Kerusakan yang parah akibat abnormal bleeding yang dialami Arum menyebabkan gadis itu terpaksa harus melakukan operasi tindakan pengangkatan rahim atau yang lebih dikenal dengan istilah medis histerektomi. Lenyap lagi sudah sesuatu yang mempengaruhi masa depan kehidupannya.
"Jika tidak dilakukan operasi pengangkatan rahim, apa resikonya, Dok?" Walaupun dokter sudah mengatakan jika tidak ada jalan keluar lain, tapi Galih tetap berusaha mencari sekecil apapun celah agar rahim Arum tetap bisa diselamatkan.
"Singkatnya adalah infeksi serius yang kemungkinan dapat menyebar ke area lain. Resiko tumor dan kanker juga berpeluang untuk timbul."
Galih menghela napas beratnya berulang kali. Runyam sekali kehidupan gadis itu. Bagaimanapun dia seorang perempuan. Pasti dalam benaknya punya mimpi untuk memiliki anak-anak yang terlahir dari rahimnya sendiri.
Setelah ke luar dari ruangan dokter, Galih menyampaikan ini kepada Amir dan meminta tolong lelaki itu untuk menghubungi dan mengabarkan informasi ini kepada Eyang. Sedangkan dirinya ingin berkunjung ke ruangan Arum. Menurutnya, gadis itu perlu tahu menahu tentang tindakan yang akan dilakukan ini. Harus juga dengan persetujuannya.
Galih membenarkan masker dan letak kacamatanya sebelum dengan cemas memasuki ruangan Arum. Ketika masuk, dia mendapati Arum terbaring lemah sambil pandangannya mengelilingi atap kamar. Beberapa selang masih terpasang di tubuhnya.
"Hey, Arum." sapanya mendekat. Arum sedikit terkejut, tapi kemudian dia membalasnya dengan senyuman.
"Kamu masih ingat kan sama aku?" senyum Arum menular, walaupun milik Galih terhalang masker, namun bisa terbaca melalui kedua matanya.
Arum mengangguk, sepertinya dia belum terlalu bertenaga untuk diajak berbicara. Tapi bagi Galih isyarat tubuh yang diberikan Arum sebagai respon sudah sangat membantu dan berharga baginya.
"Rum, maaf sekali karena aku harus mengatakan tentang hal ini. Tapi bagaimanapun kamu berhak untuk terlibat dalam keputusan ini."
Arum menatap Galih dengan seksama, dadanya berdebar-debar. Penasaran sekaligus takut dengan apa yang akan disampaikan oleh lelaki itu.
Pelan-pelan namun tanpa berbasa-basi, Galih menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana resikonya jika tidak dilakukan, serta menyampaikan simpatinya melalui beberapa kalimat kepada gadis itu. Beberapa kali ketika menyadari Arum menangis, Galih menghentikan, mengambil jeda untuk penjelasannya dan berusaha memberikan Arum ketenangan.
"Rum, untuk saat ini jangan mengkhawatirkan tentang masa depanmu. Ada aku, Rum." Galih sudah tidak sanggup lagi mengendalikan perkataannya.
"Arum hanya melanjutkan hidup, Kak." ucapnya sendu, penuh keputusasaan.
Tapi kalimat itu seakan seperti pisau tajam yang berhasil menembus hati Galih. Rasanya sakit sekali melihat Arum seperti ini.
"Apa aku boleh memelukmu?" tanya Galih yang air matanya sudah nyaris luruh.
Arum mengangguk, dengan refleks Galih membungkukkan badan dan melayangkan pelukan paling hangat untuk Arum. Gadis itu sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak ketidaksadarannya menodai kesucian itu. Tidak ada apa-apa lagi yang bisa membantah tentang ini. Tidak juga kedua orangtuanya. Galih bukanlah lelaki yang buta terhadap wanita. Di perjalanan hidupnya, dia sudah pernah memiliki beberapa pasangan. Namun beberapa tahun terakhir, dia sibuk dengan kesendiriannya, sebelum tragedi antara dirinya dan Arum terjadi.
"Kita hadapi ini sama-sama ya, Rum. Besok tindakannya akan dilakukan. Sekarang, kamu istirahat dulu ya." Galih melepas pelukannya. Melepas kacamatanya juga karena berembun oleh air matanya.
"Terimakasih, Kak." jawab Arum parau.
...•••...
Tindakan operasi pengangkatan rahim dilakukan di pagi hari, memakan waktu beberapa jam. Galih harus berjaga sendirian karena Amir harus pulang. Anaknya dan istrinya sakit. Tapi hal ini bukan menjadi masalah bagi Galih. Dia tidak peduli harus berjaga sendirian atau bahkan sekalipun tidak pulang. Asalkan hal itu dilakukan untuk kebaikan Arum.
Kini Galih berada di ruangan Arum. Menanti gadis itu pulih dari biusnya. Dokter mengatakan ini akan sakit. Tapi Galih siap untuk itu. Dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu Arum melewati ini.
Belum genap satu jam Galih menunggu, sempat juga terkantuk-kantuk karena memang beberapa hari terakhir jam tidurnya sangat berantakan. Galih mendengar rintihan suara Arum yang nyaris membuatnya kelabakan.
"Rum, rum .. aku di sini." Galih menggenggam tangan gadis itu. Matanya tertutup menahan pedih dan sakit di bawah sana.
"Ini sangat sakit, Kak. Bahkan ketika aku keguguran rasanya tidak sesakit ini."
"Aku panggilkan dokter dulu ya .." Galih mengakui jika dirinya sangat panik. Tapi Arum justru mempererat genggamannya.
"Jangan, Kak. Jangan tinggalkan Arum .." rintih Arum menahan tangan Galih yang hendak beranjak pergi.
Galih membeku, lebih tepatnya tertegun. Entah apalah perasaan yang kini sedang bergejolak di hatinya. Tapi ini benar-benar seperti hujan setelah kemarau panjang. Seperti duduk nyaman dengan hamparan telaga sebagai pemandangannya. Galih membagikan sorot matanya yang teguh. Arum membutuhkannya. Gadis itu membutuhkan kehadirannya.
-
-
-
Maafkeunnn episode kali ini cuma seuprit, tapi berkesan kan😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Resti Yuliani
hehhh d angkat rahimnya....ga kebayang kelanjutannya pasti menyedihkan.
2023-08-22
1