Galih terperanjat, kaget setengah mati ketika baru saja membaca pesan yang dikirimkan oleh istri Amir tentang Arum. Tepatnya sekitar empat jam yang lalu. Tanpa melakukan ini itu, hanya gosok gigi, cuci muka, dan berganti pakaian yang lebih layak, Galih terburu-buru memesan ojek online untuk ke rumah sakit tempat Arum dirawat. Dia tidak lupa memakai masker. Saking kagetnya, Galih sampai tidak membalas pesan itu dan tidak menanyakan apa-apa lagi kepada istri Amir.
"Ini ada apa? Bagaimana bisa seperti ini?" Setelah memakan waktu perjalanan selama dua puluh lima menit walaupun pengemudi sudah mengebut, Galih berlari ke arah Amir, Wulan, sekaligus Eyang yang tertangkap pandangannya.
"Galih, kita bisa menceritakan kronologinya nanti. Tapi saat ini Arum sedang membutuhkan dua kantong darah lagi. Golongan darah AB." jelas Amir. Ditepuknya pundak Galih pelan untuk membuat pria itu lebih tenang.
"Golongan darahku AB. Biar aku yang mendonorkan ini. Aku tidak peduli berapa kantong yang akan diambil." Galih terlihat sangat agresif, tapi orang-orang di sana tidak terlalu peduli tentang itu. Mereka justru merasa lega karena ini berarti artinya Arum akan tertolong.
"Arum sudah tersadar satu jam yang lalu tapi kemudian pingsan lagi. Dia masih sangat lemah." tambah Amir ketika mengantar Galih berjalan ke ruang dokter.
"Aku bodoh, Mir. Aku sangat terlambat membaca pesan itu." Galih masih menyalahkan dirinya sendiri.
"Tidak, Lih. Itu tadi jam tidur semua orang. Kamu tidak bersalah sama sekali."
Tanpa prosedur yang rumit, kini Galih berbaring di atas brankar juga. Di sebelahnya adalah Arum dengan alat bantu pernapasan dan juga infus di tangannya. Darah Galih sedang dalam proses pengambilan. Tidak ada rasa sakit. Semua rasa sakitnya ada di hati. Terlebih mengingat jika dia adalah penyebab utama dari seluruh rentetan kejadian ini.
"Rum, seharusnya perasaan bersalah bisa tumbuh menjadi cinta. Karena jiwa sepertimu begitu pantas untuk dicintai." batinnya bersamaan dengan air matanya yang luruh.
Setelah bisa memandang wajah Arum dari dekat, Galih menyadari jika gadis itu benar-benar terlihat lugu, manis dan cantik. Walaupun wajahnya masih pucat pasi. Bahkan bibirnya mengering. Seandainya, seandainya Galih tidak menyentuh kehidupan gadis ini, pasti dia akan mekar dengan sebegitu indahnya di dunia ini.
•••
Setelah menunggu dan sampai ketiduran sambil memandangi wajah Arum, akhirnya proses donor darah selesai. Galih sama sekali tidak merasakan reaksi buruk apapun, dia justru merasa lega karena setidaknya bisa sedikit terlibat dari akibat apa yang diperbuatnya kepada Arum waktu itu.
Ketika baru saja turun dari brankar, Galih berjalan menghampiri Arum. Dia masih belum tersadar juga. Seperti tertidur pulas. Dokter juga sudah memberi gadis itu pereda rasa sakit. Rasanya ingin sekali Galih mendaratkan kecupan ke kening Arum, tapi dia merasa terlalu kotor untuk itu. Maka Galih memilih untuk menggenggam tangan kecil nan lembut milik Arum.
"Rum, aku minta maaf, ya. Kita lalui ini sama-sama, ya." ucapnya lirih, lagi-lagi air mata Galih nyaris menetes.
•••
Galih sama sekali tidak meninggalkan rumah sakit. Hanya Wulan yang pulang siang tadi karena merasa kelelahan, wajar saja dirinya sedang hamil, sekaligus punya anak kecil di rumah. Sedangkan Eyang tidak membiarkan Bude Mirah mengambil alih penjagaannya di rumah sakit. Eyang tahu bagaimana karakter wanita itu. Jadi beliau mewanti-wanti dirinya sendiri supaya keadaan Arum tidak bertambah parah.
Dokter yang baru saja melakukan serangkaian pemeriksaan kepada Arum, keluar dari ruangan. Sontak Galih, Amir, dan Eyang berdiri. Wanita tua itu dibantu oleh Amir. Sedangkan Galih terburu menghampiri dokter tersebut.
"Bagaimana, Dok?"
"Tolong dua orang yang bertanggung jawab untuk pasien Arum ikut saya ke ruangan. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan."
Mereka bertiga saling berpandangan, maksudnya Eyang tidak tahu harus mengajak Amir atau Galih, tapi kemudian Amir memecah suasana.
"Galih saja, dia paham sekali tentang hal seperti ini."
Eyang setuju, kemudian berjalan membuntuti dokter ke ruangannya.
"Saya langsung saja, ya .." kata sang dokter ketika sudah melihat keluarga pasiennya duduk.
"Jadi pasien Arum Widuri telah mengalami pendarahan hebat dan setelah kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut ternyata ada luka yang cukup parah di rahimnya. Berdasarkan rekam medik yang saya dapatkan, pasien ini sedang dalam masa pemulihan. Harus bed rest tapi sepertinya terlalu banyak beraktivitas." dokter yang usianya masih tergolong muda itu menjelaskan kondisi Arum dengan hati-hati.
"Lalu apa tindakan yang harus kami lakukan, Dok." Alih-alih menyadari jika Arum diperlakukan tidak baik di panti asuhan, tetapi Galih memilih untuk menyingkirkan pikiran itu dan berfokus pada penyembuhan Arum.
"Sebelumnya mohon maaf, tapi keparahan yang terjadi pada rahim pasien Arum menyebabkan kami merasa tidak mampu untuk melakukan tindakan medis di sini karena peralatan dan fasilitas kami yang tidak memadai. Jadi pasien harus secepatnya kami rujuk ke rumah sakit lain, di kota. Sebelum lukanya menyebar dan memperparah kondisinya."
Napas Galih beradu dengan cepat, begitu pula dengan Eyang. Beliau menjadi semakin buntu.
"Tapi untuk melakukan rujukan kami harus mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien. Begitulah prosedurnya." tambah dokter tersebut sembari mengeluarkan dua lembar berisi beberapa paragraf dan dua kolom tanda tangan dari dalam lacinya.
Galih meneguk ludahnya sendiri. Dia harus sebisa mungkin menahan diri untuk tidak mengambil keputusan tentang ini. Dia tidak berhak. Jadi, dia hanya bisa melirik Eyang yang sedang berpangku tangan memikirkan sesuatu, keputusan yang baginya tidak kecil. Eyang masih harus mempertimbangkan banyak hal.
-
-
-
Gimana-gimana, siapa tokoh favorit kalian di sini??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Rasya Fay
tokoh ? karena ak ciwi,, ak tetap pd Arum
2024-08-01
0
Anita Jenius
ayo Galih. tunjukkan niat baik mu pada Arum
2024-05-15
0