Episode 06

Sejak kepergian Abi, Adel hanya berbaring di tempat tidur tanpa melakukan aktivitas apapun.

Dirinya juga tak mau menginap di rumah orang tuanya, padahal Abi ingin mengantarnya ke sana. Akan tetapi, Adel tetap bersikeras menolak, menurutnya dirinya sudah nyaman di apartemen suaminya tersebut.

Senyum Adel belum luntur, semenjak kepergian suaminya pagi tadi. Bukan karena senang dengan kepergian Abi, akan tetapi sikap lembut Abi pagi tadi membuat hatinya berbunga-bunga.

Sebelumnya, Adel belum pernah merasakan hal seperti ini.

“Huh ... kenapa dengan diriku? Astaga! Apa aku sudah gila?!” gumamnya terlihat bahagia.

Adel masih membayangkan kecupan singkat tepat di bibir, membuat Adel terus saja terbayang dengan kecupan itu.

Flashback on.

“Kamu yakin tetap di apartemen ini? Aku bisa mengantarmu terlebih dahulu ke rumah Papa,” usul Abi.

Namun, Adel menggelengkan kepalanya dengan kuat.

“Aku akan ke rumah Papa, jika aku ingin. Sekarang aku mau di sini saja,” sahutnya menolak dengan lembut.

“Baiklah, jaga diri baik-baik. Jangan keluyuran malam-malam, jika ingin mengajak temanmu yang wanita, boleh saja. Asalkan jangan membawa pria masuk ke dalam apartemen ini, ingat!! Aku bisa melihatmu dari cctv,” tutur Abi.

“Ck ... iya bawel!”

Abi tersenyum, ia kembali mengelus pipi istrinya dengan lembut membuat Adel kembali tegang.

“Tunggu aku kembali,” bisiknya.

Cup ...

Abi memberanikan diri mengecup bibir istrinya sekilas, sukses membuat Adel mematung.

Abi tersenyum melihat istrinya yang mematung, sudah bisa di pastikan jika sebelumnya Adel belum pernah berciuman.

Abi tersenyum melihat Adel yang menahan malu.

“Aku pasti merindukanmu, jaga diri baik-baik.” Menarik Adel ke dalam pelukannya, meskipun Adel tak membalas dekapannya itu tak menjadi masalah untuknya.

“Aku pergi ya,” ucapnya melepaskan dekapannya.

Abi mendekatkan kembali wajah mereka, bahkan sangat dekat. Adel langsung menutup matanya, seakan tahu apa yang akan Abi lakukan padanya.

Dan benar saja, Abi kembali mengecup pipinya yang terlihat memerah tersebut.

“Aku akan segera kembali,” tuturnya lagi.

Entah kenapa, Abi begitu enggan untuk meninggalkan Adel.

Jika bukan karena urusannya di desa, ia tak akan meninggalkan istrinya.

“Hati-hati, aku menunggumu,” sahut Adel pelan sembari menunduk karena malu.

Abi tersenyum lalu mengangguk.

“Aku pergi ya?” ucapnya lagi, akan tetapi kakinya terasa berat untuk melangkah.

Adel kembali mengangguk, masih dengan posisi menunduk.

Terdengar Abi menghela napas berat, lalu perlahan melangkah.

“Aku pergi ya?” ucap Abi lagi, dengan berulang kali mengatakan itu.

Adel kembali mengangguk.

Dengan langkah yang berat, akhirnya Abi melangkahkan kakinya keluar dari apartemen tersebut.

Adel hanya bisa melihat punggung suaminya yang perlahan menjauh dan menghilang saat Abi masuk ke dalam lift.

“Huftt ... jantungku, kenapa terasa mau lepas?!” gumamnya sembari memegang dadanya, merasakan detak jantungnya begitu cepat berdetak.

Flashback off.

Ting ... Tong ...

Suara bel berbunyi, membuyarkan lamunan Adel.

“Siapa yang bertamu?” gumamnya terlihat kesal, karena mengganggu lamunannya.

“Apa itu Mas Abi?” gumamnya.

Dengan langkah yang terburu-buru, Adel keluar dari kamarnya menuju pintu utama.

Ceklek ...

“Mas, kok kemba-li?” dengan suara pelan, namun senyumnya seketika luntur saat melihat bukan Abi yang datang, melainkan Kakaknya, Damar.

“Kakak, kenapa kemari?” tanyanya sedikit ketus.

“Mm ... yang di tinggal suami. Pasti berharap yang datang suamimu, bukan?” ejek Damar, membuat Adel cemberut.

“Apaan sih! Kakak kenapa kemari?” tanyanya sembari melangkah menuju sofa.

“Mama memintaku untuk melihat keadaanmu, apakah kamu baik-baik saja. Kenapa tidak ke rumah saja, kamu sendiri loh di apartemen.”

“Huft ... entah lah, aku ingin sendiri.”

“Jangan bilang kamu ingin mengajak teman jalananmu itu kemari? Jangan membuat Papa kecewa lagi, Adel. Abi sudah sangat baik menerimamu,” ucap Damar memberi nasihat pada adiknya.

Karena tak ingin Papa dan Abi memarahi adiknya tersebut karena ulah Adel sendiri.

“Iya, Kak. Aku tidak mengajak siapapun, kecuali Dina. Hanya dia, aku sudah meminta izin pada Masa Abi,” sahutnya.

“Hm ... baiklah. Ayo bersiap, aku ingin mengajakmu jalan-jalan,” ajak Damar.

“Kakak tidak bekerja hari ini?” tanyanya heran, melihat damar dengan pakaian biasa.

Damar menggelengkan kepalanya.

“Oo ...” sahutnya singkat lalu beranjak dari tempat duduknya.

Saat hendak melangkah, bel pintu kembali berbunyi.

“Siapa yang datang?” tanya Damar.

“Mungkin Dina,” sahutnya.

“Kamu berganti pakaian saja, biar aku yang membuat pintu.”

Adel kembali mengangguk.

***

Di tempat lain, Setelah menempuh perjalanan sekitar 6 jam. Akhirnya Abi tiba di sebuah desa tempat kelahirannya.

Banyak yang menyambut kedatangannya, termasuk pada sahabatnya. Apalagi dirinya mengendarai mobil pribadinya.

“Ayu, Abi sudah datang,” ucap ibunya.

Ayu yang mendengarnya langsung tersenyum bahagia, ia langsung melangkah keluar rumah. Melihat Abi tengah berbincang dengan teman masa kecilnya di teras.

“Ayu, siapkan makanan dan juga minum untuk Suamimu. Abi pasti sangat lelah, dengan perjalanan sejauh itu.”

Ayu mengangguk patuh, lalu melangkah ke arah dapur untuk menyiapkan semuanya di dapur.

Sekitar setengah jam berkutat di dapur, karena sebelumnya Ayu sudah memasak banyak untuk suaminya.

“Kamu cari siapa, Ayu? Abi sudah masuk ke kamar,” ujar Ibunya karena melihat Ayu celingukan mencari keberadaan suaminya.

Karena rindu yang begitu berat, tanpa menunggu lagi Ayu langsung menyusul suaminya.

“Aa,” panggilnya, langsung memeluk suaminya dari belakang.

Abi langsung terdiam mematung, seharusnya ia bahagia setelah sekian lama dirinya bertemu kembali dengan istrinya.

Namun, pikirannya saat ini kalah tertuju pada Adel yang ia tinggal sendirian di apartemen.

“Aa tidak merindukan Ayu? Kenapa Apa diam saja?” tanya Ayu masih memeluk suaminya dari belakang.

Sedikit heran dengan sikap suaminya tersebut.

Abi tersadar, ia membalikkan tubuhnya lalu membalas pelukan istrinya.

Mendengar suara lembut Ayu, ia merasa bersalah karena sudah menduakan wanita yang setia menunggunya tersebut.

“Aa, Ayu sangat merindukan Aa. Kenapa pulanya telat, A?” tanyanya masih setia dalam pelukan suaminya.

“Banyak pekerjaan dikantor, bos Aa meminta cutinya di tunda.”

Mereka melepaskan dekapannya masing-masing, Ayu terlihat mengangguk.

“Ayu mengerti, sekarang Aa bersihkan diri lalu kita makan bersama.”

“Ayu. Aa ingin beristirahat, makannya nanti saja.”

Ayu kembali mengangguk pelan.

Ayu melihat punggung suaminya menjauh dan masuk ke kamar mandi.

Dari sore hingga malam, terlihat jelas jika Abi terlihat kelelahan. Apalagi menempuh perjalanan cukup jauh, dengan menyetir mobil sendiri.

Ayu masih setia menunggu suaminya bangun dari tidurnya, duduk di samping suaminya sembari membaca buku kesukaannya.

Ayu merasa bosan, ia juga mencoba membangunkan suaminya akan tetapi Abi tak kunjung bangun.

“Aa, sudah malam. Bangun dong, kita makan dulu,” panggilnya dengan lembut sembari menggoyangkan bahu suaminya.

“Adel, biarkan aku istirahat sebentar,” ucapnya dengan mata yang masih terpejam.

Deg!

Ayu mengernyit bingung.

“Adel? Siapa Adel?” gumam Ayu dalam hati, sedikit bingung karena suaminya memanggilnya dengan panggilan Adel.

***

Terpopuler

Comments

Nenek nenek

Nenek nenek

baca senyum senyum sendiri

2023-06-20

0

Anita si cabe rawit

Anita si cabe rawit

Lanjut Thor, makin seru

2023-06-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!