Arum masih memandangi wajah bermasker milik Galih dengan khidmad. Menebak-nebak bagaimana rupa lelaki itu jika tanpa masker. Dia yakin pasti Galih adalah salah satu dari deretan lelaki tampan berdasarkan kriterianya.
"Rum, aku juga tidak mungkin harus terus-menerus menutupi ini. Maksudku sampai kapan." ucapan Galih sempat menghamburkan imajinasi Arum tentangnya. Tapi justru gadis itu terkekeh sedikit geli sampai perutnya terasa keram.
"Lagipula Arum ini bukan pasien dengan penyakit menular, jadi kenapa Kak Galih harus pakai masker." candanya. Dari sinilah bisa dilihat jika sebenarnya Arum adalah gadis yang ceria. Keceriaan itu hanya sempat terampas dan semoga suatu hari nanti Galih dapat mengembalikannya.
"Bukan seperti itu, Rum. Tapi ini berkaitan dengan apa yang terjadi pada kehidupanmu." Galih duduk mendekat. Suasana di kamar itu tiba-tiba berubah menjadi sedikit kaku karena obrolan mereka mengarah ke sesuatu yang cukup serius.
Mendengar semua itu, Arum terhenyak. Senyumnya tiba-tiba memudar. Ditatapnya Galih dengan tatapan polos tapi serius.
"Apa maksud Kak Galih?" tanyanya kemudian.
"Rum, tolong jangan membenciku setelah ini. Demi Tuhan aku selalu berusaha menebus apapun." tiba-tiba mata Galih berubah menjadi berkaca-kaca setelah mengatakan hal ini. Hal ini seakan menunjukkan penyesalan sekaligus ketulusan yang dimiliki pria tersebut.
Arum mengangguk walaupun sebenarnya perasaannya seakan dicengkeram sesuatu yang dia sendiri tidak tahu dan mengerti tentang itu.
Galih nampak mengambil napas panjang sebelum tangannya berusaha melepas tali masker yang terkait pada daun telinganya. Matanya yang mengedip menurunkan bulir-bulir hujan di wajahnya. Sedangkan Arum terpaku, tidak merubah posisi, bahkan sepertinya tidak berkedip. Ketika masker Galih sudah sepenuhnya tersingkir, kemudian lelaki itu mendongak menatap Arum, gadis itu seperti sedang tersambar petir. Dia pikir dirinya sudah lupa dengan wajah pelaku pemerkosaan yang telah merenggut banyak hal dari kehidupannya hari itu. Tapi ternyata Arum tidak lupa. Terlebih bibir ranum Galih yang hari itu memaksa memagutnya berulang kali. Arum mengambil jeda sebelum air matanya ikut luruh. Memori pahit itu berputar-putar bagai bianglala di atas kepalanya.
"Arum, aku benar-benar minta maaf." Galih tak bisa lagi menahan tangisnya. Lelaki itu tertunduk sesenggukan. Sama halnya dengan Arum, air matanya seperti mata air yang tak bisa berhenti, tak akan pernah kering.
"Rum seluruh dugaanmu benar, saat itu aku sedang mabuk, aku benar-benar diluar kesadaran saat aku merampas semuanya. Tolong maafkan aku, Rum." Galih memohon dalam suaranya yang parau, tapi tangannya sama sekali tidak berani untuk menyentuh Arum.
Gadis itu belum sanggup mengatakan apa-apa. Jiwanya sedang berkecamuk dan berusaha berdamai dengan kenyataan. Galih, lelaki yang selama ini tiba-tiba datang dan memberikan banyak pertolongan, ternyata adalah pelaku yang telah menghancurkan kehidupannya. Walaupun sebenarnya sudah sejak lama Arum berupaya untuk mengikhlaskan semua ini, tapi keterkejutannya adalah tentang Galih. Jujur dalam hati Arum, dia mengangumi sosok Galih, tapi sebelum seluruh hal terbuka seperti ini.
"Rum, apa kamu butuh waktu untuk sendiri di sini?" Galih menyeka air matanya dengan kasar.
Arum menggeleng, dia turut serta mengusap air mata di wajahnya dengan gerakan perlahan.
"Arum sudah bilang, Kak. Arum ikhlas. Semua yang terjadi adalah takdir yang sudah dituliskan untuk Arum." nyalinya untuk menatap wajah Galih sudah benar-benar surut. Dia menunduk, sembari memainkan ujung kemejanya hanya untuk mengalihkan rasa sakit.
"Tapi Arum, apapun yang sudah dan akan terjadi, aku berjanji akan menebus dan bertanggung jawab untuk itu." Galih berusaha meyakinkan Arum. Dia mencari-cari sorot mata gadis itu untuk didapat.
"Tidak perlu, Kak Galih. Arum sudah tidak punya apa-apa. Masa depan Kak Galih itu bagus. Jangan melibatkan Arum." Gadis itu pelan-pelan mengangkat kepalanya hanya untuk menunjukkan kepada Galih jika dia baik-baik saja dan sudah menerima semuanya.
Tapi bagi Galih, tanggung jawab adalah tanggung jawab. Kalau Arum kehilangan masa depan, dia juga seharusnya kehilangan miliknya. Dan menurut Galih, masih ada satu jalan lain untuk menyelematkan masa depan mereka, yaitu menjalani seluruh hal setelah ini bersama-sama. Memulai lagi. Saling menguatkan satu sama lain.
"Aku akan menikahimu setelah aku menyelesaikan pendidikanku di Jerman. Tidak sampai dua tahun lagi." Galih memberanikan diri untuk menggenggam tangan Arum. Tidak ada penolakan.
"Tapi Arum tidak akan pernah bisa memberikan Kak Galih keturunan."
"Persetan tentang itu, aku akan mengurus pendidikanmu, Rum. Aku akan mengembalikan semuanya. Tapi mungkin hanya satu hal yang tidak bisa aku kembalikan." nada bicara Galih terdengar begitu menyedihkan dan putus asa.
"Apa?" Arum melemparkan pertanyaan singkat ini.
"Keluargamu .." jawab Galih sekenanya.
Arum terlihat sedang menarik napas panjang dua kali. Kedua matanya masih basah. Tapi dia tidak bisa lagi menangis untuk keluarganya. Dia tidak punya keluarga lagi setelah hari itu. Keluarga batunya adalah keluarga di panti asuhan.
"Arum juga tidak menginginkan mereka lagi, Kak." jawaban Arum jelas membuat Galih kaget, namun kemudian lelaki itu mencoba memahami. Dia tidak pernah tahu rasa sakit seperti apa yang tumbuh di hati Arum.
"Rum, sekali lagi aku minta maaf. Tapi tolong ijinkan aku untuk tetap menebus seluruh kesalahanku." pinta Galih, menggenggam tangan Arum semakin erat.
Arum hanya bisa mengangguk, sembari memberikan senyuman tipis. Pertanda setuju. Pertanda mengiyakan.
-
-
-
Heyhoooo!!!
I'm here again😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Khairunnisa Hassan
sedih banget lihat keadaan Arum
2024-11-23
0
aria
mampirrr
2024-08-02
0