"Tok! Tok!" sudah hampir jam satu malam, Arum terseok-seok berjalan ke kamar Eyang sambil memegangi perutnya. Ini adalah dua hari pasca Galih berkunjung ke panti asuhan dan menyampaikan niatnya.
"Eyang ... Eyang ..." panggilnya lirih setelah menghentikan ketukannya. Arum menunduk dan mendapati darah segar sedang mengalir di kakinya. Dia seketika ambruk, tak kuat menopang tubuh kecilnya sendiri.
Mendengar ketukan pintu dan suara Arum yang memanggil namanya berulang kali, Eyang akhirnya terbangun. Setelah meraba saklar lampu di samping pembaringannya, wanita itu menyambar kacamata dan berusaha beranjak dari tempat tidurnya.
"Ada apa, Rum?" Eyang berjalan menuju pintu, namun ketika berusaha membukanya, beliau agak kesulitan karena Arum berada di depan sana. Posisinya seperti membuat pintu menjadi terganjal.
"Arum pendarahan lagi, Eyang." jawab Arum lemas sembari merangkak bergeser supaya Eyang bisa membuka pintu.
Wanita tua itu membenarkan kacamatanya. Menelisik pelan-pelan dan benar-benar terkejut karena bahkan darah Arum sampai mengucur di lantai. Eyang berusaha untuk tenang sekeras yang dia bisa. Bude Mirah tidak ada di sini, dan semua orang pasti sudah tidur. Tapi ini situasi darurat, tidak bisa ditunda-tunda. Arum bisa saja kehabisan darah kalau terlambat penanganannya. Wajah cantik itu juga sudah sangat pucat.
"Eyang .. bisa tolong telfon Mas Amir saja." pinta Arum, tangannya menyentuh kaki Eyang yang sedang berdiri mematung karena belum tahu apa yang harus dia lakukan.
Tapi Eyang kemudian mengangguk, bergerak cepat masuk ke kamar untuk mengambil ponselnya.
Eyang mendapatkan nomor Amir ketika berada di klinik Bu bidan saat itu, hanya untuk memudahkan komunikasi jikalau membutuhkannya sewaktu-waktu.
Panggilan pertama terlewat.
Panggilan kedua terlewat juga. Eyang memaklumi, ini jam tidur semua orang dan bisa jadi Amir atau siapapun di sana tidak mendengar dering ponselnya.
Tapi Eyang terus menelpon, hanya Amir yang bisa dimintai bantuan. Eyang sungkan sekali meminta bantuan kepada tetangganya yang lain.
Pada panggilan yang kelima, Eyang mendapatkan jawaban. Tapi bukan Amir, ini Wulan, istrinya.
"Halo Eyang, apa semua baik-baik saja?" cercah Wulan, nalurinya bermain sangat kuat. Maksudnya tidak mungkin seseorang menelpon berkali-kali tengah malam seperti ini kalau tidak ada situasi darurat.
"Ini Mbak Wulan, maaf sebelumnya, tapi Arum pendarahan lagi. Saya bingung bagaimana ini." Suara Eyang bergetar, tapi perasaan 'takut menganggu' nya lebih mendominasi. Wajarlah, sebelumnya beliau sama sekali tidak pernah melakukan hal ini. Terlalu banyak melibatkan orang lain dalam masalahnya.
Wulan seketika terperanjat. Dia kemudian reflek membangunkan Amir yang sedang tidur disebelahnya.
"Mas Amir secepatnya akan ke sana." Wulan berusaha menenangkan Eyang walaupun sebenarnya dia juga tidak kalah paniknya.
"Terimakasih ya .." ucapnya mengakhiri panggilan itu .
Amir hanya cuci muka, kemudian menggunakan celana panjang dan jaket. Dengan motor maticnya dia pergi ke panti asuhan. Sebelum pergi, Amir memesan kepada istrinya untuk menyampaikan kabar ini kepada Galih.
"Nak Amir, ini bagaimana ya .." Eyang ke luar rumah tatkala mendengar suara motor Amir diparkirkan.
