Pagi pertama di panti asuhan, Arum dibangunkan subuh tadi oleh Eyang untuk kemudian membantu Bude Mirah memasak sarapan. Sebenarnya hanya segelas kecil susu dan satu lembar roti tawar untuk anak-anak beserta Arum. Anak-anak memang tidak dibiasakan makan nasi di pagi hari, hal ini sekaligus untuk menekan pengeluaran panti tersebut. Sedangkan Eyang dan Bude Mirah, entahlah sepertinya mereka sengaja membeli beberapa potong gorengan untuk mereka sendiri, yang disantap bersamaan dengan tegukan teh manis hangat.
Anak-anak panti terbiasa mandi sendiri. Walaupun pagi masih dingin, mereka tetap harus mandi tanpa air hangat. Maka dari itu, walaupun sudah memakai seragam dan duduk di ruang makan, mereka masih menggigil.
"Rum, anak-anak yang menyisakan roti dan susunya, tidak boleh bergerak dari tempat duduk. Awasi dan paksa, bagaimanapun caranya." Pesan Bude Mirah ketus tatkala Arum mendampingi anak-anak yang sedang sarapan pagi.
"Mbak Arum, aku tidak suka ini. Susunya encer, tidak manis." Mereka semua sudah berkenalan kemarin, jadi sudah tahu namanya Arum. Bocah yang baru saja protes adalah Emma. Dia masih kelas satu sekolah dasar. Matanya berkaca-kaca. Pada tangannya, terlihat dua bekas luka lebam. Membiru.
"Emma habiskan saja, nanti kena cubit lagi sama Bude." anak laki-laki yang lebih besar dua tahun dari Emma berceletuk.
"Emma pernah dicubit?" tanya Arum khawatir sembari membelai rambut indah Emma.
"Kadang dipukul juga pakai gagang sapu. Di sini .." yang menjawab adalah Romi, sambil menunjukkan luka lebam pada punggungnya.
"Karena tidak menghabiskan makanan juga?"
"Sakit dan semuanya pahit. Jadi tidak selera makan. Aku memuntahkannya, tapi di saat aku membungkukkan badan, bude datang sambil membawa gagang sapu. Dipukul tiga kali sampai hampir pingsan."
Melihat bocah-bocah malang ini, perasaan Arum mendadak hancur. Mereka mengalami kekerasan fisik, tak menoleransi berapa usia mereka dan apa kesalahan mereka.
"Oh jadi seperti ini, aku menyuruhmu mengawasi bukan mengobrol." Bude tiba-tiba datang dari arah pintu masuk. Saat itu semua gelas dan piring kosong, kecuali milik Emma.
"Semua berangkat ke sekolah kecuali Emma. Pulang tepat waktu."
Tanpa aba-aba, Bude Mirah menyambar gelas susu Emma dan kemudian memaksa gadis kecil itu meminumnya dengan kasar, sampai tumpah membasahi seragamnya.
"Bude tolong, jangan lakukan ini bude .." Arum memohon sambil berusaha menghentikan gerakan tangan wanita itu. Sedangkan Emma sudah menangis kencang dan tersedak-sedak.
"Arum, membela sesuatu yang salah adalah kesalahan. Buka kaosmu dan berdiri menghadap tembok!" Bude Mirah didera amarah. Dia melemparkan gelas plastik itu ke lantai dan berjalan entah ke mana dan seperti sedang mencari sesuatu.
"Bude tolong, Arum tidak bisa." setiap kali harus menanggalkan pakaian walaupun di momen mandi, rasanya Arum seperti kembali ke kejadian pahit waktu itu. Jadi begitu sulit untuk menuruti perintah Bude Mirah. Sama seperti Emma yang diam di tempat, Arum juga menangis.
"Kamu mau melakukan itu sendiri, atau aku yang akan melucuti semuanya?" Bude Mirah datang sambil membawa sebuah pecut yang entah dia menemukan itu dari mana.
Karena ketakutan, Arum dengan terpaksa melakukan itu, hingga saat ini hanya tersisa bra beserta pakaian bagian bawahnya. Dia menghadap tembok. Tanpa menunggu apa-apa lagi, dan yang pasti tanpa belas kasihan, Bude Mirah melayangkan pecut itu ke punggung Arum. Di hadapan Emma, tapi gadis kecil itu menutup matanya. Tidak bersedia untuk menyaksikan kepahitan ini.
"1 .. 2 .. 3 .. 4 .. 5.." Arum menghitung dalam hati, sambil berteriak dan meraung-raung kesakitan. Bude Mirah menghentikan itu di hitungan kelima. Tapi punggung Arum berdarah-darah.
Melihat darah yang mulai mengucur dari punggung Arum akibat dari pecutan, Bude Mirah segera mengambil kaos gadis itu yang tergeletak di lantai yang kemudian menggunakannya untuk menyeka darah tersebut dengan kasar.
"Cucilah, ada empat ember pakaian kotor di belakang. Emma akan membantumu. Dia tidak akan ke sekolah hari ini." perintah Bude Mirah sambil menyerahkan kaos itu ke tangan Arum yang masih meringis kesakitan menahan perih di punggungnya. Sedangkan Arum hanya bisa menurut.
"Ayo, ikut ke kamar .." ajak Arum kepada Emma yang masih saja ketakutan. Dia menggandeng tangan bocah itu.
"Mbak Arum .. Emma minta maaf ya .." gadis kecil itu mendongak, menangis lagi karena melihat Arum kesakitan.
"Tidak apa-apa, kamu jangan nangis lagi ya .." Arum menyeka air mata Emma yang sudah meluncur membasahi pipi gembilnya.
Saat ini Arum masih bertanya-tanya, kemanakah Eyang saat kejadian yang menimpanya dan Emma tadi. Apakah mungkin beliau menormalkan hal ini karena telah menjadi bagian dari aturan panti asuhan yang harus dipatuhi. Entahlah, terlalu memikirkan hal ini membuat Arum semakin merasakan nyeri di punggungnya.
-
-
Sebenarnya aku takut ambil jeda buat update part, takut kebablasan kayak yang sebelumnya. Jadi yawdah lah ya, keep update sekaligus melengkapi kriteria untuk diterima sebagai karya kontrak🤭🤭
Terimakasih yaa sudah mampir💖💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Rasya Fay
jahatnya,, awas bude murah kulaporin ke polisi loh
2024-08-01
0
Masiah Cia
jahatnya bude mira
2023-10-10
1