Maha Patih Kumbandha mengutus Rogo Geni untuk menjadi mata-mata, karena orang seperti dia akan lebih terjamin untuk masuk ke wilayah yang berbahaya. Sedangkan mata-mata yang lain, disebarkan ke daerah-daerah yang tidak terlalu sulit.
Orang seperti Rogo Geni bisa mengantisipasi segala hal kalau sampai ketahuan. Karena rumor mengenai pembunuhan setiap mata-mata yang dikirimkan ke wilayah Kerajaan Wiyagra Malela adalah rumor yang sudah terbukti kebenarannya.
Banyak kerajaan yang mengirimkan mata-mata ke wilayah Kerajaan Wiyagra Malela, tapi tidak pernah kembali. Kalau pun kembali, pasti sudah kembali dalam keadaan mati. Prabu Jabang Wiyagra benar-benar mengatur pemerintahannya dengan sangat baik.
Hanya di Kerajaan Wiyagra Malela yang bisa dibilang kerajaan yang paling bersih. Karena para prajurit dan pejabat istana sangat sulit dipengaruhi dan enggan untuk menerima sogokan. Sanksi berat akan jatuh kepada mereka yang melakukan pengkhianatan.
Hal itu membuat semua orang yang berniat tidak baik akan berfikir ribuan kali untuk melakukannya. Penjara untuk pelaku kejahatan ringan saja bisa membuat para pelakunya menjadi gila. Apalagi untuk kejahatan tingkat berat. Sudah pasti nyawa mereka akan lenyap.
Di lain tempat, Gabah Lanang yang sudah berada di dalam sebuah penjara bawah tanah sedang disiksa oleh para pendekar yang ada disana. Dia dipukul, ditendang, diludahi, bahkan dikencingi. Keadaan Gabah Lanang sudah sangat memperihatinkan. Tubuhnya kotor dan bau busuk.
Jubah kesayangannya sudah compang-camping dan robek disana-sini. Baju itu lebih mirip seperti baju pengemis. Dan kalau dibandingkan, gelandangan jauh lebih baik nasibnya dari pada Gabah Lanang. Gabah Lanang tidak bisa melawan karena sudah tidak memiliki cukup tenaga.
Kemudian Si Kakek mendatangi Gabah Lanang dengan wajah yang begitu senang melihat si Gabah Lanang sudah dalam keadaan tidak berdaya.
“Kalian pergilah. Biar aku yang urus baji-ngan ini.” Perintah SI Kakek kepada para pendekar itu.
“Baik guru.”
Ternyata para pendekar itu adalah murid dari Si Kakek. Mereka mendapatkan tugas untuk menjaga Gabah Lanang dan juga penjara bawah tanah ini. Si Kakek seperti memiliki dendam kepada Gabah Lanang. Dia menatap Gabah Lanang dengan penuh kemarahan dan kebencian.
Gabah Lanang hanya bisa menatap Si Kakek dengan pandangan mata yang sayu, karena tubuhnya sudah sangat lemah dan tidak berdaya. Dia hanya bisa terduduk diam saat Si Kakek memukuli dan menendanginya. Tangan dan kakinya yang diikat dengan rantai menjadi penghalangnya untuk bergerak.
“Bagaimana rasanya menjadi tidak berdaya Gabah Lanang? Kamu tentunya tidak pernah merasakan itu bukan?” Ucap Si Kakek dengan pandangan mata yang tajam.
Gabah Lanang benar-benar sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menatap Si Kakek dengan pandangan penuh pertanyaan.
Dia bertanya-bertanya, siapa sebenarnya Si Kakek tua ini?
Kenapa dia begitu kejam menyiksanya dan tidak membiarkannya mati saja?
“Kamu tidak pernah melihatku Gabah Lanang. Tapi aku yakin, kamu masih ingat wajah orang-orang yang sudah kamu bunuh. Kamu benar-benar kuat dan tidak bisa dikalahkan. Semua orang takut padamu. Tidak ada satu pun yang berani melawanmu kala itu.”
“.....Tapi itu dulu Gabah Lanang. Itu dulu. Sekarang kamu hanyalah makhluk lemah yang tidak berguna. Kamu bahkan lebih menyedihkan dari pada orang-orang yang pernah menjadi korbanmu. Kamu bahkan lebih rendah dari pada kotoranmu sendiri.”