"Sayangnya mobil yang pernah kita pinjam waktu itu sedang dipakai ke luar kota, Eyang. Jadi mau tidak mau, kita hanya bisa membawa Arum dengan motor ini." Amir menjawab pertanyaan Eyang sambil berjalan masuk ke panti asuhan untuk melihat kondisi Arum.
Gadis itu masih berada di posisinya, tidak berubah. Tangannya mencengkram perutnya.
"Rum, kamu masih kuat atau tidak jika naik motor ke rumah sakit? lima belas menit, Rum." Amir berjongkok. Arum yang sedang menggunakan daster berwarna putih tulang membuat darahnya semakin mengucur deras. Dia hanya bisa mengangguk.
Amir kemudian berdiri, dan karena ragu akhirnya Amir punya ide untuk mengikat tubuh kecil Arum ke tubuhnya selama perjalanan menggunakan kain jarik. Amir yang membopongnya ke atas motor, Eyang membantu mengikatkan tubuh Arum.
"Hati-hati, ya .." ucap Eyang ketika Amir dan Arum sudah siap berangkat ke rumah sakit. Lelaki itu mengangguk, meyakinkan Eyang jika semuanya akan baik-baik saja.
Sedangkan di rumah Amir, Wulan sedang sibuk mengirimkan pesan kepada Galih. Tapi mungkin saja lelaki itu sedang tidur di sana. Jadi pesan yang dikirimkan Wulan belum kunjung mendapatkan balasan.
Tujuan Amir adalah rumah sakit terdekat di sekitar sana. Sepanjang perjalanan, Amir berusaha untuk tetap mengajak Arum berbicara untuk memastikan bahwa gadis itu tidak pingsan.
Petugas medis segera berdatangan ketika melihat Amir dan Arum datang, satpam yang berjaga di pos depan yang membantu menginformasikan ini kepada mereka. Nyatanya, ketika baru saja dipindahkan ke atas brankar, Arum sudah pingsan. Darah hampir memenuhi seluruh bagian tubuhnya.
"Anda suaminya?" seorang perawat mengajukan pertanyaan ini kepada Amir yang masih menunggu dan menyaksikan Arum dibawa masuk ke sebuah ruangan.
"Bukan, tapi saya juga yang akan bertanggung jawab tentang ini."
Perawat tersebut mengangguk, dan kemudian pergi menyusul ke ruangan tempat Arum akan ditangani.
Amir terburu-buru mengabarkan hal ini kepada Wulan. Dirinya juga sempat menelpon Eyang. Beliau bilang akan datang ke sini selekas subuh.
"Galih bagaimana?" Amir juga bertanya tentang ini sebelum istrinya menutup panggilan itu.
"Belum merespon, mungkin masih tidur. Ini masih dini hari."
"Ok, yang penting kita sudah mengabarkan tentang hal ini."
Amir mematikan telepon itu secara sepihak ketika mendapati perawat yang bertanya kepadanya tadi berjalan ke arahnya.
"Gadis ini pendarahan hebat, kita baru saja melakukan pengecekkan golongan darah dan ternyata golongan darahnya AB. Rumah sakit hanya punya stok dua kantong, dan kemungkinan dia membutuhkan lebih dari itu. Ini tindakan pertama yang akan kami lakukan. Pendarahannya sudah berhenti. Kami juga baru saja memasang infus. Tapi gadis ini belum sadar." jelasnya tanpa berbelit-belit.
"Baik, terimakasih.." tanggap Amir yang kemudian mulai mengingat apa golongan darahnya. Tapi dia adalah B, istrinya A. Golongan darah AB cukup sulit untuk ditemukan. Tapi jika tidak menemukannya, maka keselamatan Arum bisa menjadi taruhannya.
-
-
-
Halo!! Alur ceritaku ga aneh kan??
Masih bisa menikmati??
Terimakasih buat yang udah mampir dan kasih support 💗💗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Rima Verita
luar biasa menguras dada..😥
2024-07-18
0