalau sampai Prabu Ditya Kalana mati. Kalau Prabu Ditya Kalana mati, pasti akan banyak sekali kerajaan yang berdatangan untuk menduduki singgasana kekuasaan. Dan akan ada perang yang jauh lebih besar lagi dari pada pertempuran yang ia alami hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments