Eyang dan Bude Mirah memutusakan untuk tidak akan pernah membawa Arum ke bidan lantaran dua alasan ini, yaitu jaraknya yang jauh dan usia Arum yang akan menjadi huru-hara di klinik tersebut. Bahkan mereka bisa jadi akan melaporkan hal seperti ini secara hukum, apalagi Arum hamil karena sebuah pemerkosaan. Bahkan rencananya, ketika Arum melahirkan nanti, Eyang hanya akan membawa gadis itu ke dukun bayi kenalannya.
"Rum, mentang-mentang kamu hamil, bukan berarti kamu bisa mengerjakan kewajibanmu dengan lambat!" Bude Mirah membentak Arum yang sedang menyapu lantai. Kinerjanya menurun. Arum merasa mudah lelah dan tidak berselera makan. Bahkan badannya menjadi lebih kurus dari sebelum dia datang ke panti asuhan ini.
"Maaf Bude, tapi akhir-akhir ini perut Arum terasa keram. Seperti dicengkeram." suara Arum begitu serak, sedikit terdengar sedang menahan tangisnya.
"Namanya orang hamil ya begitu. Bude dulu juga pernah hamil. Jadi ngerasain juga, sudahlah jangan terlalu banyak merengek! Biar bude yang nyapu, kamu bikinin anak-anak susu! Ingat jangan terlalu kental!" Bude Mirah menyambar sapu dari genggaman Arum. Lalu sedikit mendorong gadis itu agar pergi ke dapur. Arum nyaris jatuh karena ketidakseimbangan.
"Aku tidak membencimu, Nak. Aku tidak menyalahkan kamu karena keadaan ini." Sembari menuang susu pada gelas-gelas yang sudah disusun di sana, Arum menyempatkan diri untuk mengusap perutnya. Dia tersenyum singkat, baginya janin yang sedang ada di perut kecilnya itu tidak tahu apa-apa.
...•••...
Setelah mengetahui kabar kehamilan Arum, Galih menjadi kelabakan. Dilema yang dia rasakan semakin menjadi-jadi. Arum membutuhkannya, itu perasaan paling kuat yang dia rasakan. Tapi bahkan pendidikannya belum separuh jalan, di sisi lain Galih juga memikirkan tentang fasilitas terbaik yang harus didapatkan Arum. Bahkan gadis itu harus didampingi oleh seorang dokter spesialis karena kandungannya yang beresiko.
Pagi ini dia mencoba menghubungi Amir dan bertanya apakah panti asuhan tersebut membutuhkan donasi. Akan tetapi berdasarkan informasi yang didapatkan dari istri Amir, panti asuhan tersebut tidak membutuhkan dan tidak pernah menerima donasi karena segala kebutuhan ditanggung oleh uang pensiun Eyang beserta hasil kebun kopi dari lahan kecil milik wanita sepuh itu.
Tentang adopsi, selama panti asuhan itu beroperasi, sudah terdapat empat anak yang diadopsi. Mengenai biaya bersifat sukarela. Tapi batas usia maksimal anak yang bisa diadopsi adalah tujuh tahun. Sebelum masuk sekolah dasar. Arum adalah penghuni remaja pertama dan istri Amir tidak tahu mengenai apakah gadis itu bisa diadopsi atau tidak. Ketika Eyang sedang jalan-jalan pagi, istri Amir yang sudah memantau berjalan cepat menghampirinya. Setelah cukup lama berbasa-basi akhirnya istri Amir menyeletuk,
"Bagaimana jika ada seseorang yang ingin mengadopsi Arum, Eyang?"
"Mengadopsi remaja? Mau dijadikan anak? atau dijual?" Eyang tersenyum sinis ketika memberikan jawaban itu.
"Kalau mau dinikahi ya boleh, tapi siapa juga yang mau sama orang dengan masa lalu seperti Arum." tambah Eyang, yang entah serius atau bercanda dengan jawaban mengenai hal itu.
Mendengarkan informasi yang telah disampaikan Amir, Galih berusaha keras untuk memutar otak mencari solusi. Perasaannya mengatakan bahwa Arum tidak akan baik-baik saja di panti asuhan itu. Akan tetapi untuk menikahi gadis tersebut pun Galih juga masih berada di negara lain. Lagipula usia Arum belum cukup untuk menikah dan jika seseorang tahu tentang kasus ini maka bisa-bisa Galih akan terancam hukuman pidana.
"Mir, aku ingin tanya pendapatmu." dua jam setelah mendapatkan informasi dari Amir, Galih memutuskan untuk menelpon lelaki itu dan menyampaikan huru-hara di kepalanya.
"Bagaimana, Lih?"
"Apa bisa jika Arum diminta untuk bekerja di tempat nenekku? Jagain nenek yang sendirian. Bukan di tempat mamaku pokoknya, karena Arum mengenal mereka."
Ide tersebut berkelebat di pikiran Galih sebagai salah satu cara untuk menyelamatkan Arum dari kondisi ini. Neneknya tinggal di kota, sebenarnya bersama bibi yang sudah merawat Galih sejak bayi. Tetapi tetap saja rumah sebesar itu sangat sepi. Nenek dan bibi itu adalah orang baik. Jika Arum tinggal di sana dengan dalih bekerja, maka keadaannya akan lebih terjamin.
"Biar istriku tanyakan tentang ini besok ya, Lih. Di sini sudah malam. Panti asuhan sudah gelap." Amir keluar rumah untuk mengintip panti asuhan yang memang sudah gelap. Hanya ada lampu kuning yang mungkin berdaya lima watt. Seperti rumah angker saja.
"Iya, Mir. Kamu jangan khawatir ya, sekalipun nanti Arum diijinkan untuk bekerja di tempat nenekku, kamu akan tetap mendapatkan imbalan yang semoga bisa kamu gunakan sebagai modal usaha dan memperbaiki perekonomian keluarga kamu." Galih nyaris lupa dengan perbedaan waktu antara Indonesia dan Jerman.
"Terimakasih sekali ya, Lih."
Setelah memberikan sahutan untuk ucapan terimakasih Amir, Galih segera mengakhiri percakapan itu. Dia masih membutuhkan beberapa fokus untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan lain.
"Arum, kamu tidak seharusnya melalui penderitaan semacam ini, sendirian .." Galih menyeka air matanya. Dia sudah menahan perasaan nestapa ini sejak beberapa waktu yang lalu.
-
-
-
Hehe, sampai di episode ini apakah kalian masih menikmati ceritanya? Semoga yaa .. Terimakasih 💖💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Rasya Fay
halah keluar air mataku,, pdhal hnya membaca
2024-08-01
0
Anita Jenius
sedih bgt nasib arum
2024-05-15
0
Nisa Fatimah
sedih banget bacanya kak /Sob//Sob//Sob/
2024-04-28
0