"Galih, aku sudah mendapatkan informasi." sekiranya dua hari pasca pertemuan mereka di cafe, Rahmadi menelpon Galih. Sepertinya informasi ini masih hangat, Paramitha juga baru memiliki keberanian untuk mempertanyakan masalah ini kepadanya ibunya. Itu pun dia harus menunggu momen yang tepat. Momen ketika hati ibunya sedang tidak keruh.
"Dimana, Mad?" Galih terdengar begitu antusias untuk mendengarkan kabar ini. Lagi-lagi seakan dia melihat cahaya. Cahaya yang dinyalakan kembali untuk masa depan Arum.
"Kabupaten seberang, Lih. Tapi gadis itu ditinggalkan di sana pada malam hari. Aku khawatir jika sudah terjadi sesuatu. Lagipula kawasan ini kan juga terkenal sepi."
"Hust, kamu jangan sembrono. Aku akan berusaha mencarinya." potong Galih sebelum Rahmadi semakin gencar mengatakan hal-hal buruk tentang asumsinya, yang mana hal ini akan membuat Galih semakin dilanda perasaan tak karuan.
"Mau aku bantu, Lih?" tawar Rahmadi.
"Tidak perlu, Mad. Aku akan ke sana langsung hari ini, sore sepulang kerja." Galih menolak tawaran baik dari Rahmadi lantaran dia merasa akan lebih leluasa jika melakukan pencarian ini sendirian. Lagipula kan hal ini juga masih bersifat rahasia.
•••
Galih menyetir mobil, menuju lokasi yang diinformasikan oleh Rahmadi. Seragamnya masih lengkap, bahkan dia sengaja melewatkan makan siang hari ini karena ingin secepatnya menemukan gadis itu. Pada setiap jam pulang kerja yang tentu saja selalu padat, jadi kemungkinan besar lelaki itu membutuhkan setidaknya dua kali lebih lama daripada waktu yang ditempuh oleh orang tua Arum saat itu untuk mencapai tempat tersebut.
Perut Galih sangat keroncongan, sebab pagi ini dia juga hanya meneguk setengah gelas susu jahe buatan ibu dan bolu pandan oleh-oleh dari kerabatnya kemarin. Dia sempat ingin berhenti sambil beristirahat sejenak untuk makan. Mengembalikan fokusnya karena sebenarnya Galih juga lelah dan mengantuk. Tapi dia memutuskan untuk mengesampingkan pilihan itu. Nasib gadis itu harus diselamatkan secepatnya. Toh nanti dirinya juga masih punya waktu untuk makan dan melakukan hal yang lain.
Galih sampai di kabupaten itu sekitar pukul setengah sepuluh malam. Dia mulai mengendarai mobilnya dengan kecepatan lambat karena harus melewati gang demi gang sekaligus pemukiman warga yang padat. Tapi sebenarnya lokasi tersebut masih didominasi oleh hutan-hutan. Keberadaan listrik juga belum merata. Setengah dari lokasi itu gelap gulita dan sepi senyap.
"Bagaimana mungkin orang tua tega meninggalkan anak gadisnya di tempat seperti ini.." gerutu Galih sebelum menyadari bahwa dirinyalah penyebab dari semua hal ini menimpa gadis itu.
Tidak ada warga yang lalu lalang. Bahkan sama sekali tidak ada. Mungkin saja mereka jarang atau bahkan tidak pernah pergi ke luar di malam hari. Hingga akhirnya, Galih melihat sebuah cahaya dari kejauhan. Ternyata, cahaya itu berasal dari toko yang belum tutup. Galih terburu melajukan mobilnya dan kemudian memarkirnya di depan toko itu.
"Apa ada yang bisa saja bantu, Mas?" wanita yang sepertinya adalah pemilik toko itu sedang mengisikan bensin pada motor pembeli lain.
Galih celingukan, mengawasi lokasi sekitar sebelum menjawab pertanyaan wanita tersebut.
"Saya mau beli roti sama minuman." jawab Galih kemudian.
"Mari, dan maaf sebentar lagi saya harus tutup. Jam sepuluh biasanya .." Wanita tersebut berusaha untuk menyampaikan hal itu sesopan mungkin sembari menyilakan Galih untuk masuk dan memilih sendiri apa yang hendak dibelinya.
