Keesokan harinya istri Amir berencana untuk tidak menanyakan hal tersebut kepada Eyang karena dia waspada, takut-takut kalau wanita itu justru akan menaruh kecurigaan kepadanya karena tiba-tiba selalu bertanya tentang Arum setiap hari, padahal biasanya mereka tidak pernah memiliki komunikasi lain selain hanya sekadar saling sapa saat berpapasan. Maka dari itu istri Amir hendak menanyakan hal ini kepada Bude Mirah. Dia sebenarnya tahu jika wanita ini galak dan judes. Tapi apa daya, ini adalah pekerjaan yang dia dan suaminya ambil untuk kelanjutan hidup keluarga kecil mereka.
Jam setengah enam pagi, Amir dan istrinya bercengkerama di teras rumah. Lebih tepatnya berpura-pura bercengkrama. Amir menyapu halaman, dan istrinya duduk sambil melihat-lihat situasi. Anak mereka masih tidur. Tidak berapa lama Bude Mirah dan Arum terlihat ke luar rumah sambil membawa tas belanja. Mereka terlihat sudah rapi. Sepertinya mereka akan berjalan ke luar gang untuk mendapatkan angkutan umum. Itu artinya mereka juga akan melewati rumah Amir.
"Pagi Bude, mau pergi kemana pagi-pagi sekali." Sapa istri Amir, yang seketika berdiri ketika Bude dan Arum berjalan di depan rumah mereka. Tas yang berat itu dijinjing oleh Arum.
"Panen kopi." jawab Bude ketus.
"Bude, apakah saya boleh menanyakan sesuatu?" Bude Mirah yang tetap berjalan tiba-tiba berhenti ketika melihat istri Amir sedang mengejarnya.
"Rum, kamu jangan berhenti. Nanti aku menyusul." Bude Mirah sedikit mendorong bahu Arum. Lagi-lagi dia hampir tersandung oleh kerikil jalanan. Arum menurut.
"Terimakasih sebelumnya, Bude. Karena bude terlihat sedang terburu-buru jadi langsung saja, apakah jika ada yang meminta Arum untuk bekerja di sebuah rumah di kota, Eyang akan mengijinkan itu?" jujur saya Istri Amir merasa sedikit takut dan sungkan ketika menanyakan hal itu. Suaranya bergetar, khawatir jika akan dicaci maki.
"Mbak, dia sedang hamil loh. Pencari kerja mana yang mau memperkerjakan orang hamil." Bude Mirah menjawab pertanyaan itu dengan ketus. Amir yang mendengar itu reflek langsung menghampiri istrinya dan merangkulnya untuk menjauh.
"Bude, maafkan istri saya .."
Bude Mirah tidak memperdulikan itu, dia berjalan cepat menyusul Arum yang sudah berjalan tidak seberapa jauh darinya karena memang dia berjalan cukup lambat.
"orang nyeleneh, mau memperkerjakan orang hamil." gerutunya, terdengar oleh Arum.
Mereka akan pergi ke kebun kopi untuk panen. Eyang memutuskan untuk tidak menggunakan bantuan orang lain selain Bude Mirah dan Arum kali ini karena ingin menekan pengeluaran sekaligus sebagai bentuk rasa terimakasih Arum karena sudah ditampung di panti asuhan itu. Anak-anak sedang libur sekolah karena tanggal merah.
Kedua ke lokasi itu naik angkot, empat ribu per orang. Kemudian turun di depan pasar dan berjalan sekitar lima kilo karena tidak ada kendaraan umum selain ojek yang harus membayar sepuluh ribu per orang.
"Bude .. Arum kehausan.. mau minum dulu .." setelah turun dari angkot dan berjalan sekitar dua kilo meter, Arum memutuskan untuk berjongkok di pinggir jalan dan mengeluarkan botol dari dalam tas yang dibawanya.
"Masih muda, Rum. Tenagamu kalah jauh dariku." dengus Bude Mirah yang terpaksa menghentikan langkah kakinya.
"Perut Arum sedikit keram juga, Bude .." Arum berdiri dan mengusap-usap perut buncitnya.
"Tidak apa-apa, itu tandanya ada kehidupan di sana. Makannya jalannya dipercepat, setelah sampai di kebun, kita sarapan dulu. Terus nanti baru panen." jawab Bude Mirah ngawur. Padahal keram yang dirasakan Arum bisa berarti dia terlalu lelah atau bekerja terlalu berat. Tapi lagi-lagi, Arum tidak bisa menyangkal. Dia menuruti perkataan Bude Mirah, melanjutkan perjalanan.
Sekitar dua puluh lima menit kemudian mereka sampai di kebun. Setelah menggelar tikar, keduanya segera mengeluarkan sarapan mereka. Tiga ikan pindang goreng, sayur labu sisa kemarin, dan nasi putih. Teh hangat hanya untuk Bude Mirah. Arum juga hanya mendapat jatah satu ikan. Rasanya lega ketika gadis itu sudah bisa meluruskan kakinya. Frekuensi keram di perutnya semakin kencang.
"Rum, tidak usah menye-menye ya. Setelah dibereskan, kita langsung kerja." Bude Mirah menyerahkan semua itu untuk dibersihkan Arum. Sedangkan dirinya memulai panen hari ini.
Satu setengah hektar kebun kopi, hanya dikerjakan oleh Bude Mirah dan Arum. Selain itu makin siang cuaca makin panas tak karuan. Bukan hanya perutnya yang keram, tapi kali ini kepala Arum rasanya juga berdenyut-denyut.
Tapi Arum tidak berhenti, hanya beberapa kali mengambil jeda, mengelus perutnya lagi, lalu bekerja lagi. Tapi ketika waktu hampir sore, mereka juga belum makan siang, Arum menghampiri Bude Mirah karena perutnya juga terasa nyeri, bukan hanya keram.
"Bude, kayaknya Arum sudah tidak sanggup lagi .." keluhnya dengan bulir keringat yang hampir menutupi wajahnya.
"Tidak sanggup bagaimana sih, Rum!" entah kepalang lelah atau bisa jadi sedang lapar, justru Bude Mirah membentak Arum.
Arum nyaris pingsan, tapi kemudian dia berpegangan pada salah satu pohon kopi.
"Rum! Kamu jangan mengada-ada ya!" Bude Mirah kebingungan, tapi kemudian pandangannya yang mengarah pada Arum, tertuju pada darah yang terlihat sudah hampir mengering di kaki Arum. Kemungkinan besar darah itu merembes.
"Rum! Kamu pendarahan Rum!"
Tetapi pandangan Arum mendadak kabur, dia juga sudah tidak bisa mendengar suara Bude Mirah. Badannya ambruk ke tanah, punggungnya mengenai batu besar. Arum benar-benar tidak sadarkan diri.
-
-
-
Ketemu lagi kita, please jangan bosan-bosan ya!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 195 Episodes
Comments
Rasya Fay
Gusti, ini bener2 sedih, sumpah y Allah, kuatkan Arum.
2024-08-01
0
ummilia1180
malang banget nasib mu arum
2023-08-21
1