Dari ucapan Si Kakek, bisa dipastikan kalau dia memang menyimpan dendam kepada Gabah Lanang. Matanya menatap tajam ke arah Gabah Lanang. Matanya mulai berkaca-kaca. Kemudian dia kembali melanjutkan semua ceritanya kepada Gabah Lanang yang hanya bisa terduduk terdiam mendengarkan cerita tersebut.
Gabah Lanang benar-benar tidak menyangka kalau para korbannya akan menuntut balas atas kekejaman yang sudah pernah ia lakukan. Padahal Gabah Lanang selalu membersihkan semuanya. Dia selalu teliti dengan setiap hal.
Hanya kali ini saja dia bisa lengah, karena dia selalu menganggap musuhnya lemah. Dan sekarang, dia berakhir di penjara bawah tanah. Walau pun tempat ini luas, tapi penjara tetaplah penjara. Senyaman apa pun sebuah penjara, penjara bukanlah tempat terbaik untuk ditinggali.
“Putriku kala itu masih kecil. Dia bahkan tidak pernah tahu kalau negaranya sedang berperang. Dia sama sekali tidak pernah tahu hal itu. Dia menganggap semuanya baik-baik saja. Aku begitu menyayanginya. Dia anak yang sangat baik penurut. Dia tidak pernah membenci siapa pun, sekali pun banyak orang yang membencinya.” Ucap Si Kakek.
“.....Seharusnya hari ini dia masih hidup dan tumbuh besar seperti anak-anak lainnya. Selama hidupnya dia tidak pernah suka kalau melihatku berlatih ilmu kanuragan. Dia tidak suka kekerasan. Dia ingin semuanya damai, tentram, dan tanpa permusuhan.”
“.....Tapi suatu hari, datanglah seorang baji-ngan yang mengaku dirinya adalah seorang pahlawan. Dia menghancurkan semuanya. Desa tempat tinggalku dibakar habis bersama dengan putriku satu-satunya. Saat itu aku tidak ada di rumah, karena aku masih sibuk berlatih di padepokan milik guruku.”
Gabah Lanang mencoba membuka mulutnya untuk berbicara. Dengan suara lirih, dia berusaha mengatakan semua yang ia tahu tentang Si Kakek. Karena dulu, dia pernah mendengar ada seorang pendekar sakti yang tidak pernah kalah. Waktu itu Gabah Lanang ingin menemui Si Pendekar.
Sayangnya, Si Pendekar itu tidak ada disana. Dia akhirnya marah, dan membunuh semua warga desa. Membakar rumah-rumah dan juga ternak mereka. Tak hanya itu, Gabah Lanang bersama pasukannya juga memperkosa para gadis. Bahkan anak-anak dibawah umur.
Perbuatan keji itu ia jadikan pelampiasan karena dia gagal mendapatkan apa yang ia inginkan. Dia pergi dari desa ke desa untuk mencari keberadaan Si Pendekar. Namun dia tidak pernah menemukan keberadaannya. Dan Si Pendekar yang dimaksud adalah Si Kakek, yang sekarang ada dihadapannya.
“Kamu? Apa kamu pendekar yang dijuluki Si Cakar Merah?” Tanya Gabah Lanang pada Si Kakek.
“Ya! Akulah Mangku Cendrasih. Pendekar yang dijuluki Si Cakar Merah. Akulah ayah dari salah satu anak perempuan yang kamu perkosa dan kamu bunuh bersama dengan para prajuritmu! Sekarang aku menuntut pertanggung jawabanmu Gabah Lanang!”
Gabah Lanang pun ketakutan dan panik. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Si Kakek Tua yang mengalahkannya adalah Mangku Cendrasih, yang dijuluki Si Cakar Merah. Dulu Gabah Lanang menganggap remeh pendekar itu, karena menurutnya Mangku Cendrasih hanyalah pendekar biasa seperti para pendekar yang lainnya.
Tapi melihat fakta yang ada dihadapannya, Gabah Lanang tidak bisa membantah, kalau Mangku Cendrasih adalah seorang pendekar yang sakti mandraguna. Dan tentunya lebih sakti dari dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 361 Episodes
Comments