Lelaki itu mengangguk, kemudian mengekor dan mengambil dua roti basah beserta sebotol minuman bersoda. Ketika memasuki toko itu, Galih menyadari bahwa pemilik toko tersebut tidak sendirian. Terlihat dua bocah sudah tertidur pulas pada kasur lantai di dekat meja kasir.
"Masnya sepertinya bukan orang sini, ya? Jika boleh tahu, ada keperluan apa ya?" tanya wanita tersebut ketika Galih hendak membayar.
Galih menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia gugup sekaligus dilema apakah akan menyampaikan tujuannya atau tidak. Tapi kemudian dia berpikir jika mungkin dia menyampaikan tujuan itu, ibu ini bisa membantunya.
"Saya sebenarnya sedang mencari seseorang, Bu .."
"Seperti apa ciri-cirinya? Dan siapa?"
"Gadis sekitar empat belas atau lima belas tahun, itu keluarga saya. Maksudnya, saya keluarganya .." Galih harus berbohong tentang ini agar mempermudah titik temunya.
"Maaf ya, apa dia seorang korban pemerkosaan?" wanita itu diingatkan oleh seorang gadis yang tidur di emperan tokonya pagi itu."
Galih membelalakkan matanya.
"Benar, Bu .. apakah anda tahu di mana keberadaan gadis itu?"
"Oh gadis malang itu .. saya mengantarnya ke sebuah panti asuhan beberapa hari yang lalu." ucapnya dengan begitu iba.
"Di mana, Bu? apakah saya boleh tahu lokasinya?" nada bicara Galih sarat akan sebuah permohonan.
"Di panti asuhan sumber kasih, satu jam dari sini." Galih dengan cepat mendapatkan jawaban dari wanita itu.
Belum sempat mengucapkan terimakasih, tiba-tiba saja ponsel Galih berdering. Dia segera mengeluarkan ponsel itu dari saku celananya dan kemudian menjawab panggilan itu yang ternyata dari mamanya.
"Galih! kamu sedang di mana?" suara mama seperti sedang dalam amarah, atau lebih ke perasaan kesal yang bercampur khawatir.
Ketika mengecek, ternyata ada lebih dari sepuluh panggilan tak terjawab yang semuanya adalah mamanya. Jadi pantas saja jika wanita itu begitu kesal.
"Galih sedang ada urusan, Ma .." jawab Galih sekenanya, dan semoga saja jawaban itu bisa meredakan kekhawatiran sekaligus kekesalan mama.
"Mama tidak peduli itu penting atau tidak, Galih. Tapi kamu harus pulang secepatnya karena sebelum subuh nanti kamu harus pergi ke bandara untuk terbang ke Jerman."
"Untuk apa, Ma?" Galih terkejut seperti orang bodoh.
"Panggilan mendadak untuk program S2 kamu, sudah disetujui dan lusa harus sampai di sana. Jadi sebelum subuh nanti kamu harus berangkat."
Galih masih linglung, tidak bisa fokus. Tapi sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia harus pergi ke Jerman, dia sudah beberapa kali ke sana untuk mengurus beasiswa, serta seluruh urusan mengenai visa dan lain-lain sudah diselesaikan oleh mamanya.
"PULANG SECEPATNYA!!" titah Mama dengan penuh penekanan.
"Iya, Ma .." balas Galih sebelum mengakhiri panggilan itu.
"Semua baik-baik saja, kan Mas?" tanya wanita yang masih duduk di belakang meja kasir.
"Iya, Bu. Saya benar-benar berterimakasih untuk informasi yang sudah ibu berikan. Tapi sepertinya saya harus melanjutkan pencarian di lain waktu, ada kepentingan yang begitu mendesak dan diluar dugaan." Galih berjabat tangan dengan pemilik toko itu, sambil meninggalkan selembar uang seratus ribuan untuk membayar roti dan minuman bersoda yang diambilnya.
"Mas, kembaliannya ..." teriak wanita bernama Murni itu ketika Galih berlari memasuki mobilnya.
Tapi Galih tidak berbalik arah, dia terburu melajukan mobilnya, meninggalkan tempat itu dengan informasi penting yang sudah ada ditangannya.
-
-
-
Senangnya bisa update lagi hari ini, semoga makin lancar, makin cepat dan bisa terdaftar jadi karya kontrak. Aamiin. Terimakasih yang sudah mampir yaa💖💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Rasya Fay
Heleh kejar masa depanmu Galih,, blm sampai kamu akan hancur jika mengabaikan Arum
2024-08-01
0